logo manis4

Masalah Penghafal al-Qur’an: Tidak Sadar Pentingnya Menghafal al-Qur’an

📝 Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Pada kenyataannya memang tidak semua umat Islam hafal al-Qur’an. Bahkan daripada mereka yang hafal, mungkin lebih banyak yang tidak hafal kecuali hanya surah al-Fatihah dan beberapa surah pendek saja. Bisa jadi mereka tidak hafal karena memang itulah yang menjadi pilihan mereka. Ya.., memilih untuk tidak menghafalkannya. Mungkin mereka tahu bahwa menghafal al-Qur’an itu penting, tetapi ada sesuatu yang menurut mereka jauh lebih penting dibandingkan dengan hanya menghafalkannya. Atau mungkin juga ada di antara mereka yang tidak hafal al-Qur’an karena memang tidak tahu apa pentingnya dan apa gunanya menghafalkan al-Qur’an, sehingga jangankan tertarik untuk menghafalkannya, bahkan terbayang pun tidak.

Kemungkinan lainnya lagi mengapa seseorang tidak hafal al-Qur’an adalah bahwa bisa saja mereka memang tahu dan sadar betul pentingnya menghafal al-Qur’an, punya keinginan dan semangat untuk dapat menghafalkannya, bahkan sudah mencoba berusaha, namun ternyata ia tetap tidak bisa hafal karena adanya faktor penghalang, baik dari dalam dirinya sendiri maupun faktor-faktor dari luar dirinya. Karena mereka menyerah dan tidak mau terus berusaha untuk menyingkirkan segala yang menghalanginya untuk mencapai tujuannya, akhirnya mereka benar-benar tidak bisa hafal.

Sebaliknya, mereka yang berhasil menghafal al-Qur’an, maka mereka adalah orang-orang yang memang sebelumnya tahu sekaligus sadar betapa menghafal al-Qur’an itu merupakan sesuatu yang sangat penting. Karena menurut mereka ia sangat penting, maka tentu saja mereka tidak mau menunda-nundanya, apalagi melewatkannya begitu saja. Atau bisa jadi juga mereka memang menemukan banyak kesulitan dalam menempuh jalannya, menemukan banyak halangan dan rintangan, tetapi karena mereka tetap istiqamah, sabar, dan fokus pada tujuan yang ingin dicapainya, maka akhirnya mereka bisa merasakan nikmatnya setelah apa yang mereka inginkan itu tercapai.

Anda yang memang tahu bahwa menghafal al-Qur’an itu penting, tapi tetap tidak mau menghafalkannya, berarti anda belum sadar. Anda yang mengatakan bahwa mengamalkan al-Qur’an itu lebih penting daripada hanya sekedar menghafalkannya sehingga anda tidak mau menghafal, sudah sampai mana anda mengamalkannya? Ayat mana yang sudah anda amalkan? Bukankah menghafalkan al-Qur’an juga merupakan salah satu bukti pengamalan terhadap al-Qur’an? Anda boleh saja mengatakan bahwa hafal al-Qur’an itu tidak ada apa-apanya jika isi kandungannya tidak diamalkan, maka seharusnya saat itu pula anda berpikir bahwa amalan yang anda anggap “tidak ada apa-apanya saja tidak mau anda kerjakan, maka apalagi mengamalkannya yang memang jauh lebih berat, jauh lebih sukar daripada menghafalkannya?

Adapun untuk anda yang tidak menghafal al-Qur’an karena sama sekali tidak tahu seberapa pentingnya ia untuk anda, maka di antara solusinya sebaiknya anda banyak-banyak membaca, khususnya hadits-hadits Nabi saw. yang berbicara tentang keutamaannya, atau anda juga bisa bertanya kepada mereka yang telah menghafalkannya, maka tidak satupun penghafal al-Qur’an yang malah menyarankan orang lain untuk tidak ikut menghafalkannya, mereka pasti menyarankan anda untuk juga menghafalkannya, karena memang mereka merasakan sendiri betapa al-Qur’an yang sudah mereka hafal itu memberikan kebahagiaan kepada mereka sendiri. Anda pasti akan menemukan jawaban, betapa banyak keistimewaan yang harus segera anda dapatkan dari al-Qur’an dengan menghafalkannya. Apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw. dalam banyak haditsnya tentang keutamaan menghafal al-Qur’an juga sebaiknya bukan hanya anda baca, tetapi juga direnungi. Jangan sampai hadits-hadits tersebut hanya sekedar jadi pengetahuan saja, tanpa dilaksanakan.

Sementara anda yang menyerah dalam berjuang menghafal al-Qur’an, merasakan betapa sulit menempuhnya, maka ingatlah bahwa apa yang akan anda dapatkan dari al-Qur’an itu adalah sesuatu yang luar biasa, dan perjuangan anda itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan balasan yang akan anda terima nanti. Iika anda menyerah begitu saja, maka sebenarnya anda juga menyerah untuk meraih kebahagiaan, keutamaan, serta keistimewaan yang tak akan pernah bisa anda raih dengan jalan lainnya.

Di antara doa yang paling cocok untuk selalu kita panjatkan berkaitan dengan hal ini adalah sebagaimana yang diajarkan Rasulullah saw. yang biasa dibaca di dalam qunut: Allahummahdini fi man hadait (Ya Allah, berilah aku petunjuk di dalam golongan orang-orang yang Engkau beri petunjuk). Mudah-mudahan kita bukan hanya diberi pengetahuan tentang keutamaan menghafal al-Qur’an, tetapi juga diberi petunjuk dan kesadaran untuk tidak menyia-nyiakan keutamaan-keutamaan tersebut. Amiiin.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

cropped-logo-manis-1.png

Ketika Takut Hafalannya Terlupakan

📝 Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Di antara penyebab yang membuat seseorang tidak mau menghafal al-Qur’an adalah adanya rasa takut jika suatu saat nanti ia tidak bisa menjaga hafalannya, takut hafalannya lupa bahkan hilang. Rasa takut ini bukan hanya dapat menimpa mereka yang punya keinginan untuk menghafal al-Qur’an dan belum sempat memulainya karena masih ragu, tetapi juga bisa menimpa mereka yang sedang dalam proses menghafal dan belum sempat menyelesaikan hafalannya, bahkan bisa juga menimpa mereka yang sudah selesai menghafalnya dengan sempurna. Rasa takut ini sebenarnya didasari dengan adanya keterangan dari sebagian ulama bahwa lupa hafalan al-Qur’an merupakan salah satu di antara dosadosa besar.

Ketika rasa takut tersebut menimpa seseorang yang sudah punya keinginan untuk menghafal al-Qur’an namun ia belum sempat memulainya karena terlalu banyak hal yang dipertimbangkannya, maka biasanya rasa takut tersebut dapat menjadi penyebab timbulnya keraguan, sehingga jika rasa takut tersebut lebih mendominasi dibandingkan dengan harapannya untuk dapat hafal al-Qur’an, maka tak jarang seseorang akhirnya mengurungkan niatnya untuk menghafalkannya.

]ika rasa takut tersebut menimpa seseorang yang masih dalam proses menghafal dan belum sempat menyelesaikan hafalannya, maka ketika rasa takut tersebut mengalahkan harapannya untuk dapat menyelesakan hafalan al-Qur’an, ia juga biasanya membuat seorang penghafal ragu untuk melanjutkan hafalannya sehingga memilih untuk menjaga hafalan yang sudah didapat, walaupun hanya sedikit, dan tidak mau melanjutkan hafalannya karena takut apa yang akan dihafalkannya itu nantinya tidak mampu ia jaga.

