logo manis4

Pertanyaan

Assalamu’alaikum wrwb Ustadz Kami mohon penjelasan tentang pengambilan madzab dalam masalah fiqih. Misal saya pake syafii, sejauh apa dan bolehkah sekaligus memggunakan madzab lain. (Member Manis 🅰2⃣8⃣)

Jawaban

Oleh: Ustadz Slamet Setiawan

‌و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته

Allah berfirman:

فسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون

“maka tanyakanlah terhadap beberapa orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui” (Qs. Al Anbia : 7)

Umat Islam secara umum terbagi menjadi dua golongan, yakni golongan alim dan golongan awam. Dimana kedua golongan tersebut mempunyai kewajiban yang sama untuk melaksanakan ajaran Islam dengan benar sesuai yang disyariatkan Allah kepada hamba-Nya. Disini golongan alim memiliki kemampuan untuk mendalami dan memahami syariat Islam dengan benar dan juga mampu menyimpulkan apa yang diinginkan oleh Islam itu sendiri. Mereka disebut sebagai mujtahid. Sedangkan orang awam hanya mampu melaksanakan apa yang telah disarikan oleh seorang mujtahid, sehingga mereka disebut muqallid.

Untuk beberapa mujtahid, dengan kapabilitas yang mereka punyai, mereka bisa menggali hukum sendiri dari Al-Quran serta Hadis bahkan juga untuk mereka tak bisa mengikuti pendapat orang lain. Sedang untuk orang awam begitu berat untuk mereka mengerti serta mengambil hukum dari Al Quran serta hadist secara langsung. Jadi bermazhab semata-mata untuk mempermudah mereka mengikuti ajaran agama dengan benar, karena mereka tak perlu lagi mencari tiap-tiap persoalan dari sumber aslinya yakni al-Qur’an, hadist, ijma’ dan lain-lain, tetapi mereka cukup membaca ringkasan tata cara melaksanakan ibadah dari mazhab-mazhab itu. Dapat dipikirkan bagaimana sulitnya beragama untuk orang awam, apabila mesti mempelajari semua ajaran agamanya lewat Al Qur’an dan hadist. Begitu beratnya beragama apabila kebanyakan orang mesti berijtihad. Serta banyak bidang yang menjadi kebutuhan manusia bakal tidak terurus bila seandainya tiap-tiap manusia berkewajiban untuk berijtihad, lantaran untuk memenuhi kriteria ijtihad itu pasti menggunakan waktu yang lama dalam mendalaminya.

Taqlid dalam perbandingan lain bisa kita ibaratkan dengan konsumsi makanan siap saji yang sudah di masak oleh ahlinya. Apabila kita mau memasaknya sendiri sudah pasti kita mesti terlebih dulu mempersiapkan beberapa bahan makanan itu serta mesti mempelajari beberapa cara memasaknya dan juga mesti memiliki pengalaman dalam memasak. Hal semacam ini sudah pasti memerlukan waktu bahkan juga terkadang hasil yang didapat tak memuaskan, tidak menjadi makanan yang lezat. Demikian pula dalam taqlid, sudah pasti ia harus lebih dulu kita pelajari serta menguasai kriteria ijtihad. Mungkin lantaran kapabilitas yang masih kurang, hukum yang dihasilkan juga adalah hukum yang fasid.

Jadi simpulannya, bermadzhab adalah cara yang aman bagi orang awam untuk bisa menjalankan syariat Islam dengan baik dan benar walaupun dirinya mempunyai keterbatasan ilmu.

Lalu bolehkah bermadzhab dengan beberapa mujtahid?

Pada dasarnya tidak ada kewajiban bermazhab dalam Islam, akan tetapi yng ada adalah kewajiban mengikuti Al Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Para imam madzhab pun seluruhnya berwasiat agar pengikutnya tidak taqlid secara buta terhadap pendapatnya, akan tetapi kita diperintahkan untuk mengambil pendapat yang lebih kuat di antara mereka. Jadi kesimpulannya tidak mengapa mengikuti lbih dari satu madzhab.

Berikut saya kutip beberapa wasiat dari imam madzhab yang masyhur:

Wasiat Imam Abu Hanifah

1) “Jika telah shahih suatu hadits, maka ia adalah mazhabku.” (Disebutkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam Al-Hasyiyyah)

2) “Tidak halal bagi seorang pun untuk berdalil dengan pendapat kami, jika ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.”

3) “Haram hukumnya bagi orang yang tidak mengetahui dalil yang aku gunakan, untuk berfatwa dengan pendapatku.”

4) “Sesungguhnya kami hanyalah manusia biasa, kami terkadang mengeluarkan suatu pendapat mengenai masalah tertentu pada suatu hari, dan kami berpaling darinya pada esoknya.”

5) Suatu ketika beliau berkata kepada murid terbaiknya yang bernama Ya’qub atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Yusuf,”Celaka kamu hai Ya’qub! Janganlah engkau menulis segala sesuatu yang telah engkau dengar dariku, karena aku terkadang mengeluarkan suatu pendapat pada suatu hari, dan esok harinya aku meninggalkannya, aku pun terkadang mengeluarkan pendapat pada esok harinya, dan pada lusanya aku meninggalkannya.”

6) “Jika aku mengatakan sebuah perkataan yang bertentangan dengan Kitab Allah dan khabar/sunnah yang datang dari Rasulullah SAW, maka tinggalkanlah perkataanku!”

Wasiat Imam Malik bin Anas

1) “Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia biasa, aku bias benar, dan bisa juga salah, maka perhatikanlah oleh kalian pendapat-pendapatku!, semua pendapat yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah, maka ambillah!, dan semua pendapat yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah, maka tinggalkanlah!.”

2) “Tidak seorang pun di dunia ini, melainkan pendapatnya bisa diambil dan bisa pula ditolak, kecuali Nabi SAW.”

Wasiat Imam Syafi’i

1) “Tidak seorangpun di dunia ini, melainkan pasti ada sunnah/hadits yang tidak diketahuinya. Jika aku mengeluarkan sebuah perkataan ataupun kaidah yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW, maka perkataanku adalah (kembali) kepada apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW.”

2) “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barangsiapa yang telah jelas baginya sunnah/hadits dari Rasulullah SAW (terhadap suatu masalah), maka tidak halal baginya untuk menggantinya dengan perkataan siapapun.”

3) “Jika kalian menemukan dalam kitab karyaku sesuatu yang menyelisihi sunnah Rasulullah SAW, maka berpendapatlah dengan menggunakan sunnah Rasulullah SAW, dan tinggalkanlah perkataanku.”

4) “Jika telah shahih suatu hadits, maka itulah mazhabku.”

