logo manis4

Akhlak Ketika Isolasi Mandiri

📝 Pemateri: Ustadz Faisal Kunhi MA

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Sampai saat ini Indonesia belum terbebaskan dari wabah covid 19, bahkan semakin banyak saudara-saudara yang kita syahid karenanya, ada juga yang sakit kemudian di isolasi di wisma dan di rumahnya. Lalu apa yang seharusnya di lakukan oleh seorang muslim ketika ia melakukan isolasi mandiri?

Seorang muslim harus memilki kegiatan positif ketika ia seorang sendiri sebab setan lebih berkuasa atas dirinya ketika ia sendirian di bandingkan ketika ia sedang bersama sama, sebagaimana sabdanya: “Sesungguhnya setan bersama orang yang sendirian dan menjauh dari dua orang.” (HR Ahmad).

Jika seorang muslim tidak menyibukkan dirinya dengan kegiatan yang positif saat ia sedang isolasi mandiri, maka setan membuatnya sibuk dengan hal-hal yang negatif, sebagaimana yang di katakan oleh Imam Syafi’i

“إِنْ لَمْ تُشَغِّلْ نَفْسَكَ بِالحَقِّ شَغَلَكَ البَاطِلُ

“Jika engkau tidak menyibukkan diri dengan kebenaran maka engkau akan di sibukkan dengan.

Berikut kegiatan yang sebaiknya di lakukan oleh oleh seseorang yang sedang isolasi mandiri:

1. Banyak berzikir, karena dengan dia berzikir hatinya akan menjadi tenang dalam menerima ujian dari Allah dan setan tidak punya kuasa untuk membuatnya ia cemas.

Allah berfirman “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).

Dan dengan berzikir hati juga akan menjadi hidup dan kuat sehingga ia tetap tegar dalam rasa sakit yang ia rasakan, Ibnu Taimiah berkata

الذكر للقلب مثل الماء للسمك فكيف يكون حال السمك إذا فارق الماء ؟

“Dzikir pada hati semisal air
yang dibutuhkan ikan.
Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air.

2. Memperbanyak shalat sunnah, karena ketika ia memperbanyak shalat , maka ia akan memperbanyak sujud , dan ketika itu kesempatan terkabul doanya semakin besar karenanya para ulama berkata
“Sujud itu ajaib , berbisik di bumi namun terdengar di langit. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ العَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

“Keadaan seorang hamba paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah berdoa saat itu.” (HR. Muslim, no. 482)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَأمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ – عَزَّ وَجَلَّ – ، وَأمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ ، فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ

“Adapun ketika rukuk, maka agungkanlah Allah. Sedangkan ketika sujud, maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, maka doa tersebut pasti dikabulkan untuk kalian.” (HR. Muslim, no. 479)

Dan Rasululullah saw jika menghadapi sebuah masalah maka ia segera shalat dan ia sering berkata kepada Bilal
”Wahai Bilai istrahatkan kami dengan shalat“.

Maka Shalat bagi seorang beriman adalah sarana ia beristirahat dari kepenatan yang ia hadapi.

3. Membaca Al Quran, karena Al Quran adalah penyembuh baik untuk penyakit hati ataupun penyakit fisik. Syaikh Abdus Salam Bali berkata:
“Jika gunung saja hancur jika Al Quran di turunkan kepadanya, maka bagaimana dengan penyakit.”

Di Amerika pernah ada sebuah experimen ada 30 orang yang sakit jantung, dan di antara mereka ada yang muslim ada yang kafir, namun semuanya mengalami kemajuan dalam kesehatannya.

ﻭَﻧُﻨَﺰّﻝُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﻣَﺎ ﻫُﻮَ ﺷِﻔَﺂﺀٌ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔٌ ﻟّﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭَﻻَ ﻳَﺰِﻳﺪُ ﺍﻟﻈّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﺇَﻻّ ﺧَﺴَﺎﺭﺍً

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” (QS. Al-Israa’: 82)
.
Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqith menjelaskan bahwa maksud obat dalam ayat ini adalah obat untuk penyakit fisik dan jiwa. Beliau berkata:

ﻣَﺎ ﻫُﻮَ ﺷِﻔَﺎﺀٌ ﻳَﺸْﻤَﻞُ ﻛَﻮْﻧَﻪُ ﺷِﻔَﺎﺀً ﻟِﻠْﻘَﻠْﺐِ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺮَﺍﺿِﻪِ ; ﻛَﺎﻟﺸَّﻚِّ ﻭَﺍﻟﻨِّﻔَﺎﻕِ ﻭَﻏَﻴْﺮِ ﺫَﻟِﻚَ ، ﻭَﻛَﻮْﻧَﻪُ ﺷِﻔَﺎﺀً ﻟِﻠْﺄَﺟْﺴَﺎﻡِ ﺇِﺫَﺍ ﺭُﻗِﻲَ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺑِﻪِ ، ﻛَﻤَﺎ ﺗَﺪُﻝُّ ﻟَﻪُ ﻗِﺼَّﺔُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺭَﻗَﻰ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞَ ﺍﻟﻠَّﺪِﻳﻎَ ﺑِﺎﻟْﻔَﺎﺗِﺤَﺔِ ، ﻭَﻫِﻲَ ﺻَﺤِﻴﺤَﺔٌ ﻣَﺸْﻬُﻮﺭَﺓٌ

“Obat yang mencakup obat bagi penyakit hati/jiwa, seperti keraguan, kemunafikan, dan perkara lainnya. Bisa menjadi obat bagi jasmani jika dilakukan ruqyah kepada orang yang sakit. Sebagaimana kisah seseorang yang terkena sengatan kalajengking diruqyah dengan membacakan Al-Fatihah. Ini adalah kisah yanh shahih dan masyhur” (Tafsir Adhwaul Bayan).