Adapun jika rasa takut tersebut menimpa seseorang yang sudah menyelesaikan hafalannya, maka biasanya rasa takut ini bukan lagi merupakan sesuatu yang negatif, bahkan ia menjadi rasa takut yang positif, di mana dengan adanya rasa takut itu seseorang akan lebih semangat menjaga hafalan al-Qur’annya, karena tidak ada pilihan lain yang harus ia lakukan terhadap hafalannya selain menjaga dan memeliharanya dengan baik.

jika demikian, kesimpulannya adalah bahwa takut ‘lupa hafalan’ itu bisa menjadi sesuatu yang negatif, bisa juga menjadi sesuatu yang positif. Ketika ia menimpa seseorang yang belum menghafal al-Qur’an, maka jika ia memang menimpa orang yang hatinya lemah, rasa takut itu bisa mempengaruhi niatnya untuk menghafal al-Qur’an, membuatnya ragu, bahkan membuatnya malah tidak jadi menghafal. Sebaliknya, ketika ia menimpa seseorang yang sudah berhasil menghafal al-Qur’an dengan sempurna, maka rasa takut itu biasanya bukan lagi menjadi sesuatu yang negatif, tetapi justru memberinya dorongan untuk senantiasa menjaga dan memelihara hafalan al-Qur’annya agar jangan sampai terlupakan, bahkan semakin besar rasa takut tersebut, maka semakin besar pula semangat untuk menjaganya.

Lantas, bagaimana solusinya agar orang yang belum atau hendak menghafal tidak terkena pengaruh negatif dari rasa takut tersebut? Jawabannya sederhana, ubahlah yang negatif itu menjadi positif. Caranya, kuatkan hati kalian yang tadinya lemah. Sebab karena hati kalian yang lemah itulah akhirnya sesuatu yang sebenarnya positif bisa menjadi negatif buat kalian. Hati yang kuat adalah hati yang mampu menyingkirkan hal-hal yang negatif sekaligus mampu menghadirkan sisi positif dari setiap sesuatu. Jadi, perbaiki dulu hati kalian, banyak-banyaklah merenungkan hal-hal yang positif.

Perbandingan antara hafal al-Qur’an dan tidak, secara sederhana dapat diilustrasikan dengan perbandingan antara kaya dan miskin. Kekayaan adalah sesuatu yang identik dengan kesenangan, kelebihan harta, dan terpenuhinya segala keinginan. Sementara kemiskinan biasanya identik dengan kesengsaraan, kekurangan harta, kelaparan, dan lain sebagainya. Salah satu tabiat manusia memang selalu menginginkan kesenangan dan kebahagiaan, maka tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa hampir setiap manusia menginginkan kekayaan.

Walaupun sebenarnya kekayaan sendiri merupakan ujian di mana akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Dari mana ia mendapatkan harta tersebut, untuk apa ia gunakan, semuanya akan menjadi pertanyaan yang harus dijawab di akhirat nanti. Tetapi, apakah kalian sendiri lebih memilih miskin daripada kaya karena takut kekayaan tersebut tidak dapat kalian jaga dari hal-hal yang bisa menyengsarakan kalian di akhirat nanti? Pada kenyataannya, banyak orang yang tetap menginginkan kekayaan dengan rasa optimis bahwa kekayaan tersebut akan digunakannya dalam berbagai kebaikan.

Demikian pula seharusnya kalian lebih memilih menghafal al-Qur’an. Bukankah al-Qur’an sendiri adalah kekayaan yang sebenarnya? Rasulullah saw. sendiri sebagaimana dapat kita temukan di dalam Musnad Abi Ya’la-pernah bersabda:

“al-Qur’an adalah kekayaan, tidak ada kefakiran setelahnya, dan tidak ada kekayaan selainnya.” Kalian seharusnya lebih pantas memilih kekayaan dari al-Qur’an daripada memilih kekayaan dunia. Kalian juga seharusnya lebih memilih hafal al-Qur’an dengan tetap optimis bahwa hafalan yang kalian miliki itu akan kalian pelihara dengan sebaik-baiknya, sama dengan ketika kalian memilih kaya dengan tetap optimis bahwa kalian akan mempergunakan kekayaan tersebut dengan sebaik-baiknya. Jika dengan kekayaan kalian yakin bisa bersedekah dan membantu orang lain, maka dengan hafal al Qur’an seharusnya kalian juga yakin bahwa kalian bisa memberikan manfaat dari al-Qur’an yang kalian hafal untuk diajarkan kepada orang lain. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang mempelajari dan mengajarkan al-Qur’an? Wallahu a’lam.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Tetap Menghafal Walaupun Disibukkan dengan Pekerjaan

📝 Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Hal lain yang tidak jauh berbeda dengan apa yang saya katakan sebelumnya, yaitu dalam hal ini terkadang seseorang merasa ragu untuk menghafal al-Qur’an karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Ketika seseorang selalu disibukkan dengan pekerjaannya, maka sudah pasti sedikit waktu luangnya, banyak terkuras tenaganya, dan biasanya sulit untuk dapat mengkonsentrasikan pikirannya jika ia gunakan untuk menghafal al-Qur’an. Jangankan untuk menghafalnya, untuk rutin membacanya pun terkadang mereka merasa sangat berat.

Tiap orang memang berbeda-beda dalam hal kadar kesibukkannya. Ada yang memang kesibukkannya benar-benar padat, sehingga ia sama sekali tidak bisa menyempatkan waktu selain untuk pekerjaannya. Ada yang memang sibuk, tetapi ia sebenarnya masih bisa menyempatkan waktunya untuk aktifitas-aktifitas lain di luar pekerjaan utamanya. Ada juga yang sebenarnya tidak terlalu sibuk, tetapi ia merasa sangat sibuk karena ketidakmampuannya dalam mengelola waktunya.

Kalian yang memang merasa benar-benar sibuk, bisa atau tidaknya kalian menghafal al-Qur’an di tengah-tengah kesibukkan kalian, sebenarnya kembali kepada cara pandang kalian sendiri terhadap kegiatan menghafal al-Qur’an. Jika kalian memandang bahwa menghafal al-Qur’an adalah suatu kebutuhan yang harus selalu terpenuhi, maka sebenarnya tidak akan pernah ada yang bisa menghalangi kalian untuk tetap menghafal al-Qur’an, tidak akan pernah ada yang bisa menghalangi kalian untuk dapat menyelesaikan hafalan hingga sempurna kecuali jika sudah tiba panggilan dari Allah di mana kalian harus menghadap-Nya, yaitu kematian.

Jika kalian ingin benar-benar berhasil menghafalnya di tengah padatnya kesibukkan kalian, maka ubah cara pandang kalian terhadap hafalan al-Qur’an. Jangan menganggapnya sebagai beban, tetapi anggaplah ia sebagai kebutuhan pokok dalam hidup kalian, sama seperti butuhnya kalian untuk makan, minum, istirahat, dan lain-lain. Betapapun kalian sangat sibuk, tetapi ketika kalian memandang hafalan al-Qur’an sebagai kebutuhan, maka tidak akan ada satu hari pun walaupun benar benar dikejar kesibukkan kecuali anda pasti akan menyempatkan waktu untuk menghafalnya. Bahkan, kalian akan merasakan bahwa kalian sama sekali tidak bisa melewati hari kecuali dapat menyempatkan waktu untuk menghafalnya. Seperti halnya kalian punya jam makan atau jam istirahat, maka kalian pun harus punya jam menghafal al-Qur’an.