5) Suatu ketika Imam Syafi’i berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal,”Engkau lebih mengetahui banyak hadits dan rijalnya dibandingkan denganku. Jika telah shahih suatu hadits, maka beritahukanlah kepadaku di daerah mana ia (periwayatnya) berada, Kuffah, Bashrah, ataupun Syam, hingga aku bisa pergi mendapatkannya, jika ia telah shahih.”

6) “Setiap masalah yang telah shahih berasal dari Rasulullah SAW menurut para ahli hadits, dan menyelisihi apa yang aku katakan, maka aku menyatakan diri untuk kembali (membatalkan perkataanku), baik ketika aku masih hidup, ataupun ketika aku sudah meninggal.”

7) “Jika kalian menemukan aku mengatakan sebuah perkataan yang di dalamnya telah shahih hadits Rasulullah SAW dan aku menyelisihinya, maka ketahuilah bahwa pada saat itu akal sehatku sudah tidak ada.”

8) “Setiap pendapat yang aku katakan, dan hadits Nabi SAW yang shahih menyelisihi perkataanku, maka yang harus didahulukan adalah hadits Nabi SAW, dan janganlah taqlid kepadaku.”

9) “Setiap hadits Nabi SAW adalah perkataan yang menjadi pendapatku, meskipun kalian tidak pernah mendengarnya dariku.”

Wasiat Imam Ahmad bin Hanbal

1) “Janganlah kalian taqlid kepadaku, dan jangan pula kepada Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Al-Auzai, ataupun Imam Al-Tsauri, dan ambillah oleh kalian sunnah itu dari tempat mereka mengambilnya.”

2) “Janganlah taqlid kepada seorang pun dalam urusan agamamu, akan tetapi ambillah ilmu itu dari apa-apa yang dating dari Rasulullah SAW, para sahabatnya, dan tabi’in yang terkenal kebaikannya.”

3) “Imam Al-Auzai telah mengeluarkan pendapat, demikian pula dengan Imam Malik dan Abu Hanifah. Semuanya hanyalah pendapat yang semuanya aku anggap sama saja. Akan tetapi, hujjah yang sebenarnya adalah yang terdapat dalam atsar (dari Nabi SAW dan para sahabatnya).”

Demikian uraian singkat ini, semoga bermanfaat.

Wallahu a’lam.

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Pada Cabang Pertahanan Mana, Kita Nanti Gugur di Jalan Allah SWT?

📝 Pemateri: Ustadz Agung Waspodo, SE, MPP

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Foto kesatuan Suffolks Batalion-1 Resimen-5 yang turut menggempur garis pertahanan Turki Utsmani di el-Arish pada tanggal 2 November 1917.

Garis parit pertahanan (savunma hattı) Turki Utsmani di Gaza sebagaimana foto dari pesawat intai (casus uçağından) milik Inggris, 1917, OIA.

Diperlukan tiga kali gempuran Inggris dan Sekutunya terhadap garis pertahanan terlahir kekhilafahan Turki Utsmani dari Gaza (Gazze) hingga Beersheba (Burüssebi). Pada Perang Dunia Pertama, Inggris memiliki keunggulan angkatan laut serta angkatan udara dengan teknologi penginderaan jarak jauh.

Pada saat itu keseluruhan Brigade-54 Territorial sudah melaju ke utara hingga mendekat kota Jaffa. Dalam tekanan ini, pertempuran singkat terjadi di garis belakang balatentara kekhilafahan Turki Utsmani yang terpaksa mundur ke garis pertahanan berikutnya. Namun, pada akhirnya kota al-Quds jatuh pada tanggal 9 Desember 1917, tepat seperti rencana Jenderal Allenby, “before Christmas”. Hujan turun lebat dan jalanan berubah menjadi kubangan lumpur, semua pergerakan pasukan menjadi tertahan.

Pemandangan parit pertahanan Inggris yang berseberangan dengan parit pertahanan kekhilafahan Turki Utsmani di Gaza, 1917

 

Pasukan Inggris dari Peleton ke-11 sedang beristirahat dalam sebuah wadi (lembah sungai yang kering) pada hari kedua serangan ke Gaza, 1917.

Agung Waspodo, menyemangati dirinya kembali.

Depok, 18 Oktober 2017

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Teman Sejati Yang Setia Menemani

📝 Pemateri: Ustadz Rikza Maulan, Lc., M.Ag

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

عن أَنَس بْن مَالِكٍ رضي الله عنهُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلَاثَةٌ فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ (رواه البخاري)

Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda, “Orang yang meninggal atau mayat akan diiringi oleh tiga hal, yang dua akan kembali, sedang yang satu akan terus menyertainya. Akan mengiringinya keluarganya, hartanya dan amalnya. Harta dan keluarganya akan kembali, sedangkan amalnya akan terus tetap menemaninya.” (HR. Bukhari)

® Hikmah Hadits :

1. Setiap manusia kelak akan tiba di satu titik akhir dalam hembusan nafasnya dalam kehidupan dunia. Dan ketika saat tersebut tiba, maka diri yang semula kuat dan perkasa, atau cantik mempesona, kan berubah menjadi jenazah atau mayat yang tiada berdaya, ditandu menuju ke pemakamannya.

2. Saat tersebut, bisa jadi ada derai air mata yang menghiasi ketika mengantarkan dan mengiringi, terutama keluarganya, kerabatnya, tetangganya, teman dekatnya, hartanya pun sementara masih mengiringinya, karena masih melekat dengan namanya, dan juga tentunya juga amal perbuatannya. Semua kan mengiringi hingga gundukan tanah terakhir usai menjadi kuburnya.

3. Namun satu persatu semua kan pulang kembali ke rutinitasnya, teman-temannya, kerabatnya, bahkan juga keluarganya, semua kan kembali. Hartanya pun kan berpindah tangan ke para ahli warisnya. Tinggallah ia seorang diri di pekuburan yang sepi dan sunyi. Namun ada satu teman setia yang ternyata selalu menemaniya, yang dulu terkadang sering dilupakannya, yaitu amal perbuatannya. Duhai kiranya dahulu ia lebih lebih mengerti, bahwa hanya amala shaleh yang kini menjadi sangat berarti.