4. Membaca buku, sebab membaca buku adalah teman saat sendirian dan ia bisa menjadi obat untuk menghilangkan kejenuhan, di antara buku yang bisa buku yang membangkit optimisme seperti buku “la tahzan” karya Dr Aid Al Qorni atau buku-buku humor yang positif bisa mengundang tawa, dan tertawa bisa memperkuat imunitas asal tidak berlebihan.

Ulama berkata:

خير الجليس فى الزمان الكتاب

“Sebaik-baiknya teman duduk di setiap waktu adalah buku“

Buya Hamka berkata: “Membaca buku-buku yang baik seperti memberi makanan rohani yang baik.”

5. Mendengarkan ceramah dan nasihat, karena hati ini akan hidup selama ia mau menerima nasihat , dan seseorang akan terhindar dari kerugian selama ia saling menasihati.

Al Hasan Al Bashri berkata,

إنَّ أحبَّ عبادِ الله إلى الله الذين يُحببون الله إلى عباده ويُحببون عباد الله إلى الله ، ويسعون في الأرض بالنصيحة

“Sesungguhnya hamba yang dicintai di sisi Allah adalah yang mencintai Allah lewat hamba-Nya dan mencintai hamba Allah karena Allah. Di muka bumi, ia pun memberi nasehat pada orang lain.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 224).

6. Menulis juga bisa mengobati kejenuhan dalam kesendirian, karena menulis adalah mengkoneksikan apa yang ada diisi kepala kita dengan tangan kita untuk merangkainya dalam sebuah tulisan yang indah.

Ulama berkata:

مَنْ حَفِظَ فَرَّ وَمَنْ كَتَبَ قَرَّ

Siapa yang hanya menghafal saja, maka hafalannya akan hilang dan siapa yang menulis maka tulisannya akan abadi“

Sungguh banyak yang bisa kita tulis selama masa pandemi ini ketika kita lebih banyak dirumah ,maka sungguh merugi orang yang tidak mau menulis, karena menulis adalah proses mewariskan ilmu kepada generasi kita.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

cropped-logo-manis-1.png

Ketika Takut Hafalannya Terlupakan

📝 Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Di antara penyebab yang membuat seseorang tidak mau menghafal al-Qur’an adalah adanya rasa takut jika suatu saat nanti ia tidak bisa menjaga hafalannya, takut hafalannya lupa bahkan hilang. Rasa takut ini bukan hanya dapat menimpa mereka yang punya keinginan untuk menghafal al-Qur’an dan belum sempat memulainya karena masih ragu, tetapi juga bisa menimpa mereka yang sedang dalam proses menghafal dan belum sempat menyelesaikan hafalannya, bahkan bisa juga menimpa mereka yang sudah selesai menghafalnya dengan sempurna. Rasa takut ini sebenarnya didasari dengan adanya keterangan dari sebagian ulama bahwa lupa hafalan al-Qur’an merupakan salah satu di antara dosadosa besar.

Ketika rasa takut tersebut menimpa seseorang yang sudah punya keinginan untuk menghafal al-Qur’an namun ia belum sempat memulainya karena terlalu banyak hal yang dipertimbangkannya, maka biasanya rasa takut tersebut dapat menjadi penyebab timbulnya keraguan, sehingga jika rasa takut tersebut lebih mendominasi dibandingkan dengan harapannya untuk dapat hafal al-Qur’an, maka tak jarang seseorang akhirnya mengurungkan niatnya untuk menghafalkannya.

]ika rasa takut tersebut menimpa seseorang yang masih dalam proses menghafal dan belum sempat menyelesaikan hafalannya, maka ketika rasa takut tersebut mengalahkan harapannya untuk dapat menyelesakan hafalan al-Qur’an, ia juga biasanya membuat seorang penghafal ragu untuk melanjutkan hafalannya sehingga memilih untuk menjaga hafalan yang sudah didapat, walaupun hanya sedikit, dan tidak mau melanjutkan hafalannya karena takut apa yang akan dihafalkannya itu nantinya tidak mampu ia jaga.

Adapun jika rasa takut tersebut menimpa seseorang yang sudah menyelesaikan hafalannya, maka biasanya rasa takut ini bukan lagi merupakan sesuatu yang negatif, bahkan ia menjadi rasa takut yang positif, di mana dengan adanya rasa takut itu seseorang akan lebih semangat menjaga hafalan al-Qur’annya, karena tidak ada pilihan lain yang harus ia lakukan terhadap hafalannya selain menjaga dan memeliharanya dengan baik.

jika demikian, kesimpulannya adalah bahwa takut ‘lupa hafalan’ itu bisa menjadi sesuatu yang negatif, bisa juga menjadi sesuatu yang positif. Ketika ia menimpa seseorang yang belum menghafal al-Qur’an, maka jika ia memang menimpa orang yang hatinya lemah, rasa takut itu bisa mempengaruhi niatnya untuk menghafal al-Qur’an, membuatnya ragu, bahkan membuatnya malah tidak jadi menghafal. Sebaliknya, ketika ia menimpa seseorang yang sudah berhasil menghafal al-Qur’an dengan sempurna, maka rasa takut itu biasanya bukan lagi menjadi sesuatu yang negatif, tetapi justru memberinya dorongan untuk senantiasa menjaga dan memelihara hafalan al-Qur’annya agar jangan sampai terlupakan, bahkan semakin besar rasa takut tersebut, maka semakin besar pula semangat untuk menjaganya.