Namun, memang terkadang seseorang tidak mudah untuk dapat menjadikan hafalan al-Qur’an sebagai salah satu kebutuhan pokok dalam hidupnya. Butuh hati yang benar-benar bersih untuk merasakan butuhnya seseorang terhadap amal kebaikan. Jika demikian, maka paling tidak, jadikanlah menghafal al-Qur’an anda sebagai kewajiban harian, yang sama sekali kalian tidak boleh lalai dari melaksanakannya. Betapapun kalian sibuk, kalian pasti bisa menyempatkan waktu untuk shalat bukan? Tiada lain karena kalian menyadari bahwa ia adalah kewajiban yang tidak boleh kalian tinggalkan. Atau, jika memang masih sulit untuk menanggapnya sebagai kewajiban, maka jadikanlah ia sebagai pelengkap kewajiban. ]ika datang waktu shalat, lengkapilah kewajiban shalat kalian itu dengan menghafal al-Qur’an, baik sebelum maupun sesudahnya. Walaupun mungkin kalian hanya punya waktu lima atau sepuluh menit, tetapi itu sangat berharga dan berguna, bahkan jauh lebih baik daripada anda sama sekali tidak menghafalnya.

Berkaitan dengan hal ini, yang perlu kita ingat adalah bahwa jangan sampai keinginan kita terhadap dunia, kesibukan kita yang tiada hentinya dalam mencari harta, lantas membuat kita melupakan akhirat yang sejatinya merupakan kehidupan abadi untuk kita nanti. Banyak-banyaklah berdoa:

اللهم لا تجعل الدنيا أكبر همنا ولا مبلغ علمنا

“Ya Allah, jangan Engkau jadikan dunia ini sebagai impian terbesar kami serta pengetahuan tertinggi kami,” sebagaimana yang diajarkan Nabi saw. melalui sebuah riwayat yang dapat kita baca di dalam Sunan at-Tirmidzi. Wallahu a’lam.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Belajar Berpikir Kontributif dari Nabi Ibrahim (QS Ibrahim:37)

📝 *Pemateri: Ustadz Dr. H. Saiful Bahri, M.A*

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Allah SWT berfirman dalam al-Quran:

رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Surah Ibrahim ayat 37)

Nabi Ibrahim alaihissalâm merupakan salah satu Nabi Allah yang disebut dengan ulul ‘azmi. Beliau menjadi teladan bagi umat ini dalam berdakwah, berjuang menyampaikan risalah Allah. Teladan dalam berkorban dan beramar makruf.

Di antara pelajaran utama yang patut untuk ditiru dari Nabi Ibrahim adalah cara berpikir kontributif dalam bermasyarakat. Terutama yang Allah abadikan dalam Surah Ibrahim ayat 37.

1. Beliau (hanya) mengeluhkan keadaannya kepada Allah. Menandakan kuatnya interaksi dan keyakinannya kepada Allah. Hamba Sang Maha Kuat akan kuat, Hamba Sang Maha Kaya akan merasa mampu berkontribusi dan mampu melampaui rintangan hidup. Orang yang berkeluh kesah kepada Allah, berpeluang meminimalisir mengeluh kepada selain Allah.

2. Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah agar keluarga dijadikan orang-orang yang senantiasa mendirikan shalat. Orang yang mampu mendirikan shalat akan mampu menunaikan zakat dan bersedekah. Orang yang mendirikan shalat adalah pribadi yang mengagungkan Allah. Karena gerakan-gerakan shalat adalah takbir dan ikrar pengagungan terhadap Allah.

3. Nabi Ibrahim berdoa agar hati-hati manusia condong kepada keluarganya. Bukan berarti beliau meminta belas kasihan. Namun, sebaliknya, beliau memohon kepada Allah agar menjadikan keluarganya sebagai trendsetter kebaikan, inspirasi kebaikan yang selalu menjadi magnet ketertarikan orang-orang untuk melakukan berbagai kebaikan.

4. Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah agar mereka diberikan rizki berupa buah-buahan yang menghasilkan. Baik yang yang tumbuh dari bumi, ataupun dimaknai secara umum, apa saja yang membuahkan hasil “tsamarât”. Dan supaya mereka senantiasa bersyukur, dengan senantiasa berpikir kontributif.

Nabi Ibrahim mengajarkan keluarganya dan kita semua untuk berusaha mengekalkan nama baik kita di bibir orang-orang shalih, agar nama kita terus ada dalam doa-doa mereka, sepanjang masa. Itulah permohonan dan doa Nabi Ibrahim yang diabadikan Allah dalam surah Asy-Syu’ara ayat 84. Menjadi tutur kata yang baik bagi generasi setelahnya.

Ibnu Katsir menyebutkan bahwa beliau mewakafkan anak-anaknya menjadi juru dakwah yang tersebar di Semenanjung Arabia, di Syam dan di Afrika.

Orang-orang yang berpikir kontributif akan diberdayakan dan dimampukan Allah. Ia senantiasa berpikir untuk berbagi, memberi, melayani dan terlibat dalam berbagai kegiatan dan proyek-proyek kebaikan. Sekalipun ia dalam keadaan sulit atau terperangkap ketidakberdayaan, ia akan berupaya untuk melompatinya dengan sepenuh keyakinan kepada Allah.

Sedangkan orang yang memiliki pola pikir eksplotatif akan berpikir untuk selalu mendapatkan, mengumpulkan, memonopoli, mengambil, memanfaatkan untuk diri sendiri. Akibatnya ia akan kurang mampu bersyukur dan selalu merasa kurang meskipun terlihat berkecukupan secara materi. Ia berpotensi menajdi rakus dan tamak

WalLâhu a’lam.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Sudah Terlanjur Tua, Bisakah Menghafal Qur’an?

📝 Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Meskipun menghafal al-Qur’an merupakan sesuatu yang penting, sekaligus merupakan amalan yang memiliki banyak keutamaan dan kesitimewaan, tetapi pada kenyataannya memang tidak semua umat Islam sadar bahwa ia benar-benar penting, juga tidak semua mereka mengetahui berbagai keistimewaan dan keutamaannya. Tak jarang pula kesadaran dan pengetahuan tersebut baru mereka peroleh tatkala usia mereka sudah senja. Sehingga ketika mereka punya keinginan untuk turut memperoleh keutamaan dan keistimewaan tersebut dengan menghafalkannya, maka saat itulah biasanya muncul rasa ragu, apakah masih bisa menghafal sementara usia sudah tua?

Apakah masih bisa menghafal al-Qur’an sementara daya ingat sudah tidak seperti dulu saat masih muda?
Apakah masih bisa menghafal aI-Qur’an sementara apa yang harus dipikirkan semakin banyak?

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang kemudian banyak mempengaruhi pikiran mereka. Hingga akhirnya, belum juga mereka mencoba menghafalkannya, tetapi mereka sudah mengambil kesimpulan sendiri, bahwa menghafal al-Qur’an untuk orang yang sudah terlanjur tua itu merupakan sesuatu yang sulit diwujudkan.

Memang benar bahwa daya ingat orang yang sudah tua itu biasanya semakin menurun, berbeda dengan daya ingat ketika masih muda. Tetapi, bukan berarti mereka sama sekali tidak punya kesempatan untuk bisa hafal al-Qur’an. Pada kenyataannya banyak pula orang yang memulai menghafal al-Qur’an di waktu senja dan tetap berhasil hingga menyelesaikan hafalannya dengan sempurna. Memang benar pula bahwa yang tua itu biasanya semakin banyak sesuatu yang dipikirkannya, termasuk di antaranya memikirkan harta, bagaimana memperolehnya, bagaimana ia bisa menyejahterakan anak keturunannya nanti, dan lain sebagainya. Rasulullah saw. sendiri pernah bersabda:

“Semakin tua anak Adam (manusia), maka semakin besar pula dua perkara yang mengiringinya; yaitu kecintaan terhadap harta dan panjangnya umur.” (HR. al-Bukhari)

Namun, pada kenyataannya tak sedikit pula mereka yang berhasil menghafal al-Qur’an meskipun umurnya sudah tua, kesibukannya semakin padat dan pikiran semakin bercabang-cabang. Pada intinya, apa yang diragukan itu sebenarnya tidak selamanya menjadi penghambat seseorang untuk dapat menghafal al-Qur’an, semua kembali kepada tekad dan kesungguhannya masing-masing dan mengusahakannya.