Wallahu A’lam

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Ketika Hati Tersentuh Dengan Pelembutnya

📝 Pemateri: Ustadz Rikza Maulan, Lc., M.Ag

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُزَهِّدُ فِي الدُّنْيَا وَتُذَكِّرُ الْآخِرَةَ (رواه ابن ماجة)

Dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Dahulu, aku melarang kalian untuk berziarah kubur, (Namun) sekarang berziarah kuburlah. Karena ziarah kubur itu akan dapat menjadikan zuhud di dunia dan ingat dengan akhirat.” (HR. Ibnu Majah)

©️ Takhrij Hadits :

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dalam Sunannya, Kitab Ma Ja’a Fil Jana’iz, Bab Ma Ja’a fi Ziyaratil Qubur, hadits No 1560. Hadits ini juga memiliki syawahid (riwayat lain yang menguatkan yang redaksinya mirip), diantaranya Imam Muslim, hadits no 3651, Abu Daud no 2816, Tirmidzi no 974, Ahmad no 1173, 4092, 10901, dsb.

®️ Hikmah Hadits :

1. Anjuran untuk ziarah kubur, karena ziarah kubur memiliki peran yang sangat penting bagi hati manusia, khususnya ketika hati sulit untuk berdzikir, berat untuk beribadah, lelah untuk bermuhasabah, dan sebaliknya terdominasi oleh banyak keingingan duniawi yang tiada bertepi. Hadits di atas menggambarkan kepada kita, ada dua keutamaan yang akan didapatkan dari ziarah kubur, yaitu :

(1) Menjadikan zuhud terhadap dunia, karena dengan ziarah kubur seseorang akan diingatkan bahwa kelak di tempat seperti inilah akhir dari kehidupannya di dunia. Hanya tempat sempit berukuran 2 X 1 meter saja, beralaskan tanah, berselimutkan kafan, berkawan dengan cacing, tidak membawa uang, kartu ATM, smartphone, dsb. Terputus hubungan dari dunia luar, bahkan dari keluarga terdekat yang dicintainya.

(2) Mengingatkan diri akan kehidupan akhirat, karena dengan ziarah kubur akan menguatkan keyakinan bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara saja. Jika saatnya tiba, maka semua akan ditinggalkan, dan kehidupan akan beralih ke perjalanan selanjutnya yaitu alam barzakh (alam kubur), untuk selanjutnya kelak akan dibangkitkan di Yaumil Hisab.

2. Diriwayatkan suatu ketika Ali bin Abi Thalib berjalan melewati suatu area pekuburan yang sepi dan sunyi, lalu beliau berujar :

يا أهل القبور أخبرونا عنكم أو نخبركم, أما خير من قبلنا فالمال قد اقتسم، والنساء قد تزوجن، والمساكن قد سكنها قوم غيركم، ثم قال أما والله لو استطاعوا لقالوا لم نر زادا خيرا من التقوى (ذكره ابن عبد البر في التمهيد)

Wahai sekalian Ahli kubur, beritakanlah kepada kami tentang keadaan kalian, ataukah kami yang akan memberitakan kabar kami kepada kalian? Adapun kabar kami kepada kalian adalah bahwa sesungguhnya harta kalian telah dibagi-bagi (kepada ahli waris kalian), istri kalian telah menikah lagi (dengan orang lain), rumah kalian telah dihuni oleh penghuni barunya). Kemudian Ali ra berkata, ‘Sekiranya kalian bisa berbicara, pastilah demi Allah kalian akan mengatakan bahwa tidak ada bekal selain takwa.” (Disebutkan oleh Ibnu Abdil Barr dalam At-Tahmhid).

3. Ulama mengemukakan bahwa ada empat penawar yang dapat melembutkan hati, yaitu :

(1) Melepaskan diri dari kebiasaan buruk dan beralih untuk senantiasa meghadiri majlis ilmu, majlis nasehat dan majlis yang mengingatkan akan kehidupan akhirat

( الإقلاع عما هي عليه بحضور مجالس العلم والوعاظ والتذكير )

(2) Memperbanyak ingat kematian (dzikrul maut), yang merupakan pemutus segala kenikmatan dunia

( ذكر الموت فيكثر من ذكر هاذم اللذات )

(3) Menyaksikan orang yang sedang naza’ saat sakaratul maut ( مشاهدة المحتضرين ).

Suatu ketika Imam Hasan Al-Basri menengok orang sakit yang pada saat tersebut sedang naza’ sakaratul maut. Lalu saat pulang ke rumahnya, wajah beliau berubah tidak seperti wajah saat berangkat dari rumah. Dan ketika ditawari makan oleh keluarganya, beliau hanya berucap, ‘Sudahilah makan dan minum kalian, karena demi Allah sungguh aku melihat beratnya sakaratul maut, Sungguh melihatnya, menjadikanku untuk (komitmen) beramal shaleh hingga kelak aku meninggal. (Disebutkan oleh Imam Qurthubi dalam At-Tadzkirah)

(4) Berziarah kubur ( فزيارة قبور الموتى ).

Karena ziarah kubur akan dapat mengantarkan seseorang pada tujuan yang tidak dapat didapatkan pada hal-hal sebelumnya, seperti nasehat, dzikrul maut atau menyaksikan orang yang sedang sakarat. Kerena saat hati membutuhkan “peringatan”, belum tentu bisa bersesuaian dengan orang yang sedang sakarat. Maka Ziarah kubur insya Allah dapat menjadi penawar bagi hati yang belum tentu bisa didapatkan dari hal-hal lainnya.

4. Saat ziarah kubur, hendaknya seseorang mengambil pelajaran dari semua orang-orang yang telah dikubur. Bukankah mereka semua dahulu juga hidup seperti diri kita? Bukankah dahulu mereka juga bekerja mencari nafkah dan mengumpulkan harta? Bukankah mereka dahulu juga punya banyak karyawan, anak buah atau orang-orang suruhan yang membantu urusan mereka? Bukankah dahulu mereka semua juga orang-orang yang banyak keluarga dan handai taulan serta suka berkumpul dan bercengkrama serta tertawa satu sama lainnya? Bukankah mereka dahulu juga merupakan orang suka dengan fasilitas kehidupan dunia dan kemewahannya? Namun lihatlah sekarang, kematian telah memutus segala asa, keingingan, harapan dan ambisinya?

Tinggallah diri mereka hanya terbungkus kain kafan yang polos, bahkan tidak bawa tas, tidak ada HP, tidak ada uang dan tidak ada kantongnya? Tanah sekarang telah menutupi wajah ganteng dan cantik mereka. Menjadi yatim dan janda semua anak dan istri mereka. Telah dibagi-bagi semua harta benda dan aset mereka, dan tidak ada satupun yang tersisa untuk dirinya. Satu-satunya harapannya adalah amal shalehnya, yang kadang ketika hidup ia melalaikannya. Maka, mari kita semua beramal shaleh, menyiapkan bekal untuk saat hari malaikat maut datang menjemput. Dengan harapan, mudah-mudahan kita semua dapat menghembuskan nafas terakhir kelak dengan husnul khatimah, mendapatkan ampunan dan keridhaan Allah SWT.