Lantas, bagaimana solusinya agar orang yang belum atau hendak menghafal tidak terkena pengaruh negatif dari rasa takut tersebut? Jawabannya sederhana, ubahlah yang negatif itu menjadi positif. Caranya, kuatkan hati kalian yang tadinya lemah. Sebab karena hati kalian yang lemah itulah akhirnya sesuatu yang sebenarnya positif bisa menjadi negatif buat kalian. Hati yang kuat adalah hati yang mampu menyingkirkan hal-hal yang negatif sekaligus mampu menghadirkan sisi positif dari setiap sesuatu. Jadi, perbaiki dulu hati kalian, banyak-banyaklah merenungkan hal-hal yang positif.

Perbandingan antara hafal al-Qur’an dan tidak, secara sederhana dapat diilustrasikan dengan perbandingan antara kaya dan miskin. Kekayaan adalah sesuatu yang identik dengan kesenangan, kelebihan harta, dan terpenuhinya segala keinginan. Sementara kemiskinan biasanya identik dengan kesengsaraan, kekurangan harta, kelaparan, dan lain sebagainya. Salah satu tabiat manusia memang selalu menginginkan kesenangan dan kebahagiaan, maka tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa hampir setiap manusia menginginkan kekayaan.

Walaupun sebenarnya kekayaan sendiri merupakan ujian di mana akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Dari mana ia mendapatkan harta tersebut, untuk apa ia gunakan, semuanya akan menjadi pertanyaan yang harus dijawab di akhirat nanti. Tetapi, apakah kalian sendiri lebih memilih miskin daripada kaya karena takut kekayaan tersebut tidak dapat kalian jaga dari hal-hal yang bisa menyengsarakan kalian di akhirat nanti? Pada kenyataannya, banyak orang yang tetap menginginkan kekayaan dengan rasa optimis bahwa kekayaan tersebut akan digunakannya dalam berbagai kebaikan.

Demikian pula seharusnya kalian lebih memilih menghafal al-Qur’an. Bukankah al-Qur’an sendiri adalah kekayaan yang sebenarnya? Rasulullah saw. sendiri sebagaimana dapat kita temukan di dalam Musnad Abi Ya’la-pernah bersabda:

“al-Qur’an adalah kekayaan, tidak ada kefakiran setelahnya, dan tidak ada kekayaan selainnya.” Kalian seharusnya lebih pantas memilih kekayaan dari al-Qur’an daripada memilih kekayaan dunia. Kalian juga seharusnya lebih memilih hafal al-Qur’an dengan tetap optimis bahwa hafalan yang kalian miliki itu akan kalian pelihara dengan sebaik-baiknya, sama dengan ketika kalian memilih kaya dengan tetap optimis bahwa kalian akan mempergunakan kekayaan tersebut dengan sebaik-baiknya. Jika dengan kekayaan kalian yakin bisa bersedekah dan membantu orang lain, maka dengan hafal al Qur’an seharusnya kalian juga yakin bahwa kalian bisa memberikan manfaat dari al-Qur’an yang kalian hafal untuk diajarkan kepada orang lain. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang mempelajari dan mengajarkan al-Qur’an? Wallahu a’lam.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

cropped-logo-manis-1.png

Kewajiban Kepada Kedua Orangtua, Setalah Mereka Berdua Tiada

📝 Pemateri: Ustadz Rikza Maulan, Lc., M.Ag

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

عَنْ أَبِي أُسَيْدٍ مَالِكِ بْنِ رَبِيعَةَ السَّاعِدِيِّ قَالَ بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي سَلَمَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا؟ قَالَ نَعَمْ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا، وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا، وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا (رواه أبو داود)

Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As Sa’idi ra berkata, “Ketika kami sedang bersama Rasulullah Saw, tiba-tiba ada seorang laki-laki dari bani Salamah datang kepada beliau. Laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada ruang untuk aku berbuat baik kepada kedua orang tuaku setelah mereka meninggal?” beliau menjawab: “Ya. (1) Mendoakan dan (2) memintakan ampunan untuk keduanya, (3) melaksanakan wasiatnya, (4) menyambung jalinan silaturahmi mereka dan (5) memuliakan teman mereka.” (HR. Abu Daud)

©️ Takhrij Hadits ;

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud Dalam Sunannya, Kitab Al-Adab, Bab Fi Birril Walidain, Hadits no 4476, juga oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya hadits no 15479.

®️ Hikmah Hadits;

1. Bahwa birrul walidain (berbuat baik kepada kedua org tua) tidaklah terbatas hanya pada saat keduanya masih ada di tengah-tengah kehidupan seseorang. Namun birrul walidain juga tetap harus dilakukan bahkan saat kedua orang tua telah tiada. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas, yaitu sbb ;

(1). Mendoakan kedua orang tuanya ( الصلاة عليهما ). Yaitu mendoakan mereka, agar mendapatkan kehidupan yang baik di akhirat, dilipatgandakan pahalanya amal shalehnya, serta mendapatkan kasih sayang dari Allah Swt sebagaimana mereka mengasihinya di waktu kecil, serta juga tentunya mendoakan agar keduanya di tempatkan di dalam jannah-Nya yang mulia.

(2). Memintakan ampunan Allah Swt untuk kedua org tua ( والإستغفار لهما ). Memintakan ampun disebutkan secara khusus karena ampunan merupakan sesuatu yang sangat diharapkan oleh seseorang ketika sudah meninggal dunia. Dan juga agar seorang anak secara khusus mendoakan agar Allah Swt memberikan ampunan kepada kedua orang tuanya, yang tentunya sebagai manusia mereka tidak luput dari salah dan dosa. Karena bagi orang yang sudah meninggal dunia, ampunan adalah segalanya.