Jadi, faktor yang paling utama dalam hal ini adalah tekad dan kesungguhan. Berhasil atau tidaknya menghafal al-Qur’an di usia senja sebenarnya tidak perlu dijadikan fokus tujuan. Yang penting adalah ketika kita tetap istiqamah menghafal al-Qur’an, istiqamah mengisi masa-masa senja kita dengan al-Qur’an, agar benar-benar mendapatkan husnul khatimah. Tetapi jika Allah mengizinkan kita untuk menyelesaikan hafalan al-Qur’an tersebut, maka itu adalah anugerah yang luar biasa.

Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa menghafal al-Qur’an merupakan salah satu cara terbaik yang dapat dilakukan untuk mengisi masa-masa senja. Ada sebuah riwayat bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya oleh seseorang: “Wahai Rasulullah, siapakah manusia terbaik?” Beliau menjawab:

“Orang yang panjang umurnya dan baik amalannya.” Seseorang tersebut kembali bertanya: “Lalu siapakah orang yang terburuk?” Beliau menjawab:

“Orang yang panjang umurnya tetapi buruk amalnya.” (HR. Ahmad)

Maka, dengan menghafal al Qur’an berarti kita sedang mengusahakan diri untuk menjadi sebaik-baik manusia (khairun nas), yaitu yang panjang umurnya serta baik amalannya, dan menghafal al Qur’an bukan hanya menjadi amalan yang baik, tetapi juga mulia, tiada lain karena kemuliaan al-Qur’an itu sendiri.

Terakhir, ingatlah pula bahwa Rasulullah saw. dan para sahabatnya pun baru mulai menghafal al-Qur’an di waktu usia mereka yang sudah tidak muda lagi. Wallahu a’lam

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Bertaqwa Semampunya

Pembekalan Yang Effektif – Tadabbur Surat Al Muzammil

📝 Pemateri: Ustadz Dr. H. Saiful Bahri, M.A

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Mukaddimah: Persiapan Mental

Surat Al-Muzammil diturunkan Allah di Makkah setelah surat Al-Qalam (Nûn), kecuali ayat terakhir diturunkan di Madinah. Yaitu ayat yang menasakh (menghapus) hukum wajib shalat malam kecuali bagi Nabi Muhammad saw.

Surat ini tidak memiliki nama selain “al-Muzammil” yang berarti orang berselimut, yaitu melingkarkan kain di tubuhnya, atau berselimut si waktu malam.

Surat ini diturunkan di awal-awal masa risalah beliau. Sebagai shock terapi bagi Rasul saw, yang saat itu menggigil dan kemudian berselimut, sakit, dan ketakutan, juga saat tidur dan beristirahat di waktu malam.

Maka Allah memerintahkannya untuk bangun dan bangkit menyampaikan risalah Allah, apapun resikonya.

“Hai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah (untuk sebahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah a-Qur’an itu dengan perlahan-lahan”. (QS. 73: 1-4)

Sebuah perintah yang diturunkan Allah, sebagai pembekalan efektif, shalat malam dan membaca al-Qur’an.
Karena Allah sedang menyiapkan seorang dai dan nabi yang tangguh. Dan karena nantinya tantangan yang dihadapinya tidak ringan.

Shalat malam atau yang sering dikenal dengan qiyâmullail merupakan bentuk pembekalan yang efektif.
Ada perlawanan terhadap keinginan hawa nafsu di sana. Saat orang sedang enak tidur atau bersembunyi dibalik ketakutanya, justru Allah memerintahkan untuk melawannya.  “Bangunlah”.

Menariknya Allah memberikan perkiraan waktu yang ideal untuk latihan penguatan mental ini. Dari sejak “al-laila” yang berarti seluruh malam , kecuali sedikit. Ini untuk tingkatan pertama. Kemudian, Allah menurunkannya menjadi standar.

Qiyâmullail ini pertama kali diwajibkan, kemudian dinasakh dengan ayat ke 20. Adapun Imam Syafi’i, Muqatil bin Sulaiman dan Ibnu Kîsân mendukung pendapat Aisyah ra yang menyatakan kewajiban diatas dihapus dengan turunya kewajiban shalat lima waktu.

Dengan kebiasaan bangun pada waktu malam seperti ini seseorang akan benar-benar mampu melawan dirinya. Inilah persiapan dan penguatan mental yang sangat bagus.

Setelah itu perintah untuk menartilkan bacaan Al-Qur’an, bertujuan agar selain untuk bisa dipahami dengan mudah, juga supaya lebih terasa dan memungkinkan untuk dijiwai. Yaitu bacaan yang dibaca dengan pelan-pelan sehingga memberi hak yang cukup dalam mengartikulasikan bacaan huruf-huruf al-Qur’an juga hukum-hukum yang berkaitan dalam membacanya (tajwid), panjang pendeknya, idghâm izh-hârnya dan sebagainya.

Mengenai alasan, betapa pentingnya malam bagi seorang nabi juga para dai.

Allah menegaskannya di ayat keenam dan tujuh. “Sesungguhnya bangun diwaktu malam adalah lebih tepat (supaya khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak)”. (QS.73: 6-7).

Dengan suasana yang hening akan membantu seseorang dan memudahkannya dalam mengatur suasana hatinya supaya sesuai dengan ritme bacaan al-Qur’an yang dibacanya. Sehingga hati bisa mengikuti gerak mulut.

Sementara diwaktu siang, kondisi seperti ini sangat langka untuk didapatkan. Karena banyak urusan dan orang tergesa-gesa dalam urusannya.

Kata “as-sabhu” aslinya berjalan cepat di dalam air. Untuk mengambarkan betapa sulitnya kondisi dalam kesibukan. Ini kiasan untuk orang yang berpergian dan banyak urusannya.

Tugas Berat Siap Menanti

Setelah itu tugas yang berat pun tidak akan membebani atau menjadi tanggungan yang berlebihan. Karena pemikul amanahnya benar-benar telah siap baik dalam menerima atau menyampaikan risalah, ataupun menanggung resiko yang akan ditemuinya sebagai konsekuensi dakwah tersebut. ’’Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat’”. (QS.73:5)

Qatadah berpendapat, bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah hukuman-hukum Allah. Sebagian ahli tafsir yang lainnya menerjemahkannya dengan janji dan ancaman Allah.

‘’Sebutlah nama tuhanmu, dan beribadahlah kepadanya dengan penuh ketekunan’’ (QS.73:8)

Tugas berat selain di atas, perlu penambahan bekal lagi berdzikir dengan mengingat Allah selalu, juga akan menguatkan mental Rasulullah dalam menjalankan misi risalahnya, bahwa Allah maha kuat, maka siapapun takkan mampu melawannya.

Allah lah sebaik-baik penolong. Allah maha mendengar, sebaik hamba-nya. Allah maha penyayang, dan kisahnya takkan pernah memiliki batas.

Dengan berdzikir, kita akan semakin mengenal Allah. Semakin menatapkan keimanan dan keyakinan kita sebagai penerus risalah Nabi saw.