Wallahu A’lam

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Keluarga Sukses Dunia Akhirat

📝 Pemateri: Ustadz Bendri Jaisyurrahman

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Bismillahirrahmanirrahim..

Kesuksesan dalam keluarga muslim seharusnya bukan hanya di dunia namun yang lebih utama adalah sukses di akhirat, dimana semua anggota keluarga dapat berkumpul di surga Allah Ta’ala.

Untuk memotret tentang KESUKSESAN KELURGA mari kita tadabburi QS. Ali Imran Ayat 33.

KESUKSESAN KELUARGA

إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ
إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing). (Ali Imran :33)

Ada 3 tipe sukses dalam keluarga :

1. Sukses Dunia (Keluarga Fir’aun dan Qorun)

Keluarga ini meraih kesuksesan materi di dunia dengan kemewahan dan harta yang sangat melimpah, namun di akhirat mereka tercerai berai (karena kebersamaan hanya ada di surga, di neraka tidak ada kebersamaan)

Inilah sejatinya yang disebut dengan “broken home” yang sesungguhnya. Bukan tercerai berainya keluarga di dunia, namun keluarga yang tidak mampu berkumpul di surga itulah sejatinya keluarga “Broken home”.

2. Sukses Akhirat (Nabi Nuh dan Nabi Adam).

Mengapa di surat Ali Imran :33, tidak ada kata َآلَ (keluarga) untuk Nabi Nuh dan Nabi Adam? karena ada anggota keluarganya yang berkhianat dalam masalah aqidah dan risalah yang dibawa oleh suaminya.

Nabi Adam dan Nabi Nuh menjadi Role Model orang yang sukses dengan visi misinya. Mereka orangtua yang bersungguh-sungguh dan bersabar terus menerus melakukan dakwah pada kelurganya, namun Hidayah tetaplah milik Allah Ta’ala sehingga masih ada anggota keluarganya yang bermaksiat.

3. Sukses Dunia dan Akhirat (Nabi Ibrahim dan Imran)

Syarat keluarga sukses ada 3, yaitu :
1. Pasangannya baik
2. Punya anak yang baik
3. Cucu dan anak keturunan yang baik

Kriteria “Keluarga Terbaik”
√ Pasangan yang salihah:
Keluarga Ibrahim : Sarah, Hajar
Keluarga Imran : Hannah

√ Anak yang Shalih/ah :
Keluarga Ibrahim : Ismail dan Ishaq
Keluarga Imran : Maryam

√ Cucu /Cicit yang shalih:
Keluarga Ibrahim : Ya’qub>> Yusuf
Keluarga Imran : Isa bin Maryam

BELAJAR DARI KELUARGA IBRAHIM

1. ORANGTUA SEBAGAI TELADAN

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qs. At-Tahrim :6)

Perhatikan perintah Allah dalam ayat tersebut, Allah meminta kita menyelamatkan diri sendiri dulu baru keluarga kita.

Demikian juga jika kita tengok doa-doa Nabi Ibrahim, selalu diawali dengan berdoa untuk dirinya terlebih dahulu baru untuk keluarganya.
Diantaranya di ayat berikut :

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. (Qs. Ibrahim : 35)

Ibaratkan jika kita berada dalam sebuah kecelakaan pesawat dan dalam kondisi darurat. Maka sebelum memberikan pertolongan ke orang lain kita harus memberi pertolongan pada diri kita dulu, sebelum memasangkan masker oksigen ke orang lain maka kita pasangkan pada kita dulu. Karena bagaimana kita bisa menolong orang lain jika diri kita sendiri dalam keadaan kritis.

Karena itulah fokus pertama dalam pembelajaran parenting adalah orangtua. Yang harus pertama kali belajar adalah orangtua. Itulah mengapa dinamakan “parenting” bukan “childrening”.

Jangan sampai kita mengharapkan anak shalih tapi malah lupa menshalihkan diri sendiri. Orangtua harus senantiasa belajar dan tidak boleh berhenti belajar dan memperbaiki diri. Karena anak yang malas belajar berawal dari orangtua yang malas belajar.

Maka, orangtua harus memiliki daya pengaruh pada anak sehingga dapat menjadi teladan untuk anak.

Mengapa harus menjadi teladan?
√ Keteladanan adalah NASEHAT yang menyentil
√ aturan untuk KITA bukan untuk ANDA
√ Anak lebih meniru apa yang DILIHAT dibandingkan apa yang didengar.

Teruslah memperbaiki diri, karena keluarga sukses adalah keluarga yang mampu HIJRAH bersama.

2. HARMONISASI PASUTRI

Salah satu kunci keberhasilan Nabi Ibrahim adalah memiliki istri-istri yang shalihah.
Karena pasangan yang shalih/ah adalah modal awal dari keberhasilan proses pengasuhan, karena itu awal dari gagalnya pengasuhan adalah salahnya memilih pasangan.

Hak anak adalah mendapatkan orangtua yang baik. Maka menikah bukan hanya perkara mencari istri dan suami tapi mencari ibu/ayah untuk anak-anak kita kelak.

Mengapa harus harmonisasi?
Ayah dan ibu adalah ibarat kemudi mobil, jika tidak harmonis maka rentan mogok atau celaka. Sebagian besar masalah anak bermula dari hubungan pasutri yang tidak harmonis.
Maka jika sudah terlanjur, segera perbaiki hubungan dengan pasangan sebelum fokus ke anak (perbaiki hubungan pasutri).

Sampah negatif istri yang didapat dari suami berdampak pada pengasuhan anak. Ibu yang suka marah pada anak merupakan salah satu tanda tidak bahagianya ia dengan suaminya.
Karena tugas suami adalah memberi kenyamanan pada istri.
Maka sebelum menjadi ayah dan ibu yang baik, jadilah suami dan istri yang baik terlebih dahulu.

Dasar dari HARMONISASI adalah AGAMA dan SALING RIDHO.

Contoh kisah Nabi Ibrahim dan Siti Hajar yang ditinggal di Makkah bersama Ismail.

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (Qs. Ibrahim :37)

Singkat kisah…

Ketika sampai di Makkah Ibrahim memberi isyarat kepada Hajar agar menuju suatu tempat.
Dengan berbekal tempat makanan berisi kurma dan tempat minum berisi air, Ibrahim membelakangi Hajar dan kemudian melangkah meninggalkan keduanya. Hajar mengikutinya dan bertanya, “Hendak ke manakah, wahai Ibrahim? Engkau meninggalkan kami di lembah yang tiada teman atau apa pun?”