(3). Melaksanakan wasiatnya ( وإنفاذ عهدهما من بعدهما ) Karena terkadang ada janji atau nadzar dari orang tua, atau kewajiban yang belum tertunaikan di masa hidupnya, maka terhadap hal tersebut, anak-anaknya harus melaksanakannya. Misalnya semasa hidup kedua orang tua telah berjanji untuk memberikan santunan kepada anak-anak yatim, namun belum sempat terlaksana mereka telah dipanggil oleh Allah Swt. Maka anak-anaknya lah yang berkewajiban untuk menunaikan segala janji atau wasiat kedua orang tuanya.

(4). Menyambung jalinan silaturahim kedua orang tua yang tidak bisa tersambung kecuali oleh mereka berdua.

( وصلة الرم التي لا توصل إلا بهما )

Yaitu menyambung silaturrahim kepada kerabat kedua orang tua, khususnya yang dekat dan senantiasa disambung oleh kedua orang tua saat mereka masih ada, yang tanpa keberadaan mereka, ikatan silaturrahim tersebut tidak akan terwujud. Jangan sampai jalinan silaturrahim terputus oleh karena wafatnya kedua org tua.

(5). Memuliakan teman mereka ( وإكرام صديقهما ). Bahkan teman dan sahabat baik kedua orang tuapun yang bukan saudara dan kerabat, khususnya yang dekat dan sering berkunjung atau dikunjungi oleh kedua orang tua, hendaknya juga tetap disambung dan dikunjungi sebagaimana kedua orang tuanya dahulu. Karena terkadang hubungan ukhuwah dengan yang tidak memiliki hubungan kekerabatan, dapat melebihi ukhuwah daripada yang memiliki ikatan kekerabatan.

2. Maka berbuat baik kepada kedua orang tua hendaknya tetap dilakukan meskipun setelah kedua orang tua seseorang telah tiada, dengan cara melaksanakan kelima hal yanng dijelaskan dalam hadits di atas.

Ya Allah sayangilah kedua orang tua kami dengan kasih sayang terindah yang pernah Engkau anugerahkan kepada semesta alam.

Wallahu A’lam

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

cropped-logo-manis-1.png

Jangan Pernah Hidup di Bawah Bayang-bayang Masa Lalu

📝 Pemateri: Ustadzah Rochma Yulika

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Setiap perjalanan itu melaju ke depan. Begitulah tabiat waktu. Ada masa lalu yang akan menjadi kenangan. Ada sejarah hidup yang kita tinggalkan. Tak hanya yang indah saja tetapi kepahitan yang kita rasakan pun masih di ruang ingatan kita. Ada juga yang terlupa dari memori kita.

Ada kenangan yang sangat pahit biasanya mudah kita ingat kembali bahkan bisa secara runut kita mengulas kisahnya. Bahkan ada yang sampai membekas jadi trauma. Tak mudah menghapusnya, namun kita harus belajar mengikhlaskannya.

Nasihat Aidh Al Qarni:

“Mengingat dan mengenang masa lalu, kemudian bersedih atas nestapa dan kegagalan di dalamnya merupakan tindakan bodoh dan gila. Itu sama artinya dengan membunuh semangat, memupus tekad, dan mengubur masa depan yang belum terjadi.

Bagi orang yang berpikir, berkas-berkas masa lalu akan dilipat dan tak pernah dilihat kembali. Cukup ditutup rapat-rapat, lalu disimpan dalam ruang penglupaan, diikat dengan tali yang kuat dalam penjara pengacuhan selamanya. Atau diletakkan di ruang gelap yang tak tembus cahaya. Yang demikian, karena masa lalu telah berlalu dan habis. Kesedihan tak mampu mengembalikannya lagi, keresahan tak akan sanggup memperbaikinya kembali, kegundahan tidak akan mampu mengubahnya menjadi terang, dan kegalauan tidak akan dapat menghidupkannya kembali, karena ia memang sudah tidak ada.”

Mari menatap masa depan karena itulah harapan. Ya Mari bergegas bangkit untuk berkarya karena waktu berjalan tiada jeda.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

cropped-logo-manis-1.png

Sebelum Menuntut Pemimpin

📝 Pemateri: Ustadz Abdullah Haidir, Lc

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Sebelum menuntut pemimpin yang konsisten, jadilah pemilih yang konsisten. Tidak gampang pindah pindah pilihan hanya karena iming-iming dan mengejar kedudukan….

Sebelum kau menuntut pemimpin yang adil, maka jadilah pemilih yang adil. Lihat dengan obyektif dan dari berbagai sudut pandang. Jangan lupakan pandangan orang-orang yang engkau nilai adil.

Sebelum menuntut pemimpin yang amanah, jadilah pemilih yang amanah. Jangan sekali-kali memilih karena telah menerima atau dijanjikan sesuatu tanpa mempertimbangkan kelayakannya. Apalagi jika kau telah menyadari keburukannya namun tetap kau pilih karena keuntungan yang kau dapatkan. Itulah sejatinya khianat.

Sebelum menuntut pemimpin yang jujur, jadilah pemilih yang jujur. Pelajari dengan baik rekam jejaknya, sepak terjangnya dan orang-orang dekatnya serta pendukungnya. Lalu biarkan nuranimu menentukannya.