Itulah yang dikehendaki Allah dalam membekali kekasihnya, Muhammad saw.
‘’(Dia-lah) Tuhan masyrik dan magrhib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Maka ambillah dia sebagai Pelindung’’. (QS.73:9)

Karena dzikir ini merupakan salah satu sumber kekuatan seorang mukmin dalam kondisi apapun. Senada dengan pesan arif Ibnu ‘Atha illah as-Sakandary,

‘’Jangan tinggalkan berdzikir sebab kelalaianmu saat berdzikir. Semoga Allah berkenan mengangkat derajatmu dari dzikir yang penuh dengan kelalaian menuju dzikir yang penuh kesadaran. Dan dari dzikir yang penuh kesadaran menuju dzikir yang disemangati oleh kehadiran-Nya menuju dzikir yang meniadakan segala sesuatu selain-Nya.

Dan yang demikian itu bagi Allah bukanlah merupakan sesuatu yang sulit. Hanya tinggal kita membiasakannya dan mau terus berusaha.”

Sikap Terbaik Dalam Menghadapi Rintangan Dakwah

“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik’’. (QS. 73:10)

Dengan kesabaran akan semakin membuat seseorang dekat dengan Allah. Dan semakin membuatnya kokoh serta istiqomah.

Keyakinan terhadap takdir Allah, juga akan membantu kita dalam bersabar dan membuat segala rintangan menjadi sebuah bumbu kehidupan. Justru akan terasa lebih manis.

Sabar merupakan salah satu bentuk kepasrahan yang positif. Bukan sikap menyerah atau apatis dalam merespon sebuah masalah. Maka siakap sabar seperti ini akan semakin membuat seseorang kuat. Dan akan semakin dewasa dalam mengambil sikap. Karena ia telah mengalahkan ego dan perasaannya.

Bagaimana tidak, bukankah yang memerintah bersikap sabar telah memberikan jaminan. Dia akan membuat perhitungan terhadap orang-orang yang selalu menyakiti dan menghalangi Rasulullah saw., mendustakan risalahnya dan memandangkan permusuhan terhadap risalah yang diembannya. Maka biarlah Allah yang mengurusi mereka.

“Dan biarkan Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar”. (QS. 73: 11)

Allah tangguhkan mereka. Sebenarnya agar mereka mau berpikir untuk bertaubat dan menyadari kekeliruannya. Kemudian segera memperbaiki kesalahannya.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Mereka semakin menjadi-jadi, memusuhi Rasulullah dan orang-orang yang mengikuti dakwahnya. Menindas dan menyakiti mereka, baik secara fisik ataupun dengan tekanan dan teror psikis yang mereka terus lancarkan

Untuk Para Pendusta

‘’Karena sesungguhnya pada sisi kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang menyala-nyala. Dan makanan yang menyumbat di kerongkongan dan azab yang pedih. Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yang berterbangan’’.
(QS.73: 12-14)

Siksaan yang sangat pedih telah Allah siapkan untuk mereka yang memusuhi kekasih-Nya. Adzab yang akan membuat mereka kering dan haus. Tak ada makanan kecuali hanya menambah kepedihan dan rasa kering yang tak terbayangkan.

Sebelumnya, saat sangkakala Israfil ditiup alam semesta ini menjadi demikian rapuh dan lebur dalam kehancuran. Termasuk orang-orang yang ada di atas bumi.

Semua mengalami kefanaan. Karena kekekalan hanya dimiliki oleh Dzat Yang Maha Hidup.

Para pendusta yang memusuhi Rasulullah bukannya tak tahu, bahwa sunnah Allah berlaku untuk orang-orang yang mendustakan utusan-Nya. Umat-umat sebelum mereka telah dibinasakan. Sia-sia kengerian itu bahkan sebagian masih bisa dilacak.

Lihatlah apa yang dialami Fir’aun. Manusia kerdil yang sombong yang menahbiskan dirinya sebagai Tuhan. Kemudian hanya menjumpai kebiasaan yang menghinakan. Ditengelamkan Allah dan kemudian jasadnya diperlihatkan kepada banyak orang yang datang setelahnya. Bahkan hingga saat ini, jasadnya masih dijaga dan terawat baik dalam museum.

Yang demikian untuk diambil pelajaran bagi kaum mukminin juga bagi mereka yang mendustakan dan memusuhi risalah Allah.

“Sesungguhnya kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah) seorang rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir’aun. Maka Fir’aun mendurhakai Rasul itu, lalu kami siksa dia dengan siksaan yang berat”. (QS. 73: 15-16)

Dan seperti kisah kezhaliman dan pendustaan ini masih akan berlangsung terus hingga saat ini, sampai pada hari ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Padahal Allah tak henti-hentinya mengingatkan manusia dan memperingatkan orang-orang dzalim tersebut agar menghentikan kedzalimannya.

“Maka bagaimana kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban”. (QS. 73: 17)

Ini adalah sebuah perumpamaan yang sangat dahsyat. Hari kiamat yang sangat menakutkan itu seperti yang dikisahkan Allah di ayat ini, bahkan akan sanggup mumutihkan rambut anak-anak kecil.

Sebuah gambaran yang menakutkan. Hari yang sangat mengerikan.

Ambilah Sebuah Keputusan

“Sesunguhnya ini adalah suatu peringatan. Maka barang siapa yang menghendaki niscaya ia menempuh jalan (yang menyampaikannya) kepada Tuhannya”. (QS.73: 19)

Peringatan telah dan terus disampaikan Allah maka sekarang semuanya kembali pada diri masing-masing manusia. Dialah yang akan memilih.

Mengikuti petunjuk Allah atau berpaling dan memusuhi serta mendustakan peringatan itu. Inilah kebijakan Allah, setelah itu semua manusialah yang akan menanggung semua pilihannya. Karena Allah pun tak pernah memaksa. Karena ketaqwaan ataupun kemaksiatan manusia tak berpengaruh sedikitpun terhadap kekuasaan Allah. Tidak mengurangi ataupun menambahnya.

Jika seluruh manusia dan jin yang pernah dan akan ada, semua tunduk dalam kepasrahan kepada-Nya; maka tidaklah yang demikian itu menambah kemanfaatan bagi-Nya. Bila seluruh manusia dan jin yang pernah dan akan ada, semua menentang-Nya. Maka tidaklah hal itu mengurangi kebesaran-Nya.

Dan bila seluruh manusia dan jin yang pernah dan akan ada, semua memohon kepada-Nya. Dan semua permohonan itu dikabulkan-Nya, tidaklah hal itu mengurangi kekuasaan dan kebesaran kerajaan-Nya. Kecuali seperti sehelai benang yang dicelupkan kedalam bentangan samudera.

Penutup: Kasih Sayang dan Kemudahan-Kemudahan Allah.

Salah satu bentuk kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya adalah dengan memberikan kemudahan-kemudahan. Termasuk diantaranya keringanan-keringanan yang kita dapatkan, atau sebagian kita kenal dengan “rukhshah”. Demikian juga tentang perintah shalat malam ini. Dari yang semula wajib, kemudian dengan turunya ayat ke dua puluh ini menjadi sunnah.

“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam, atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak mampu menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka dia memberi keringanan kepadamu. Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an.

Dia mengetahui bahwa akan ada diantara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang dijalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an dan dirikanlah sembahyang, tunaikan zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.

Dan kebaikan apa saja yang kamu berbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.