Hajar mengulang pertanyaannya beberapa kali. Saat dilihatnya Ibrahim hanya diam, segera ia tersadar. “Apakah Allah yang menyuruhmu berbuat demikian?” tanyanya dengan kecerdasan luar biasa. “Benar”. Jawab Ibrahim. “Jika demikian maka Allah tidak akan menelantarkan kami,” Jawab Hajar dengan penuh ketakwaan. Kemudian Ia kembali ke tempat semula, sedangkan Ibrahim melanjutkan perjalanannya.

Nabi Ibrahim pergi bukan atas kemauannya sendiri, Ia pergi karena perintah dari Allah. Dengan berat hati Ia pergi melanjutkan perjalanannya sampai ke tsaniah, tempat dimana Hajar dan Ismail tidak bisa melihatnya. Ibrahim adalah Ayah yang begitu penyayang, Ayah yang begitu penyayang itu sangat sedih, namun ia yakin Allah menginginkan yang terbaik untuk hambaNya. Tanpa sepengetahuan Hajar, Ibrahim menghadapkan wajahnya ke Baitullah seraya mengangkat kedua tangannya dan berdoa,” Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”

Pelajaran dari kisah tersebut :

√ Istri harus menjaga wibawa suami, menghargai suami.
Dampak istri yang tidak menghargai suami adalah anak menjadi t

idak menghargai Ayahnya. Begitu pula sebaliknya jika suami tidak menghargai istri, maka anak menjadi tidak menghargai ibunya.

√ Sebelum menjadi ayah dan ibu yang baik jadilah suami istri yang baik dahulu. Penuhi hak pasangan terlebih dahulu sebelum memenuhi hak anak.

Jika ada perceraian maka, tetap jagalah adab. Di antara adab untuk pasangan yang telah bercerai yang sering terabaikan adalah menjaga nama baik masing-masing, bukan mengumbar aib mantan istri atau suami seperti yang lumrah terjadi hari ini di media sosial.
Jangan lupakan kebaikan masing-masing, terutama wanita yang mudah kufur terhadap kebaikan suami.

Ingat : Ada mantan suami atau istri, tapi tidak ada mantan ibu dan mantan ayah.

√ Harmonisasi adalah faktor yang sangat penting dalam mendidik anak, maka fokuslah pada kebaikan pasangan masing-masing.
Karena harmonisasi pasutri adalah magnet bagi anak.

Tips : Catat kebaikan-kebaikan (moment terbaik) bersama suami/istri untuk menjaga khusnudzon kita pada pasangan. Karena kebaikan mengapuskan keburukan.

3. MEMILIKI VISI BERKELUARGA

Dasarnya adalah surat At-Thur:21 dan At-Tahrim:6

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (At-Thur : 21)
[inilah Visi pertama keluarga muslim : Masuk surga sekeluarga]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim :6)
[Visi kedua : Terbebas dari api Neraka]

Visi Ibrahim (Qs. 35-37) :
√ Penyelamatan Aqidah
√ Pembiasaan Ibadah
√ Pembentukan Akhlakul Karimah
√ Pengajaran Lifeskilk (enterpreneur)

Orientasi hidup keluarga muslim adalah pada AKHIRAT, dan fokus utamanya adalah IMAN.
Orangtua yang orientasinya hanya dunia akan berakibat pula pada anak yang tidak memiki orientasi akhirat.

Bagaimana mengetahui visi misi kita sudah benar atau belum?
Pakai prinsip Ibnu Jarir Ath-Thobari, bahwa bagaimana obrolan rakyat sehari-harinya itulah cerminan bagaimana pemimpinnya.

Obrolan rakyat di masa khalifah Sulaiman adalah tentang keluarga dan anak.

Obrolan rakyat di masa khalifah Walid adalah tentang pembangunan.

Obrolan rakyat di masa khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah tentang ibadah, sholat, dll.

Jika diibaratkan Rakyat = Anak, dan Raja = Orangtua.

Maka, dengarkanlah dialog anak-anakmu apakah tentang dunia atau gentang akhirat. Maka itulah sejatinya kemana arah visi misi keluarganya saat itu.

Tanya Jawab

1. Mengapa pembahasan parentingnya dari sisi keluarga Ibrahim bukan dari Rasulullah?

Jawab :

Pembahasan tentang keluarga Rasulullah tak dapat lepas dari pembahasan Nabi Ibrahim, karena Rasulullah adalah buah dari doa Nabi Ibrahim.

Dalam riwayat Ibn Ishaq sebagaimana direkam, Ibn Hisyam di Kitab Sirah-nya; kala itu Sang Nabi ShallaLlahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab dengan beberapa kalimat. Pembukanya adalah senyum, yang disusul senarai kerendahan hati, “Aku hanyasanya doa yang dimunajatkan Ibrahim, ‘Alaihissalam..”

“Duhai Rabb kami, dan bangkitkan di antara mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri; yang akan membacakan atas mereka ayat-ayatMu, mengajarkan Al Kitab dan Al Hikmah, serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaqksana.” (QS Al Baqarah : 129)

2. Bagaimana menyeimbangkan peran laki-laki sebagai Qowwamah (suami) dengan peran sebagai anak, saudara dan yang lainnya.

Jawab :

Qowwamah bagi laki-laki adalah fitrah.
Fitrah Qowwamah laki-laki adalah bersikap adil dan seimbang, kecuali jika fitrah tersebut rusak.

Sifat Keshalihan laki-laki :
1. Mengasah fitrah Qowwamah
2. Berbuat baik dan berhubungan baik dengan oranglain karena Allah. Karena orang shalih akan dipaksa oleh imannya untuk selalu ihsan.
3. Mendamaikan bukan memihak, jikapun memihak ia memihak kebenaran bukan berdasar kesenangan.
4. Berbuat baik dari yang terdekat (ini ajaran islam). Keshalihan yang hakiki dimulai dari orang yang terdekat. Karena kebaikan itu harusnya bertambah bukan berpindah.

3. Bagaimana cara menghadapi suami yang galak, gampang marah sampai anak-anak saja tidak nyaman dengan kehadiran ayahnya dan berharap si ayah tidak di rumah (dinas luar)? Istri sudah coba memberi nasihat dengan baik pada suami sambil memijatnya, namun tetap tidak ada perubahan.

Jawab :

1. Jaga harga diri suami di depan anak (menjaga kewibaan suami).
Istri harus melindungi keqowwamahan suami dan menjaga keshalihan anak meskipun tidak ada orangtuanya.