Kalau memilih pemimpin tidak konsisten, jangan heran jk pemimpin pun tak konsisten dlm mengurus rakyatnya…

Kalau memilih pemimpin tidak adil, jangan heran bangsa ini akan selalu kerdil

Kalau memilih pemimpin dgn berkhianat, jangan heran kalau banyak pejabat berprilaku penjahat

Kalau memilih pemimpin tidak jujur, jangan harap bangsa ini bernasib mujur.

Kalau kebohongan pertama dan kedua masih ditolerir, jangan heran jika kebohongan-kebohongan selanjutnya terus mengalir…

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Tetap Menghafal Walaupun Disibukkan dengan Pekerjaan

📝 Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Hal lain yang tidak jauh berbeda dengan apa yang saya katakan sebelumnya, yaitu dalam hal ini terkadang seseorang merasa ragu untuk menghafal al-Qur’an karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Ketika seseorang selalu disibukkan dengan pekerjaannya, maka sudah pasti sedikit waktu luangnya, banyak terkuras tenaganya, dan biasanya sulit untuk dapat mengkonsentrasikan pikirannya jika ia gunakan untuk menghafal al-Qur’an. Jangankan untuk menghafalnya, untuk rutin membacanya pun terkadang mereka merasa sangat berat.

Tiap orang memang berbeda-beda dalam hal kadar kesibukkannya. Ada yang memang kesibukkannya benar-benar padat, sehingga ia sama sekali tidak bisa menyempatkan waktu selain untuk pekerjaannya. Ada yang memang sibuk, tetapi ia sebenarnya masih bisa menyempatkan waktunya untuk aktifitas-aktifitas lain di luar pekerjaan utamanya. Ada juga yang sebenarnya tidak terlalu sibuk, tetapi ia merasa sangat sibuk karena ketidakmampuannya dalam mengelola waktunya.

Kalian yang memang merasa benar-benar sibuk, bisa atau tidaknya kalian menghafal al-Qur’an di tengah-tengah kesibukkan kalian, sebenarnya kembali kepada cara pandang kalian sendiri terhadap kegiatan menghafal al-Qur’an. Jika kalian memandang bahwa menghafal al-Qur’an adalah suatu kebutuhan yang harus selalu terpenuhi, maka sebenarnya tidak akan pernah ada yang bisa menghalangi kalian untuk tetap menghafal al-Qur’an, tidak akan pernah ada yang bisa menghalangi kalian untuk dapat menyelesaikan hafalan hingga sempurna kecuali jika sudah tiba panggilan dari Allah di mana kalian harus menghadap-Nya, yaitu kematian.

Jika kalian ingin benar-benar berhasil menghafalnya di tengah padatnya kesibukkan kalian, maka ubah cara pandang kalian terhadap hafalan al-Qur’an. Jangan menganggapnya sebagai beban, tetapi anggaplah ia sebagai kebutuhan pokok dalam hidup kalian, sama seperti butuhnya kalian untuk makan, minum, istirahat, dan lain-lain. Betapapun kalian sangat sibuk, tetapi ketika kalian memandang hafalan al-Qur’an sebagai kebutuhan, maka tidak akan ada satu hari pun walaupun benar benar dikejar kesibukkan kecuali anda pasti akan menyempatkan waktu untuk menghafalnya. Bahkan, kalian akan merasakan bahwa kalian sama sekali tidak bisa melewati hari kecuali dapat menyempatkan waktu untuk menghafalnya. Seperti halnya kalian punya jam makan atau jam istirahat, maka kalian pun harus punya jam menghafal al-Qur’an.

Namun, memang terkadang seseorang tidak mudah untuk dapat menjadikan hafalan al-Qur’an sebagai salah satu kebutuhan pokok dalam hidupnya. Butuh hati yang benar-benar bersih untuk merasakan butuhnya seseorang terhadap amal kebaikan. Jika demikian, maka paling tidak, jadikanlah menghafal al-Qur’an anda sebagai kewajiban harian, yang sama sekali kalian tidak boleh lalai dari melaksanakannya. Betapapun kalian sibuk, kalian pasti bisa menyempatkan waktu untuk shalat bukan? Tiada lain karena kalian menyadari bahwa ia adalah kewajiban yang tidak boleh kalian tinggalkan. Atau, jika memang masih sulit untuk menanggapnya sebagai kewajiban, maka jadikanlah ia sebagai pelengkap kewajiban. ]ika datang waktu shalat, lengkapilah kewajiban shalat kalian itu dengan menghafal al-Qur’an, baik sebelum maupun sesudahnya. Walaupun mungkin kalian hanya punya waktu lima atau sepuluh menit, tetapi itu sangat berharga dan berguna, bahkan jauh lebih baik daripada anda sama sekali tidak menghafalnya.

Berkaitan dengan hal ini, yang perlu kita ingat adalah bahwa jangan sampai keinginan kita terhadap dunia, kesibukan kita yang tiada hentinya dalam mencari harta, lantas membuat kita melupakan akhirat yang sejatinya merupakan kehidupan abadi untuk kita nanti. Banyak-banyaklah berdoa:

اللهم لا تجعل الدنيا أكبر همنا ولا مبلغ علمنا

“Ya Allah, jangan Engkau jadikan dunia ini sebagai impian terbesar kami serta pengetahuan tertinggi kami,” sebagaimana yang diajarkan Nabi saw. melalui sebuah riwayat yang dapat kita baca di dalam Sunan at-Tirmidzi. Wallahu a’lam.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Andai Ini Ramadhan Terakhirku

📝 Pemateri: Ustadzah Rochma Yulika

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Waktu begitu terasa cepat putarannya.
Setiap lajunya berkuranglah jatah umur kita.
Usia makin menua dan akan sampai pada akhir hidup kita.

