Bagaimana mensikapi keluarga yg turut mengatur Rumah Tangga kita??

0
61

๐ŸŽ€Ustadzah Menjawab๐ŸŽ€
๐Ÿ“ Ustadzah Nurdiana

๐Ÿ“†Kamis, 19 Mei 2016 M
                  12 Sya’ban 1437 H
๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ€๐ŸŒท๐ŸŒน๐ŸŒป

Assalamu’alaikum ustadz/ustadzah… mau tanya, bagaimana hukumnya seorang istri memprotes suami yang masih terpengaruh oleh bude & pakdenya yang masih suka ikut campur mengatur keuangan rumah tangga suami-istri tsb?
Padahal sang istri dalam kehidupan sehari2 sudah berusaha mengikuti (taat dan qonaah) aturan suami untuk hidup irit/hemat. Dan istri tdk pernah menghalangi suami ketika mendapat rizki utk berbagi kepada mertua kandung dan angkat (bude-pakde) bahkan tak jarang istri turut mengingatkan suami ketika mendapat rizki supaya memberi/ berbagi rizki kepada mereka.
Tetapi istri gelisah, merasa tidak terima ketika masalah pengeluaran yg notabene untuk kebutuhan rumah tangga suami & istri, bude-pakde sering ikut mengatur (memprotes) jika menurut mereka misal barang yang dibeli kemahalan. Puncaknya kini istri tidak terima ketika akan melahirkan di RS dikarenakan resiko perdarahan, sedangkan bude-pakde memprotes dan menginginkan si istri (menantu) melahirkan di klinik bidan daerah perkebunan (tempat tinggal bude-pakde) karena harga melahirkan disana masih murah dibawah 1 juta rupiah.
Si istri minta melahirkan di rumah sakit karena peralatan RS lebih lengkap serta penanganan lebih cepat, dikarenakan juga menurut dokter ada indikasi perdarahan. *biayanyapun ada dari uang penghasilan suami.

*Sejarahnya : dalam hal ini bude & pakdenya adalah saudara yg mengangkat anak sang suami sejak bayi dikarenakan adat, yaitu kepercayaan mengambil (mengangkat) anak yg bukan anak kandungnya (kebetulan saat itu mengambil anak adeknya) utk memancing supaya memiliki anak dari rahim sendiri.  ๐Ÿ…ฐ0โƒฃ9โƒฃ

Jawaban:
—————

ูˆ ุนู„ูŠูƒู…  ุงู„ุณู„ุงู…  ูˆ  ุฑุญู…ุฉ  ุงู„ู„ู‡  ูˆ  ุจุฑูƒุงุชู‡ ุŒ
Menyimak dari cerita penanya berarti posisi pak de/bu de bagi suami penanya adalah orang tua, karena merekalah suami penanya jadi seperti sekarang, kalau dari sisi fiqh anak laki-laki milik ibunya dan wajib taat sepanjang tidak mengajak pada kemaksiatan.
Dan istri milik suaminya dan wajib taat dgn Suami.

Saran saya masalah ini tidak usah di bawa kepada fiqh, hukumnya gmn? Sebaiknya yang harus dilakukan adalah bagaimana bisa berdamai dan memahami mereka. Berlapang dadalah dan selalu berprasangka baik, karena di hadits qudsi Allah berfirman,

*”Aku seperti persangkaan hambaku”*

tunjukkan sikap baik kepada pak de atau bu de karena posisi mereka seperti orang tua buat suami anda. Jalin komunikasi yang baik dengan suami, kalaupun tidak merasa cocok dgn keputusan suami coba pahami alasan-alasannya dengan positif thinking.

Kalau dari cerita di atas ,contohnya saat mau melahirkan ternyata pak de/bu de ikut campur, coba di pahami ini sebagai bentuk perhatian, dan kenapa disarankan di klinik? Mereka kan tidak paham kondisi kesiapan keuangan suami anda, mungkin bu de mengukur dengan dirinya sendiri, supaya hemat, dll. Jadi untuk hal-hal hubungan sesama tidak harus selalu di bawah ke ranah fiqih, jauh lebih baik kita juga memahami sisi muamalah dan sisi humanis sebagai sesama hamba Allah.
Wallahu a’lam.

๐ŸŒฟ๐ŸŒบ๐Ÿ„๐Ÿ€๐ŸŒท๐ŸŒน๐ŸŒป

Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com

๐Ÿ’ผSebarkan! Raih bahagia…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here