Maka jika anak mencaci ayahnya saat ayahnya tidak ada di depannya, maka harus dicegah atau dihentikan jika tidak maka kita membiarkan anak kita berbuat dosa dan merusak wibawa suami.
(potong kemaksiatan dengan cara yang baik)

2. Menceritakan kebaikan-kebaikan suami kepada anak.

3. Mencegah lisan kita untuk curhat pada anak, bila perlu curhatlah dan menangislah hanya kepada Allah. Kita boleh curhat kepada orang tersekat kita dengan tujuan bukan untuk mengumbar aib suami tapi hanya untuk meminta solusi.

4. Sekesal-kesalnya kita jangan hilangkan kelembutan kita pada objek dakwah kita (suami).
Karena semakin shalihah istri, harusnya suami semakin merasakan kemanfaatkan ilmu dan keshalihan kita. Jadilah kita (istri) ayat qauniyah yang menjadi kunci dakwah bagi keluarga kita.

5. Suami kita adalah hasil produk pengasuhan dari keluarganya yang mungkin belun sempurna. Maka tugas kita adalah menyempurnakan kekurangan atau kegagalan yang ada.

Wallahu a’lam..

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Sebarkan! Raih Pahala

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Dipersembahkan oleh: manis.id

📱 Info & pendaftaran member: bit.ly/mediamanis

💰Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
a.n Yayasan MANIS,
No Rek BSM 7113816637

Info lebih lanjut: bit.ly/donasidakwahmanis

logo manis4

Orang Yang Meninggal Karena Wabah Adalah Syahid

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz izin bertanya. Apakah seseorang yang wafat karena covid, bisa dikatakan wafat dalam keadaan syahid?


🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

Jawaban

Oleh: Ustadz Faisal Kunhi

وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

Covid bisa dikatakan sebagai wabah (tha’un), maka orang yang wafat dalam keadaan menderita penyakit tersebut bisa dikatakan wafat dalam keadaan syahid, selama ia istiqomah dalam beribadah dan sabar terhadap penyakit yang Allah taqdirkan untuknya.

Di dalam kitab “Bazlul Maun fi Fadli Tha’un“, Ibnu Hajar Al Asqolani menyebutkan beberapa hadist tentang syahidnya orang yang terkena wabah; berikut hadist-hadistnya

Dari Anas ra Rasulullah SAW bersabda,

“ الطاعون شهادة لكل مسلم “

“Tha’un adalah kesyahidan bagi setiap muslim.“ (Muttafaq alaih).

Dalam riwayat Ahmad dari jalur lain disebutkan:

المقييم فيه كالشهيد “

“Orang yang menetap di dalamnya seperti syahid.“ (HR. Bukhari).

Sementara dalam riwayat Abu Ya’la dari jalur lain disebutkan

ومن أصيب به كان شهيدا “

“Barangsiapa terkena olehnya, maka dia adalah syahid.” (HR. Bukhari)

Kita juga melihat banyak para ulama dan ilmuwan yang wafat di saat pandemi covid ini; ini semua karena Allah rindu bertemu dengan mereka dan Allah wafatkan mereka di jalan para syuhada, sesuai dengan harapan mereka; sungguh kesyahidan adalah anugerah yang tidak Ia berikan kepada setiap hamba-Nya, kecuali mereka yang memohonnya dengan tulus.

Dalam riwayat Mu’adz disebutkan,

وشهادة يختص الله بها من يشاء منكم

“Dan kesyahidan yang Allah khususkan dengannya bagi siapapun dari kalian yang Dia kehendaki.” (HR. Bukhari)

Dalam riwayat al Baihaqi, pada kitab “Ad- Dalail” disebutkan, “Dengannya Allah menjadikan syahid jiwa-jiwa kalian serta keluarga kalian dan Dia sucikan dengannya harta kalian.”

Imam Malik rahihamullah dalam “Al Muwathha”, dari Sumay dari Abu Shalih dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda,

الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Orang yang mati syahid ada lima, yakni orang yang mati karena tho’un (wabah), orang yang mati karena menderita sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan dan orang yang mati syahid di jalan Allah.” (HR. Bukhari, no. 2829 dan Muslim, no. 1914)

Maka dari hadist-hadist di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang wafat karena terkena wabah covid, ia bisa mendapatkan pahala syahid. Wallahu A’lam.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Pemberian Kepada Orang Tua Itu Sedekah Atau Kewajiban?

Pertanyaan

Assalamualaikum ustadz/ ah..Mw tanya,memberi uang kepada orang tua itu termasuk sedekah apa kewajiban?🅰3⃣8⃣

Jawaban

Oleh: Ustadzah Novria,S.Si

و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته

Dalam Qur’an surat al ahqaf : 15
“Dan kami wasiatkan (perintahkan) kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya…”

Dalam Qur’an surat Al Isra : 23
“Dan Tuhanmu telah perintahkan, supaya engkau tidak menyembah melainkan kepadaNya semata, dan hendaklah engkau berbuat baik kepada ibu bapak…”

Dalam beberapa hadist juga di jelaskan begitu pentingnya berbakti kepada orang tua…
Bentuk bakti anak kepada orang tua ada 2 macam
1. Saat masih hidup
2. Setelah meninggal dunia

Saat masih hidup, bakti anak kepada orang tua diantaranya, mengunjunginya, tidak menyakitinya dengan kata-kata dan perbuatan, mendoakan, memberi nafkah dan menjamin fasilitas kehidupan jika orang tua adalah fakir miskin.

Ada 2 syarat kewajiban anak dalam memberi nafkah kepada orang tua.
1. Orang tua fakir miskin
2. Si anak memiliki kelapangan rezeki dan berkemampuan memberikan nafkah tsb.

Jadi, jika anak memiliki kemampuan finansial dan orang tuanya termasuk fakir miskin, maka si anak wajib memberikan nafkah kepada orang tuanya.

Wallahu a’lam.

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Amalan Akhir dan Awal Tahun

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz… Saya mau bertanya, amalan apa yang perlu dilakukan untuk ahir tahun dan awal tahun hijriyah?

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸

Jawaban

Ustadz : Farid Nu’man Hasan

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Tidak ada doa khusus saat pergantian tahun, baik tahun baru Islam atau apa pun, tidak pula ada amalan khususnya.
Sebab dalam sejarah Islam sendiri penetapan tahun baru Hijriyah baru ada di masa Khalifah Umar Radhiyallahu ‘Anhu, bukan di zaman nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Ada pun doa yang beredar di medsos adalah karangan manusia saja atau ijtihad ulama. Tidak boleh disandarkan sebagai Sunnah.

Pada prinsipnya berdoa untuk kebaikan di masa yang akan datang, dan memohon ampun atas yang sudah berlalu, boleh-boleh saja dan boleh dibaca kapan saja. Karena doa tidak masalah disesuaikan dengan hajat masing-masing orang, tanpa mesti menunggu pergantian tahun. Begitu pula shalat malamnya, tidak terikat oleh hari tertentu, silahkan lakukan kapan saja.