Kematian menjadi misteri supaya manusia mempersiapkan diri.
Hidup hanya untuk mengabdi pada Ilahi.
Hingga bekal yang dibawa cukup harus kembali.

Imam Syafi’i berpesan,”Jadikan akhirat dihatimu, dunia ditanganmu, dan kematian di pelupuk matamu”

Saat ini…
Dzikrul maut banyak di depan mata kita.
Ketika terbang tinggi bersama pesawat bisa terjatuh dan tak bernyawa.
Yang di daratan ada banjir bandang melanda.
Yang di kepulauan ada gempa mengguncang wilayahnya.
Yang di pegunungan ada tanah longsor yang mengancam jiwa.
Dan dimana-mana maut sudah mengintai kita.

Tinggal menghitung hari menuju bulan suci.
Dahulu para sahabat menanti datangnya Ramadhan sepenuh hati
Selayak akan datangnya tamu spesial, persiapan menyambutnya sudah jauh-jauh hari.
Banyak amalan yang sudah mulai jadi kebiasaan sehari-hari.

Andai ini Ramadhan terakhir.
Banyak hal yang harus diukir.

“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr : 1-3)

Lantas bagaimana jika ini adalah Ramadhan terakhir bagi kita?

Pernahkah kita membayangkan bahwa ini adalah ramadhan terakhir dalam hidup kita? Hidup itu boleh berharap tetapi kenyataan hidup berkata bahwa yang sudah terjadi adalah kenangan, yang sedang terjadi adalah kenyataan dan yang akan terjadi hanya sebuah harapan. Bagaimana pun juga kita tak pernah tahu bahwa Ramadhan mendatang apakah kita masih hidup?

Jangankan sampai berjumpa dengan Ramadhan, mungkin sedetik ke depan jika Allah berkehendak semua bisa saja terjadi dan saat itulah Allah telah memanggil kita. Dan bila esok Ramadhan terakhir kita maka kita harus bersiap untuk menjadikannya lebih bermakna. Apa saja yang harus kita lakukan.

1. Segera bertaubat dan memperbaiki tabiat.
2. Menambah keimanan dengan menjadi hamba yang taat.
3. Berusaha sebaik mungkin menjalankan syariat.
4. Target optimal dalam beramal sunnah baginya menjadi tekad yang bulat.
5. Tilawah Al-Qur’an tidak pernah terlewat.

Masih banyak lagi sebenarnya yang bisa kita persiapkan. Apalagi nanti ketika masuk ramadhan. Harus lebih bernilai puasanya, lebih banyak tilawahnya, lebih peduli kepada sesama, lebih khusyu’ shalat wajib dan sunahnya serta dzikir sepanjang harinya.

Hidup selalu berbatas dengan kematian. Sudahkah kita bersiap untuk menyambutnya? Kematian bukan datang sesuai harapan kita, namun sudah ditetapkan oleh Sang Maha Kuasa. Kendatipun demikian bolehlah kita meminta dipanjangkan usia agar lebih banyak lagi catatan kebaikan yang kita tinggalkan.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Wafatnya Ulama adalah Musibah untuk Ummat

📝 Pemateri: Ustadz Faisal Kunhi MA

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Wafatnya seorang ulama berbeda dengan wafatnya seorang pejabat. Jika seorang presiden wafat, maka minggu depan sudah ada gantinya; sedangkan para ulama yang mumpuni dibidangnya, ketika ia wafat belum tentu ada gantinya.

Sampai saat ini kita belum mendapatkan penggantinya Natsir, kita juga belum mendapatkan kemampuan ulama yang kompetensinya seperti Hamka, ia penulis, orator dan juga sastrawan.

Wafatnya seorang ulama adalah musibah bagi umat, karena itu pertanda ilmu diangkat oleh-Nya, lalu yang tersisa adalah hanya ulama-ulama karbitan yang tidak memilki kemampuan, lalu mereka menjawab pertanyaan umat tergantung dengan pesanan dan siapa yang bayar, dan tidak peduli apakah fatwanya itu menyesatkan umat atau tidak.

Dalam hadis dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا ، يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا ، اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا ، فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla tidak akan mencabut ilmu dari umat manusia dengan sekali cabut. Akan tetapi, Dia akan mencabut dengan mematikan para ulama (ahlinya). Sampai apabila Dia tidak menyisakan seorang alim, umat manusia akan menjadikan orang-orang yang bodoh sebagai pimpinan-pimpinan mereka. Mereka ditanya (oleh umatnya) lantas menjawab tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Wafatnya seorang ahli ilmu berbeda dengan wafatnya seorang ahli ibadah, karena mereka yang beribadah bisa melakukannya dengan benar karena bimbingan dan penjelasannya para ulama, maka jangan sia-siakan para ulama selagi mereka masih hidup, dengan mendengarkan kajiannya atau duduk di majelisnya.

ويقولُ سيِّدُنا عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عنهُ: مَوتُ ألفِ عابِدٍ قائِمِ اللَّيلِ صائِمِ النَّهارِ أهوَنُ من مَوتِ عالِمٍ بَصيرٍ بِحَلالِ الله وحَرامِهِ

Umar bin Khattab berkata, “Wafatnya seribu ahli ibadah yang rajin melaksanakan tahajjud di malam hari dan puasa di siang hari, masih lebih ringan dari wafatnya seorang ulama yang mengetahui hukum halal dan haram.”