Dan mohonlah ampuna kepada Allah. Sesunggunya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS.73:20)

Karena Allah Maha Mengetahui kondisi hamba-hamba-Nya. Akan ada yang sanggup melakukannya semalam, dan itupun tak akan bisa dilakukan terus menerus karena badan kita memliki hak untuk diistirahatkan. Ada juga yang bisa melakukannya sedikit bahkan ada yang kadang-kadang saja melakukan shalat malam.

Karena ada yang tua dan muda, ada yang sehat dan yang sakit. Ada yang sibuk berperang, memiliki karakter pekerjaan yang melelahkan ada yang sedang stabil imannya dan ada yang labil dan seterusnya.

Maka kemudian Allah jadikan shalat malam hukumnya sunnah. Tapi tetap berfungsi sebagai pembekalan secara efektif bagi penerus risalah Nabi Muhammad saw, sekaligus sebagai jalan untuk meraih kemuliaan di sisi Allah. Seperti dalam firman-Nya. “Dan pada sebagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ketempat yang terpuji”. (QS.17: 79)

Sungguh luas kasih sayang-Nya. Allah memberikan kesempatan bagi hamba-Nya untuk berlomba meraih kemuliaan bagi siapa saja yang  mau berusaha meraihnya. Coba kita renungkan pesan Ibnu Athaillah as-Sakandary, “Allah sengaja menetapkan waktu-waktu tertentu untuk beribadah agar engkau tidak sampai tertinggal karena menunda mengerjakannya.

Dan Allah memberi keluasaan waktu bagimu agar tetap ada kesempatan untuk memilih”

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Adab Membaca AlQuran

Kedudukan Basmalah dalam al-Fatihah

📝 Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Pembahasan mengenai kedudukan basmalah di dalam surah al-Fatihah ini memang menjadi pembahasan yang sangat sering dibicarakan. Imam an-Nawawi (w. 676 H) bahkan di dalam al-Majmu’nya mengatakan: “Ketahuilah bahwa masalah mengenai basmalah ini merupakan masalah besar dan penting, karena ia menentukan sah dan tidaknya shalat.”

Para ulama sendiri sebenarnya sepakat bahwa basmalah ini merupakan potongan ayat dari QS. an-Naml [27]: 30. Namun mengenai apakah ia juga termasuk dalam ayat-ayat surah al-Fatihah ataukah bukan, maka mereka berbeda pendapat. Dalam hal ini Imam an-Nawawi di dalam al-Majmu’ mengatakan: “Adapun mengenai hukum masalah ini, maka madzhab kami (madzhab Syafi’i) menyatakan bahwa basmalah merupakan ayat yang sempurna di awal surah al-Fatihah tanpa adanya perbedaan.”

Di antara dalilnya adalah sebuah riwayat dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. pernah bersabda: “Iika kamu membaca ‘alhamdu lillah’ (surah al-Fatihah), maka bacalah ‘bismillahir-rahmanir-rahim’, karena ia merupakan Ummul Qur’an, Ummul Kitab, dan Sab’ul Matsani. Dan ‘bismillahirrahmanir-rahim’ adalah salah satu dari ayat-ayatnya.” (HR. ad-Daruquthni)

Ada juga riwayat dari Ummu Salamah ra. sebagaimana juga dapat kita temukan di dalam Sunan ad-Daruquthni yang pernah menceritakan karakter bacaan al-Qur’an Nabi saw. Beliau mengatakan: “Adalah Rasulullah saw. apabila beliau membaca al-Qur’an, maka beliau menghentikan bacaannya pada tiap-tiap ayat. Beliau membaca ‘bismillahirrahmanir-rahim’ (kemudian berhenti), ‘ar-mhmanir-rahim’ (kemudian berhenti), ‘maliki yaumid-din’ (kemudian berhenti).”

Abu Ishaq asy-Syairazi (w. 476 H) di dalam al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam asy-Syafi’i mengatakan bahwa wajib hukumnya memulai al-Fatihah dengan basmalah, karena ia merupakan salah satu dari ayat-ayatnya. Jika demikian, sebagaimana dikatakan oleh Imam asy-Syafi’i (w. 204 H) di dalam al-Umm, apabila seseorang lupa membaca basmalah dan langsung memulai bacaannya dengan ayat ‘alhamdu lillahi rabbil-‘alamin’ hingga selesainya al-Fatihah, maka ia wajib mengulang kembali bacaan al-Fatihahnya dari awal. Wallshu a’lam.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

cropped-logo-manis-1.png

Ketika Langit Terbelah – Tadabbur Surat al-Infithar

📝 Pemateri: Ustadz Dr. H. Saiful Bahri, M.A

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Mukaddimah: Kepemilikan yang Sempurna

Surat al-Infithar diturunkan di kota Makkah setelah surat an-Nâzi’ât.

Tak jauh berbeda dengan surat-surat sebelumnya, surat ini memuat dan menjelaskan kondisi alam saat terjadinya hari kiamat dan mengupas keadaan manusia yang tidak mampu dan tahu berterimakasih sedikit pun kepada Dzat Yang Maha Pemurah. Ia mendurhakai-Nya, kafir terhadap ajaran-Nya, serta mendustakan kebenaran hari kiamat. Bahkan ia mengajak sebanyak-banyak manusia untuk berbuat seperti dirinya.

Nantinya, di hari penentuan itu semua akan menjadi gamblang. Ada dua golongan besar yang masing-masing akan menuju tempat akhirnya, sesuai amal perbuatannya.

Pada hari itu semua titah dan kekuasaan hanya milik Allah semata. Siapapun orangnya takkan mampu menolong orang lain atau bahkan dirinya sendiri.

Semuanya hanya bisa menunggu keputusan terakhir yang akan diberikan Allah untuk mereka. Keputusan yang seadil-adilnya.

Hari Kiamat: Keniscayaan Hancurnya Alam Semesta.

“Apabila langit terbelah. Dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan. Dan apabila lautan menjadikan meluap. Dan apabila kuburan-kuburan dibongkar” (QS. 82: 1-4).

Langit yang batas luasnya hanya diketahui Allah pada hari kiamat akan dihancurkan. Demikian juga bintang-bintang yang dijadikan penghias langit, yang jumlahnya juga hanya diketahui Allah akan berjatuhan ke bumi. Dan air laut yang telah memanas akan bergejolak karena goncangan yang sangat dahsyat dan kemudian batas-batasnya menjadi sirna dan bercampurlah semua yang ada di dalamnya.

Hal-hal tersebut benar-benar terjadi saat itu.

Dan pada saat hari kebangkitan datang, semua orang takkan mampu bersembunyi di manapun juga.

Karena semua yang mati akan dibangkitkan oleh Dzat yang mampu menghidupkan yang mati dan mengubah yang tak ada menjadi ada.

Inilah takwilan pembongkaran kuburan yang relevan dengan susunan kata-kata sebelumnya. Kata yang digunakan untuk mengekspresikan kebangkitan kali ini adalah “bu’tsirat” yang berarti pembongkaran. Aslinya berasal dari “al-ba’tsarah” yaitu membuat tanah berantakan karena ada sesuatu di bawahnya yang dikeluarkan.

Ini berarti menggabungkan antara menyatukan ruh dan jasad kemudian mengeluarkannya dari kuburan masing-masing dengan cara yang hanya Allah sendiri yang mengetahuinya.
“Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya” (QS. 82: 5)

Semua orang saat itu sudah merasa apa saja yang telah ia perbuat dari amal-amal kebaikan atau sebaliknya perbuatan-perbuatan jahat, serta apa-apa saja yang ia lalaikan dan tunda-tunda dari pekerjaan baik. Ibnu Abbas, demikian juga Ibnu Mas’ud dan Qatadah memberikan penafsiran yang spesifik. Manusia akan menyesal saat itu, karena ia tahu apa-apa yang telah ia kerjakan terdapat banyak perbuatan yang tidak baik. Serta ia melalaikan serta suka menunda-nunda untuk berbuat baik dan bertaubat.