Ada pun dalam Sunnah, yang ada adalah doa pergantian bulan. Seperti doa yang disebut oleh Thalhah bin ‘Ubaidillah Radhiyallahu ‘Anhu:

أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا رأى الهلال قال: (اللهم أهله علينا بالامن والإيمان والسلام والإسلام ربي وربك الله)

Bahwa Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam jika melihat bulan hilal berdoa: Ya Allah, tampakkan al-hilal (bulan tanggal satu) itu kepada kami dengan membawa keamanan dan keimanan, dengan keselamatan dan Islam. (HR. At Tirmidzi no. 3451, hasan)

Nah, doa awal bulan ini tentu bisa dibaca di awal bulan apapun, termasuk di awal masuk bulan Muharam yang merupakan tahun baru islam. Inilah yang Sunnah.

Demikian. Wallahu a’lam.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Dakwah Itu Tanggung Jawab Kita

📝 Pemateri: Ustadzah Rochma Yulika

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Menjadi tugas kita bersama untuk mengajak manusia menuju perbaikan. Itulah dakwah. Lantaran berdakwah bukan hanya kala kita mampu berbicara di podium atau di mimbar akbar namun ketika kita bisa mengajak manusia dengan sabar. Ajaklah manusia mengenal Allah, ajaklah manusia mencintai Allah begitu pula ajakah manusia mengenal Rasulullah serta meneladani jejak kebaikan yang diwariskan.

Mengingat manusia sebagai makhluk sosial dan dakwah ini selalu berkaitan dengan banyak manusia maka menjalaninya tidaklah mudah. Butuh banyak menyediakan ruang kesabaran dalam hati kita. Maka belajar mengelola rasa, belajar menata hati dan bersikap bijak dalam kebersamaan menjadi tugas kita.

Tentu bukan hanya rasa sakit yang mendera raga terkadang yang jauh lebih terasa berat adalah kondisi kejiwaan kita. Adakalanya terluka, adakalanya kecewa, bahkan terasa menyesakkan dada kala lisan yang sengaja atau pun tidak yang terucap hingga menggores relung hati manusia.

Allah selalu beri ujian agar kita belajar menguatkan diri. Tak ada ujian yang tiada berakhiran. Tak ada ujian yang terselesaikan. Kita ingat Nasihat Ustadz Rahmat Abdullah, “Setiap kita akan senantiasa diuji oleh Allah SWT pada titik-titik kelemahan kita.

Orang yang lemah dalam urusan uang namun kuat terhadap fitnah jabatan dan wanita, tidak akan pernah diuji dengan wanita atau jabatan. Tetapi orang yang lemah dalam urusan wanita namun kuat dalam urusan uang, tidak akan pernah diuji dengan masalah keuangan.

Orang yang mudah tersinggung dan gampang marah akan senantiasa dipertemukan oleh Allah dengan orang yang akan membuatnya tersinggung dan marah sampai ia bisa memperbaiki titik kelemahannya itu sehingga menjadi tidak mudah tersinggung dan tidak pemarah.

Orang yang selalu berlambat-lambat menghadiri pertemuan forum dakwah karena alasan istri, anak, mertua, atau tamu akan senantiasa dipertemukan dengan perkara ‘mertua datang, tamu datang silih berganti, disaat ia akan berangkat .. terus begitu sampai ia memilih prioritas bagi aktivitasnya apakah kepada dakwah atau kepada perkara-perkara lain.

Kita semua harus memahami dan mengatasi segala kelemahan diri di jalan dakwah ini. Ingatlah, mushaf Al-Quran tidak akan pernah terbang sendiri kemudian datang dan memukuli orang-orang yang bermaksiat.

Setiap kita akan berjumpa ujian. Setiap kita kan beriring cobaan. Kenyataan hidup mengajarkan bahwa manis dan pahit rasa yang hadir sudah menjadi sunatullah. Ibnu Athaillah Al-Iskandari mengatakan, “Adakalanya manusia berjumpa dengan kesulitan, adakalanya juga berjumpa dengan kemudahan. Selalu diergilirkan antara kesulitan dan kemudahan agar manusia selalu bersandar kepada Allah.”

Dalam Islam kita diajarkan tentang seni menyikapi kehidupan. Mendapatkan suasana bahagia ada rasa suka cita kala mendapatinya. sebaliknya ketika kesulitan melanda risau hati menjadi nuansa perjalanannya. Maka iman mengajarkan tentang sabar dan syukur dalam menyikapi segala yang ada. Al-imanu nisyfani, nisyfu shabri wa syukri. Iman itu ada dua bagian yakni shabar dan syukur.

Ciri orang yang sabar:

1. Selalu berorientasi kepada Allah

2. Selalu bersemangat untuk berjuang ilallah

3. Memiliki Fisik yang prima

4. Tidak pernah melemah aktivitasnya

Orang beriman sadar betul bahwa dunia penuh ujian dan kenikmatan. Bijak dalam menyikapi segala kenyatan menjadi kewajibannya. Pemahaman kita tentang sabar harus senantiasa kita perbaiki agar jernih dalam berpikir sehingga tak salah dalam mengambil langkah. Begitu pula iringan syukur sudah seharusnya ada agar Allah memberikan karunia dan akan menjauhkan kita dari azab yang nyata.

Lantas bagaimana kita sebagai seorang muslim harus melakukan yang terbaik untuk menuju Allah? Peran dakwah kita dinantikan banyak kalangan. Kiprah di tengah masyarakat pun harus dilakukan. Ada yang perlu kita sadari. Bahwa bumi dimana kita berpijak belum tentu abadi. Umur yang kita miliki pun berbatas hari. Maka pijakan atas nilai Ilaahi sudah se

harusnya kita pegangi. Sehingga motivasi yang kuat di jalan Ilaahi akan senantiasa mewarnai.

Beberapa karakter yang wajib melekat dalam diri pejuang dakwah.

1. Bekerja dengan ikhlas. Lantaran Ikhlaslah yang menjadikan amal kita bernilai di hadapan Allah. Keikhlasan yang akan meringankan langkah kita. Dan keikhlasan itulah membuat segala yang dirasa ringan adanya.

2. Bekerja dengan mawas. Menjalani kebersamaan itu tidak mudah. Butuh kehati-hatian dalam bersikap, berkata dan memilih kalimat yang bijaksana. Tak semua hati bisa terukur dalam takaran kita. Sangat mungkin ada kata melukai hati. Ada pandangan mata yang menyinggung nurani. Maka melapangkan jiwa dalam hidup bersama saudara harus ada.