Dalam Alquran ada satu ayat yang oleh sebagian ahli tafsir dijadikan dalil tentang peran ulama. Allah berfirman,

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأَرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا

“Apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah itu, lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?” (QS. Ar-Ra’du: 41)

Ibnu Abbas berkata:

خرابها بموت علمائها وفقهائها وأهل الخير منها “

Yaitu hancurnya sebuah daerah dengan wafat ulamanya, ahli fiqhnya dan orang-orang baiknya.

Zaid bin Tsabit berkata, “Barangsiapa yang ingin melihat perginya ilmu, beginilah cara Allah menghilangkannya yaitu dengan mewafatkan para ulama.“

Wafatnya ulama adalah pertanda rapuhnya sendi-sendi pertahanan umat, karenanya wafatnya mereka harus menjadi motivasi untuk kita semua untuk mempersiapkan anak-anak cucu kita menjadi generasi yang tidak buta akan Islam. Mereka boleh menjadi dokter, insinyur dan lain sebagainya, tetapi mereka harus melek akan nilai nilai Islam yang mulia; kalau Istilah KH. Zainudin MZ, “Otak boleh Jerman tetapi hati tetap Mekah.“

Wafatnya seorang ulama yang hafal Alquran, hendaknya menjadi motivasi buat kita untuk menghafal Alquran dan menjadikan anak cucu kita sebagai generasi menghafal dan mengamalkan Alquran. Jika kita tidak menjadikan semua keturunan kita ahli Alquran, maka jadikanlah salah satunya agar kita mendapatkan mahkota kemuliaan di akhirat nanti.

Wafatnya seorang ulama adalah nasihat buat kita untuk bisa wafat dalam keadaan husnul khatimah yaitu wafat di jalan dakwah, karena bagaimanapun hidup seseorang begitulah ia akan wafat kelak. Siapa yang hidup berjuang memperjuangkan kebenaran, maka ia akan wafat di atasnya; dan siapa yang hidup berlumur dosa dan bangga akannya, maka ia akan wafat hitam legam terkubur dosa.

Kisah wafatnya syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, semoga bisa menjadi penyemangat kita untuk wafat dalam keadaan husnul khatimah.

Syaikhul Islam, beliau wafat di penjara Qal’ah. Beliau mengakhiri hidupnya setelah membaca ayat yang maknanya sangat indah.

Salah satu muridnya, Ibnu Abdil Hadi bercerita, setelah Syaikhul Islam banyak menulis buku, beliau habiskan waktunya untuk beribadah, membaca al-Quran, dzikir, tahajud, hingga wafat. Selama di penjara, beliau mengkhatamkan al-Quran sebanyak 80 atau 81 kali. Dan di akhir bacaan beliau, beliau membaca,

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَنَهَرٍ. فِي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِنْدَ مَلِيكٍ مُقْتَدِرٍ

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Berkuasa.” (QS. al-Qamar: 54).

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Menajamkan Niat Ikhlas Dalam Segala Aspek Kehidupan

📝 Pemateri: Ustadz Rikza Maulan, Lc., M.Ag

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

عن سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ (رواه مسلم)

Dari Sahl bin Hunaif ra,  bahwa Nabi Saw bersabda, “Barangsiapa yang mengharapkan mati syahid dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan mengangkatnya pada derajat para syuhada’ meskipun ia meninggal dunia di atas tempat tidurnya.” (HR. Muslim, hadits no 3523)

Hikmah Hadits ;

1. Niat memiliki peran yang sangat penting dalam amal ibadah yang dilakukan oleh sesorang. Karena niat yang ikhlas dan kesesuaian amalan dengan tuntunan syariat, merupakan syurut qubulil ibadah (syarat diterimanya ibadah) oleh Allah Swt. Sebalinya tanpa didasari dengan niat yang ikhlas, maka ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah Swt, kendatipun bagusnya amal ibadah tersebut.

2. Bahwa niat yang baik untuk mendapatkan sesuatu yang baik, seperti keinginan kuat untuk mendapatkan mati syahid (sebagaimana digambarkan dalam hadits di atas) yang  dibuktikan dengan selalu berdoa kepada Allah Swt agar mendapatkannya suatu kelak nanti, insya Allah ia akan mendapatkan pahala mati syahid sebagaimana yang ia cita-citakan meskipun ia meninggal dunia di tempat tidurnya. Demikianlah dahsyatnya peranan niat dalam segala aspek kehidupan. Karena niat adalah energi dasar dalam segala amal perbuatan yang akan menentukan “kesudahan” dari amal perbuatan. Maka oleh karenanya hendaknya setiap kita selalu berusaha menajamkan niatnya dalam segala amal shaleh. Karena kalau sudah dibulatkan niatnya, insya Allah kita akan mendapatkan pahala niatan tersebut, kendatipun belum sempat untuk mengamalkannya.

3. Menguatkan hadits di atas, dalam riwayat lain disebutkan, dari Jabir dia berkata, Kami pernah ikut berperang bersama Nabi Saw dalam suatu peperangan, ketika itu beliau bersabda, “Sesungguhnya ada beberapa orang  di Madinah yang mereka tidak ikut serta dalam peperangan ini (bersama kita), namun jika kalian pergi berperang melewati suatu lembah, mereka tetap turut bersama-sama kalian (dalam pahala), namun mereka sekarang terhalang (tidak bisa ikut berperang) karena sedang sakit.” (HR. Muslim, hadits no 3534).

Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa selalu menajamkan niat ikhlasnya dalam rangka melaksanakan amal kebajikan, dan mudah-mudahan kita semua masuk ke dalam golongan orang-orang yang ikhlaas… Amiin Ya Rabbal Alamiin.

