Tertarik dengan Rekan Kerja

0
22

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz… izin bertanya, saya bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan, di mana karyawannya ada laki-laki dan perempuan. Dalam berinteraksi dan berkomunikasi terhadap rekan kerja (lawan jenis) kadang ada rasa ketertarikan. Bagaimana tuntunan syariah dalam menyikapi ketertarikan tersebut? Mohon penjelasan Ustaz. — Ardi, Depok

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

Jawaban

Oleh: Ustadz Dr. Oni Sahroni

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Jawaban atas pertanyaan tersebut bisa dijelaskan dalam poin-poin berikut.

Pertama, sekedar contoh, mungkin terjadi beberapa peristiwa berikut. Misalnya, seorang laki-laki yang sudah beristri itu selingkuh dengan sekretarisnya di kantor.

Seorang karyawan diadukan ke bagian sumber daya manusia (SDM) perusahaan karena terbukti melakukan hubungan tidak etis dengan karyawati rekan kerjanya. Seorang karyawan memanfaatkan momentum dinas di luar kota dengan melakukan beberapa kali pertemuan khusus dengan perempuan rekan kerjanya di dinas kota tersebut.

Ada seorang pegawai dikomplain oleh istrinya dan membuat tidak harmonis keluarganya karena diketahui oleh istrinya melalui chat di handphone-nya yang berisi percakapan antara suami dan rekan kerja karyawati di kantornya, yang berisi perkataan yang tidak senonoh dan tidak laik.

Kedua, sesungguhnya tertarik dengan rekan kerja adalah fitrah manusiawi. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan yang berupa perempuan… Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS Ali Imran [3]: 14).

Tetapi ketertarikan ini dapat membuka potensi penyimpangan syariah. Di sisi lain, ada banyak hal yang melatarbelakangi penyimpangan tersebut. Di antaranya kondisi lingkungan yang tidak kondusif, seperti rekan kerja atau staf atau pimpinan dengan pakaian yang tidak senonoh. Atau kekurangannya dalam mengelola hawa nafsunya terhadap perempuan (mudah tertarik) atau penyebab lainnya.

Dan sesungguhnya setiap orang memiliki kelemahan masing-masing yang mungkin berbeda dari satu ke yang lain. Mereka yang memiliki kelemahan dalam syahwat dan wanita akan terpapar risiko lebih tinggi dan ia pun harus melakukan mitigasi yang lebih ekstra.

Oleh karena itu, setiap orang yang lebih tahu dan paham akan kekurangan dirinya itu mengelola dan memitigasi risiko penyimpangan dalam berhubungan dengan lawan jenis.

Ketiga, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memitigasi risiko penyimpangan tersebut.

(1) Merawat iman dengan ibadah mahdah dan khidmah. Khususnya shalat dan berpuasa yang ditunaikan dengan ihsan, thumakninah, dan sebaik-baiknya agar menghasilkan kendali dalam diri. Khidmah maksudnya aktif terlibat dalam kegiatan dan tugas-tugas sosial.

Sebagaimana hadis dari Abdullah Ibnu Mas’ud RA berkata, “Rasulullah SAW bersabda pada kami, ‘….Siapa yang tidak mampu (menikah), maka hendaklah ia berpuasa, karena itulah pengendali baginya’.” (Muttafaq ‘Alaih).

(2) Menjaga pandangan dan menutup aurat. Baik pegawai laki-laki atau perempuan itu menjaga pandangannya. Dan khususnya bagi perempuan menutup auratnya.

Sebagaimana firman Allah SWT, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya…” (QS an-Nur: 30).

Dan firman Allah SWT, “Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya)…..” (QS an-Nur: 31).

(3) Bagi yang sudah berkeluarga, menjaga agar hubungan dengan pasangan (suami atau istri) tetap harmonis. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, Jabir berkata, “Saya pernah mendengar Nabi SAW bersabda, ‘Jika salah seorang dari kalian terpikat oleh wanita lain dan menimbulkan gejolak dalam hatinya, maka segeralah ia menumpahkan hasratnya pada istrinya.

Karena yang demikian itu dapat menenteramkan gejolak hatinya’.” (HR Muslim).

Dari Jabir bahwasanya Rasulullah SAW pernah melihat seorang wanita, lalu beliau mendatangi istrinya, yaitu Zainab yang sedang menyamak kulit guna melepaskan rasa rindunya. Sesudah itu, Nabi SAW pergi menemui para sahabatnya, lalu bersabda, “…Maka bila salah seorang dari kalian melihat seorang wanita, datangilah istrinya, karena yang demikian itu dapat menenteramkan gejolak hatinya.” (HR Muslim).

(4) Menjaga adab-adab saat berkomunikasi dan berinteraksi, termasuk mengatur dan menjaga suasana dan kondisi yang berpotensi membuka risiko penyimpangan

(5) Bagi lembaga, mengondisikan agar tidak terjadi penyimpangan hubungan yang melanggar etika dan aturan perusahaan. Misalnya pada saat dinas di luar kota yang melibatkan karyawan dan karyawati, pada saat penempatan personal, pada saat penyelenggaraan rapat, dan lainnya. Seperti lembaga memberlakukan kostum kerja bagi pegawai yang menutup aurat bagi Muslimah dan juga santun sehingga tidak menimbulkan fitnah.

Hubungan kerja antara pimpinan dan bawahan atau antara karyawan dengan pimpinan itu merujuk kepada seluruh ketentuan perusahaan selama tidak bertentangan dengan fikih dan adab-adabnya. Tidak ada bedanya antara laki-laki dan perempuan terkait dengan substansi pekerjaan. Kecuali saat kemitraan tersebut atau rekan kerja melibatkan antara laki-laki dan perempuan, maka ada adab-adab terkait yang harus ditunaikan.

Sebagaimana penjelasan Syekh ‘Athiyah Saqr, “Sesungguhnya pertemanan dan hubungan kerja antara laki-laki dan perempuan dalam ruang lingkup bisnis, misalnya, maka harus memenuhi adab-adabnya seperti menutup aurat, kesantunan, dan adab-adab dalam berkomunikasi, tidak berjabat tangan, cipika-cipiki saat bertemu, serta perilaku dan kebiasaan lain yang bertentangan dengan agama dan kesantunan.

Sesungguhnya pertemanan yang dimaksud bagi usia milenial atau muda itu lebih berisiko karena rasa dan dorongan nafsu itu lebih dominan daripada logika. Pada saat rasa dan cinta itu lebih dominan daripada logika, maka potensi akan terjadi penyimpangan itu lebih besar khususnya terkait reputasi dan kehormatan setiap individu.

Oleh karena itu, setiap orang harus mengelola dirinya dan memastikan terhindar dan menjauh dari lingkungan dan tempat-tempat syubhat yang berpotensi membuka rumor dan gunjingan akan dirinya.

Dan kita tidak lupa kesaksian realita yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, “Sesungguhnya tidak ada fitnah yang lebih berbahaya sepeninggalku kepada laki-laki selain perempuan” (HR Bukhari Muslim).” (Fatawa li Sabab, Syeikh ‘Athiyah Saqr, Kitabul Yaum, halaman 48).

Sumber: Konsultasi Syariah Republika online, Jum’at 20 Oktober 2023

Demikian. Wallahu A’lam

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here