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Kelalaian Manusia

“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah”. (QS. 82: 6)

Bagaimana mungkin manusia lupa dan lalai terhadap Tuhan yang sangat pemurah. Dia memberi rizki siapa saja, baik yang taat atau yang bejat dan durhaka pada-Nya.

Dia tak pernah menunda rahmat-Nya kepada makhluk-Nya. Semuanya takaran takdir telah ditentukannya. Karena ketaatan dan kemaksiatan makhluk-Nya sama sekali tidaklah mempengaruhi wibawa ketuhanan-Nya. Karena itu sangat pas jika kata yang dipakai di sini adalah “al-karim” dan bukan yang lainnya.

Atau apakah kelalaian itu justru disebabkan oleh kemurahan yang diberikan Allah serta kemudahan-kemudahan hidup serta fasilitas yang semuanya diperuntukkan oleh Allah demi kemaslahatan manusia, seperti tutur Yahya bin Mu’adz.

Sangat pantas jika kemudian Allah menyatakan bahwa hanya sedikit dari hamba-Nya yang mampu mengingat-Nya dan bersyukur atas segala karunia dan limpahan nikmat-Nya. Itupun hanya sebagian kecil saja yang bisa disyukuri. Sangat pantas jika kemudian manusia dicap sebagai makhluk yang bodoh dan zhalim.

Padahal Allahlah yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang.  Dalam bentuk apa saja yang dia kehendaki, dia menyusun tubuhmu”. (QS. 82: 7-8)

Apakah manusia lupa dari mana ia berasal dan bagaimana ia diciptakan? Bukankah ia berasal dari ketiadaan dan tidak pernah disebut sekalipun oleh siapapun sebelumnya.
Kemudian Allah jadikan ia ada. Dijadikan dari sel kecil yang berada dalam satu tetes air mani yangtelah ditakar kejadiannya. Diberi dan dikaruniakan kepadanya tubuh yang sempurna, namun ia tak pernah merasa bahwa itu adalah pemberian dari Tuhan-Nya. Dia –bahkan- lupa padahal hampir setiap saat ia bercermin.

Pernahkah ia berpikir, siapa yang menjadikan susunan wajahnya seperti sekarang ini. Mata, hidung, telinga, mulut, lidah semuanya pada posisi yang sudah sangat pas.

Demikian juga anatomi tubuhnya. Baik bagian luar maupun dalam, siapakah yang menyusunnya. Tengkorak kepalanya yang melindungi otak yang didalamnya ada jutaan sel, siapakah yang sanggup membuatnya dengan demikian detil. Dia juga yang menjadikannya sesuai dengan kehendak-Nya; apakah ia mirip dengan ibunya atau bapaknya, cantik rupawan atau ada bagian tubuhnya yang kurang sempurna fungsinya.

Namun secara umum, Allah telah membaguskan bentuk manusia) jauh lebih bagus dan sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk- Nya yang lain.

Dan yang menjadikan manusia sangat keterlaluan dan melampaui batas adalah sikap angkuh dan durhakanya yang tak berhenti namun menjadi-jadi bertambah. Seperti ungkap Allah dalam ayat selanjutnya,

“Bukan hanya durhaka saja, bahkan kamu mendustakan hari pembalasan”
(QS. 82: 9)

Itulah–kebanyakan- manusia. Lalai dan tak pandai berterima kasih. Naifnya, bukan hanya itu sifat jeleknya, ia menambahnya dengan pendustaan terhadap kebenaran terjadinya hari pembalasan. Padahal jelas-jelas setiap manusia selalu diikuti oleh malaikat pencatat amal yang tak pernah lalai sedikitpun merekam semua amal perbuatan yang dilakukannya untuk kelak diberikan balasannya sesuai dengan perbuatannya.

Tidakkah ia malu, dalam setiap detiknya ada yang selalu memperhatikannya, merekam amal perbuatannya, yang besar dan kecil.

“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu). Yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 82: 10-12).

Para pencatat amal itu bukan sembarang utusan Allah. Mereka adalah makhluk yang dimuliakan oleh Allah swt dan penduduk langit. Mereka juga sangat disiplin dalam merekam dan membukukan amal perbuatan anak adam dengan teliti. Mereka juga tidak bisa ditipu dan dikelabuhi. Tak heran, jika kemudian Imam al-Bazzar meriwayatkan sebuah hadits yang didengar oleh sahabat Ibnu Abbas ra. Yaitu tentang larangan bertelanjang, karena ada para malaikat Allah yang selalu menyertai manusia kecuali dalam tiga keadaan: sedang buang hajat, mandi dan ketika berkumpul dengan istrinya).

Balasan yang Setimpal

“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan” (QS. 82: 13)

Setelah semua buku dan catatan amal diberikan kemudian dipersaksikan kepada masing-masing manusia seluruh anggota tubuhnya yang berbicara sebagai saksi atas titah Sang Maha Kuasa. Tak seorang pun mampu memungkiri perbuatannya. Hanya sesallah yang ada saat itu. Baik ia seorang yang baik ataupun ia seorang yang buruk akhlaknya.

Dan orang-orang yang baik yang ketika di dunia selalu takut akan adzab Allah serta bertakwa kepada-Nya, maka Allah sediakan bagi mereka berbagai kenikmatan yang belum ada tandingannya sebelum dan sesudahnya. Karena itu ungkapan ”la fî na’îm” sangat relevan. Karena mereka benar-benar tenggelam dalam kenikmatan yang tiada tara. Di ayat lain bahkan digambarkan tenggelam dalam kesibukan menikmati karunia Allah. Dan mereka memang benar layak demikian setelah jerih payah dan usahanya di dunia.

Setelah ia menahan hawa nafsunya untuk menaati ajaran Allah dan tunduk pada titah-Nya.

Sementara itu sebaliknya orang-orang yang melampaui batas tadi sebagaimana diceritakan di atas. “Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka” (QS. 82: 14)

Orang-orang durhaka dan para pendusta tadi akan benar-benar sengsara. Berada dalam keabadian adzab yang pedih di neraka. Hari yang mereka dustakan juga akan menjadi saksi kebenaran kejadiannya. Saat itulah mereka benar-benar terpanggang dalam panas dan pedihnya siksa neraka, “Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan” (QS. 82: 15). Dan begitu mereka masuk, “mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari neraka itu” (QS. 82: 16). Mereka benar-benar celaka. Hari yang mereka dustakan sekaligus mereka takuti kebenarannya kini telah benar-benar ada di depannya. Bahkan mereka takkan pernah keluar sejenak pun untuk menghirup udara segar atau beristirahat melepas penat. Sebagaimana yang digambarkan dalam surat an-Naba. “Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman,  selain air yang mendidih dan nanah” (QS. 78: 24-25)

Sekali-kali takkan pernah mereka merasakan kenyamanan dan kesejukan. Al-Farra’ menafsirkan ayat 24 surat An-naba dengan kenyamanan beristirahat dari panasnya hawa neraka sehingga disebut dengan ”la bardan”, takkan ada kesejukan dan kenyamanan dari siksa neraka yang tak kenal ampun. Bahkan sekedar mendapatkan hembusan angin pun tidak, seperti tutur Az-Zajjaj dalam tafsirnya. Tidak juga mereka mendapatkan sesuatu yang bisa mengusir dahaga dan haus karena menahan panas yang sangat luar biasa. Tak ada air. Kecuali air yang menggelegak atau nanah yang sangat menjijikkan dan baunya menyengat.