Wallahu A’lam

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Kekuatan Pasrah dan Urgensi Optimis

📝 Pemateri: Ustadz Dr. H. Saiful Bahri, M.A

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Dalam suasana  _‘âm al-huzni_ seperti saat ini, kita kehilangan banyak ulama, tokoh-tokoh bangsa, sebagian keluarga kita dan teman-teman sejawat serta beberapa orang yang kita cintai. Tetapi bukan berarti kita terus larut dalam kesedihan. Kita harus _move on_ dan mengikuti arahan Nabi Muhammad SAW, untuk menggaungkan takbir di hari-hari ini. Membesarkan nama Allah, bertakbir, bertahmid dan bertasbih kepada-Nya. Karena Allah adalah Dzat yang Mahaagung dan Mahabesar, melebihi apapun yang ada termasuk cobaan dan wabah penyakit yang saat ini mendera kita.

Allah selalu memiliki cara dan momen untuk menumbuhkan optimisme pada hamba-hamba-Nya.

Setelah peluang-peluang kebaikan Allah buka di bulan Ramadan, Dia buka pula peluang kebaikan puasa di bulan Syawwal. Bulan Dzulqa’dah sebagai bulan haram dan kemudian berbagai kebaikan Allah buka di bulan Dzulhijjah.

Amal-amal baik di bulan ini bahkan tiada yang sanggup menandinginya, kecuali seseorang yang keluar dari rumahnya membawa harta dan jiwanya, berniat _jihad fi sabilillah_ kemudian ia tidak kembali karena gugur sebagai syahid.

Ibadah kurban adalah salah satu ibadah khusus di bulan Dzul Hijjah. Di dalamnya terdapat spirit pengorbanan luar biasa, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalâm. Yaitu pengorbanannya dari sejak memupuk kesabaran menghadapi kaumnya dan ayahnya yang lebih suka mendukung rezim yang zhalim, hingga sabar menanti sang buah hati berpuluh-puluh tahun lamanya, dan sampai harus dihadapkan pada sebuah cobaan berat meninggalkan istri dan anaknya di tempat yang tiada kehidupan di dekat Baitullah al-Haram.

Pun saat ia menemuinya kembali setelah lebih sewindu, Allah kembali mengujinya dengan perintah menyembelih putra kesayangannya.

Namun, ujian terakhir ini tidak benar-benar terjadi karena Allah mengantikan Ismail putra beliau dengan seekor domba. Inilah yang kemudian menjadi spirit ibadah kurban hingga saat ini.

Islam datang dengan paradigma kurban yang berbeda. Kurban tidaklah berbentuk persembahan kepada makhluk, kepada sesembahan atau diperuntukkan kepada selain Allah.

Islam memberi makna kedalaman kurban sebagai representasi kedekatan kepada Allah, sebagaimana makna kebahasaan kurban sekaligus menjadi tujuannya yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Kurban tidak terfokus pada daging binatang ternak yang disembelih, bukan juga pada darahnya atau bulu-bulunya. Tetapi, lebih fokus pada ketaatan kepada Allah.

Spirit inilah yang utama dalam ibadah kurban. Kemanfaatan daging kurban diperuntukkan kembali kepada pengurban, ia boleh memakan sebagiannya. Sebagian lainnya diberikan kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan, baik yang memintanya atau yang tidak memintanya.

Daging kurban tersebut harus disembelih pada waktunya sesuai syariat, yaitu pada waktu setelah menunaikan shalat Idul Adha hingga akhir hari tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzul Hijjah. Adapun distribusinya bisa longgar dan memungkinkan untuk dilakukan setelahnya. Misalnya jika ada perencanaan distribusi untuk para pengungsi atau orang-orang yang lebih membutuhkan.

Mari kita dengarkan jawaban Nabi Ismail ketika ayahnya menyampaikan perintah Allah untuk menyembelihnya.

“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyâ’alLâh kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (Ash-Shâffât: 102)

Jawaban Ismail mengajarkan kita tiga hal penting:

Dia memanggil ayahnya dengan panggilan sayang (yâ abati) meskipun selama ini ayahnya jauh secara fisik tapi efektif dalam pembinaan akidah melalui ibunya.
“Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu” (if’al mâ tu’mar) menandakan bahwa dia sangat paham siapa yang memerintah ayahnya.

(ستجدني إن شاء الله من الصابرين)

“insyâ’alLâh kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Adalah sebuah motivasi untuk sungguh-sungguh berusaha menjadi seorang penyabar kemudian berserah diri pada Allah dari usaha yang dilakukannya.

Energi positif dari pernyataan Ismail adalah mendidik anak-anak yang kelak akan menjadi generasi penerus ini selalu kuat mental dan prinsip serta kokoh akidahnya. Seberapa berat cobaan yang dihadapi, dengan mudah ia akan katakan “insyâ’alLâh kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Untuk menjadi pribadi yang sabar secara benar tidaklah mudah, perlu kedewasaan, perlu tempaan matang, perlu kokohnya pertautan kepasrahan kepada Allah. Anak kecil ini menjadi dewasa. Sangat berbeda dengan anak-anak sekarang umumnya yang dewasa secara biologis, namun sayangnya rapuh secara prinsip dan ideologis serta psikologis.

Jika para ayah dan ibu sudah sekokoh keluarga Ibrahim sedangkan anak-anak kecilnya memiliki kepasrahan dan ketakwaaan seperti Ismail. Maka tak perlu ada yang kita khawatirkan terhadap bangsa ini. Seberat apapun masalah dan kondisi yang dihadapi, motivasi kepasrahan dan optimisme Nabi Ismail akan menjadi spirit kebangkitan dari berbagai keterpurukan.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678