3. Bekerja dengan cerdas. Pejuang dakwah harus berusaha untuk mau belajar. Banyak hal baru yang bisa menjadi wawasan. Sehingga mampu bekerja dengan cerdas. Selalu saja mengerti tentang peluang dakwah dan apa yang seharusnya dilakukan. Ada kreativitas dan inovasi supaya dakwah ini kian menggelora.

4. Bekerja dengan keras. Bukanlah dikatakan pejuang jika menjalani amanah dengan setengah-setengah. Kerja yang optimal sesuai kapasitas kita akan membuahkan hasil yang terbaik. Dakwah ini butuh orang yang bisa diajak bekerja dengan gigih, bukan orang yang malas atau melakukan sesuatu tidak ada kesungguhan. Dakwah ini tugas yang diemban manusia melawati masa hidupnya. Tugas yang berkesinambungan yang menjadi warisan dari Rasulullah dalam rangka menegakkan kalimatullah. Bekerja keras inilah yang akan membuat Allah ridha hingga keajaiban Allah berikan kepada manusia. Sungguh tugas dakwah kian hari kian memberat maka sediakan pundak yang kuat untuk memikulnya.

5. Bekerja dengan tuntas. Allah mengisyaratkan dalam ayatnya bahwa dalam menyelesaikan tugas harus tuntas. Tidak tanggung. Terkadang energi negatif membuat kita enggan untuk menyelesaikan dengan tuntas. Boleh jadi kemalasan atau gelisah hati yang membuat langkah terhenti. Enggan meneruskan apa yang menjadi targetnya. Maka butuh manajemen hati sehingga ketuntasan dalam amanah tercapai.

6. Bekerja penuh Produktivitas. Bila kita penuhi kriteria di atas maka akan ada hasil yang nyata sebagai wujud kontribusi kita di jalan dakwah. Ada sejarah yang akan mencatat peran serta kita untuk membangun peradaban yang bermartabat. Seperti itulah yang harus kita lakukan.

Semangat untuk Allah dan akhirat hingga pada akhirnya hanya diri kita dan Allah atas segala yang tersembunyi di hati dan terwujud dalam perbuatan. Wallahu a’lam bisshawwab.

Tanah Gayo, 15 Oktober 2018

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Amalan di Bulan Muharram

📝Pemateri: Ustadz Faisal Kunhi, M.A

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Di bulan Muharram, Rasulullah mensunnahkan kita untuk melaksanakan puasa Asyura, ia adalah puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan, sebagaimana sabdanya:

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163).

Muharram di sebut dengan _syahrullah_, “bulannya Allah“; ini menunjukkan betapa mulianya bulan ini. Sungguh tidak sebuah kata yang bersandingan dengan nama Allah kecuali sesuatu itu begitu tinggi nilainya di sisi Allah subhanahu wata’ala.

Berpuasa pada tanggal 10 Muharram atau pada hari Asyura akan mengugurkan dosa-dosa kecil kita menurut Imam Nawawi, namun diharapkan dosa besarpun bisa menjadi ringan karena amalan tersebut atau bisa meninggikan derajatnya.

Dari Abu Qotadah Al Anshoriy, dia berkata,

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menawab, ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162).

Hari Asyura memilki keutamaan yang sangat agung dan kehormatan yang telah berjalan lama. Berpuasa pada hari itu adalah keutamaaan yang dikenal oleh para nabi.
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, “

يوم عاشوراء كانت تصومه الأنبياء فصوموه أنتم

“Hari Asyura adalah hari berpuasanya para nabi, maka berpuasalah kalian pada hari itu.” (Diriwayatkan oleh Baqi bin Mukhallad dalam kitab Musnad)

Ahli kitab dan kaum Quraisy pada zaman jahiliyah juga pernah melakukan puasa tersebut. Dalham bin Shalih mengatakan, “Aku bertanya kepada Ikrimah, apakah keutamaan hari Asyura ? beliau menjawab, ‘Pada zaman jahiliyah, kaum Quraisy pernah melakukan perbuatan dosa, lalu hal itu membuat mereka tertekan. Mereka pun bertanya cara bertaubat dari dosa tersebut dan dijawab, ‘Puasa Asyura’“.

Ibnu Rajab berkata dalam kitab “Lathoiful Ma’arif” bahwa ada empat keadaan ketika Nabi SAW melaksanakan puasa hari Asyura.

Pertama : Nabi shallahu alahi wa sallam, pernah melakukan puasa hari Asyura di Mekkah dan beliau tidak memerintahkan manusia untuk melakukannya.

Dalam shahih Bukhari di sebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

من شاء فليصم ومن شاء أفطر

“Bagi siapa yang mau, maka hendaklah ia berpuasa dan bagi yang mau, maka ia juga boleh berbuka.” (HR. Bukhari)

Kedua: Pada saat Nabi SAW datang ke kota Madinah, beliau melihat ahli kitab juga berpuasa pada hari tersebut sebagai penghormatan mereka terhadapnya; oleh karena itu beliau ingin menyamai mereka pada perkara yang tidak terlarang, lalu beliau melakukannya dan memerintahkan manusia untuk itu. Kemudian beliau mempertegas dalam memerintahnya dan menganjurkan para sahabat juga untuk mengajak anak-anak mereka untuk berpuasa.

Ketiga: Ketika puasa Ramadhan diwajibkan, maka Nabi SAW tidak memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa pada hari Asyura.

Ibnu Abbas ra berkata: Nabi SAW pernah melakukan puasa Asyura dan memerintahkan manusia untuk melakukannya, tetapi pada saat puasa Ramadhan diwajibkan, maka beliau meninggalkan hal tersebut. Abdullah tidak melakukannya, kecuali hanya untuk mengikuti puasa beliau (Muttafaq ‘alaih).

Keempat: Nabi SAW bertekad pada akhir hidupnya untuk tidak berpuasa hari Asyura secara tersendiri, tetapi ditambah dengan hari yang lain dalam rangka menyelisihi Ahli kitab dalam hal berpuasa.

Dalam riwayat Ibnu Abbas ra berkata, Rasulullah SAW bersabda:

لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع

“Jika aku masih hidup sampai tahun depan, niscaya aku pasti berpuasa pada hari kesembilan. (di bulan Muharram).” ( HR. Muslim)

Dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas, Nabi SAW bersabda,

صوموا يوم عاشوراء وخالفوا اليهود صوموا قبله يوما وبعده يوما

“Berpuasalah kalian di hari asyura dan berbedalah dengan kaum Yahudi, berpuasalah kalian sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya .” (HR. Ahmad)

Semoga Allah menguatkan niat kita dan memberikan kita usia untuk bisa beramal shalih lebih banyak di bulan yang mulia ini.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678