Mungkin gambaran ini tak pernah terdetik dalam hati para pendusta itu. Atau jika mereka sempat percaya, ditutupi oleh gengsi untuk mengungkapkan iman dan mengikutinya dengan perbuatan baik.

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Kebenaran Hari Pembalasan

“Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?” (QS. 82: 17-18)

Sebenarnya seperti apakah hari pembalasan itu? Sampai Allah perlu mengulang pertanyaan dua kali di akhir surat ini. Ini memberikan indikasi, betapapun jelas tanda dan bukti kebenaran hari pembalasan pasti tetap akan banyak yang mendustakan dan tidak memperca-yainya. Padahal dengan adanya hari pembalasan seseorang akanmendapatkan haknya dengan adil. Ketidakadilan yang terjadi di dunia akan diselesaikan pada hari itu dengan sangat transparan dan profesional. Tak ada yang dizhalimi hari itu. Tak ada yang menzhalimi orang pada hari itu kecuali zhalim pada dirinya sendiri di masa lalu dengan tidak mengindahkan ajakan dan titah Allah.

Hari pembalasan ini menjadi pembuktian janji Allah yang tak sedikit pun mengambil manfaat dari ketaatan manusia, juga tidak merugi sedikit pun karena kemaksiatan yang terus menerus dilakukan manusia.

Sudah demikian jelasnya kebenaran hari pembalasan ini, manusia tetap tidak menggubrisnya. Sebagian karena hatinya tertutup oleh kedustaan, sebagian karena menjadi manusia matrealis, sebagian lagi lalai yang diperturutkan dan suka menunda-nunda taubat dan amal baik.

Dengarkan penuturan Allah tentang maksud dari hari pembalasan itu, “(yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah” (QS. 82: 19)

Jangankan untuk menolong orang lain, hari yang sangat menegangkan dan menakutkan itu benar-benar membuat manusia lupa  terhadap siapapun. “Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya. Dari ibu dan bapaknya. Dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya”. (QS. 80: 34-37).

Dan karena sebenar-benar kekuasaan hanya dimiliki Allah, tanpa tandingan dan saingan oleh siapapun.

Keangkuhan dan kesombongan yang pernah didengungkan didunia seketika sirna dan tak berkutik. Karena semuanya semu dan hanya fatamorgana, ketika bertemu dengan kekuasaan dan kebenaran yang sesungguhnya. Hari itu sepenuhnya dimiliki oleh Allah.

Tentunya, sebagaimana hari-hari sebelumnya. Hanya saja selama ini manusia tak menganggapnya demikian. Saat itulah kebenaran terungkap dan tak seorang pun mampu membantahnya.

Penutup
Semoga saat langit benar-benar terbelah dan bintang berjatuhan serta batas-batas laut disirnakan, serta penghuni-penghuni kubur dibangkitkan, kita berharap semoga berada dalam golongan orang-orang yang selalu berada dalam kenikmatan surga dan keridhoan Allah. Amin

(Selesai)

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Al Quran dan Hadits

Cahaya di atas Cahaya – Tadabbur Surat An-Nur (Bag-5)

📝 Pemateri: Ustadz Dr. H. Saiful Bahri, M.A

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Kesembilan

Allah juga menurunkan etika interaksi kaum mukminin dengan Rasulullah SAW pada ayat (62-63), yaitu:

a. Bila mereka berada dalam satu majlis dengan Rasulullah SAW. mereka tidak meninggalkan Rasulullah kecuali setelah mereka meminta izin kepada beliau.

b. Tidak memanggil Rasulullah SAW dengan panggilan seperti mereka memanggil di antara mereka. Tapi, memanggilnya dengan sebutan yang laik bagi seorang Nabi dan Rasul Allah.

Hal ini pun masih dan tetap berlaku bagi umat Islam, meskipun saat ini Rasulullah sudah tiada. Yaitu dengan mengagungkan majlis-majlis yang mempelajari hadits-haditsnya. Juga tidak menyebut langsung nama beliau sebagai penghormatan etis kita kepada beliau.

Meskipun sebagian orang mengatakan bahwa Muhammad adalah manusia sebagaimana manusia yang lain. Namun, bagi seorang mukmin beliau adalah manusia pilihan Allah yang dijadikan Nabi dan Rasul. Sebaik-baik manusia yang pernah dan akan ada di muka bumi ini.
Itulah aturan-aturan Allah.

Aturan ini bagaikan cahaya. Dan merugilah orang-orang yang tidak memerdulikan cahaya penerang hidayah ini. ”Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.

Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus (misykat), yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkah, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS Annur : 35)

Dalam surat ini Allah juga memberikan perumpamaan dan menjelaskan sikap orang-orang beriman yang menerima aturan dan hukum Allah serta tidak lalai melaksanakan hak-hak Allah. Tidak tergiur oleh gemerlapnya kehidupan dunia dan berbagai kenikmatannya yang tidak langgeng. Juga sikap dan sifat orang-orang munafik dan kafir yang menyepelekan dan tak mengindahkan aturan Allah.

Allah tunjukkan kekuasan-Nya kepada mereka semua. Penciptaan langit bumi dan seisinya. Ketundukan alam semesta dan burung-burung kepada-Nya. Pergantian siang dan malam serta penciptaan Allah atas segala makhluk hidup yang bermacam-macam.

Allah menjanjikan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan berbuat kebaikan dengan kemenangan dan dikokohkan kedudukannya di bumi-Nya. ”Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal salih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman.  Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.

Dan barang-siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Qs. Annur: 55)

Demikianlah secara singkat kandungan surat Annur.

Semoga Allah menjadikan kita orang-orang ”..yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Azzumar: 18)

(Selesai)

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Al Quran dan Hadits

Cahaya di atas Cahaya – Tadabbur Surat An-Nur (Bag-4)

📝 Pemateri: Ustadz Dr. H. Saiful Bahri, M.A

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Ketujuh

Bila Allah mencela perbuatan zina, maka Allah memberikan jala keluarnya yang arif dan lebih bersih. Yaitu dengan pernikahan.

Karena secara fitrah manusia yang normal baik laki-laki maupun perempuan dikaruniai hasrat biologis yang memerlukan penyaluran yang sehat dan terhormat. Satu-satunya jalan halal itu adalah dengan pernikahan. ”Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Annur 32)

Ini adalah anjuran untuk memudahkan pernikahan dan tidak mempersulit. Allah menganjurkan untuk membantu mereka yang bertekad untuk menikah.

Adapun bagi mereka yang belum mampu hendaklah menjaga diri dan kehormatannya sebagaimana yang Allah firmankan pada ayat selanjutnya, ”Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, larena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. dan barangsiapa yang memaksa mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu” (QS. Annur: 33)

Di sini Allah juga mencela mereka yang memaksa budak-budak wanita untuk melacur dan kemudian diambil keuntungannya.

Kedelapan

Dalam surat ini Allah juga menurunkan aturan interaksi di dalam rumah tangga.

”Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah shalat Isya’. (Itulah) tiga ’aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, Maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin.

Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana.

Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau dirumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkah lagi baik.

Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya.” (QS. Annur : 58-61)

Dari ayat-ayat di atas bisa kita pelajari bagaimana mendidik etika kepada anak-anak yang belum baligh, juga kepada orang-orang yang berada di dalam rumah kita.

Bahkan ketika seorang perempuan memasuki masa tua yang tak lagi punya keinginan menikah meski dibolehkan untuk tidak berpakaian seperti perempuan muda, namun Allah tetap menganjurkan untuk tetap menutupnya.

(Bersambung bag 5)

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678