Hukum Membuat Cerita atau Konten Lucu

0
38

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz… Saya mau bertanya, saya menyaksikan banyak sekali selebgram atau tokoh lain itu membuat cerita-cerita lucu dengan beragam konten komedi. Saya ingin mendapat penjelasan boleh atau tidak ya? Seperti apa tuntunan syariahnya? — Teguh, Surabaya

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Jawaban

Oleh: Ustadz Dr. Oni Sahroni

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Kesimpulannya, membuat cerita lucu dengan beragam konten dan bentuknya itu dibolehkan dengan ketentuan: tidak menistakan tuntunan agama, tidak menghina personal atau entitas, tidak berdusta untuk membuat orang tertawa, tidak mengandung konten pornografi, tetap proporsional dan tidak berlebihan, selanjutnya jika divisualisasikan memenuhi adab-adab terkait.

Detailnya, kesimpulan tersebut bisa dijelaskan dalam poin-poin berikut.

Pertama, perlu dijelaskan bahwa lucu, komedi atau lawak itu dalam khazanah Arab dikenal dengan nukat, tharaif, muzah, muda’abah.

Pada umumnya, cerita-cerita lucu tersebut agar membuat suasana atau khalayak itu menjadi tersenyum semringah, tertawa puas, bahagia, lupa masalah, hilang kepenatan, atau ingin sekadar happy-happy.

Saat ini, cerita-cerita lucu bisa dibagi dalam tiga bentuk, yaitu tulisan yang berisi cerita lucu, seperti cerita fiksi dan nonfiksi; video, seperti video-video pendek para selebgram dan juga film-film komedi, atau bentuk lain seperti stand up comedy.

Kedua, boleh bersyarat. Syekh Yusuf al-Qardhawi menjelaskan bahwa pada prinsipnya, cerita lucu dengan beragam bentuk itu dibolehkan, tetapi bersyarat. Di antara syaratnya adalah sebagai berikut.

(1) Tidak menistakan atau menghina tuntunan atau ketentuan agama Islam. Misalnya, agar khalayak itu tertawa terbahak-bahak, memilih ayat-ayat Alquran sebagai bahan candaan. Ini bentuk canda yang tidak dibolehkan karena menghina tuntunan syariah (istihza’).

(2) Tidak menghina personal atau entitas tertentu. Misalnya, karena ada sosok tertentu yang sedang bermasalah di media sosial dengan kasus hukum dan lainnya kemudian dibuat candaan dengan nama dan inisial, tetapi khalayak tahu bahwa yang dimaksud inisial itu adalah orang tersebut.

Sebagaimana firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan…” (QS al-Hujurat: 11).

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Seseorang itu dalam kejelekan selama dia merendahkan saudaranya sesama Muslim.” (HR Muslim).

(3) Tidak berdusta untuk membuat orang tertawa. Misalnya, ia membuat cerita bohong agar orang bisa tertawa.

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Celakalah bagi yang berbicara lantas berdusta hanya karena ingin membuat suatu kaum tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.” (HR Abu Dawud).

Tetapi perlu ditegaskan bahwa membuat cerita imajinatif itu bukan berbohong, karena beda antara imajinasi dengan kebohongan.

Cerita imajinasi dengan tuntunannya itu dibolehkan, sedangkan berdusta atau berbohong untuk membuat orang lain tertawa itu tidak dibolehkan

(4) Tidak mengandung konten seks atau pornografi. Biasanya ini terjadi pada beberapa konten, di mana orang yang ingin memberikan cerita lucu kesulitan mencari konten yang menjadi bahan tawa, akhirnya memilih cerita pornografi.

(5) Proporsional dan tidak berlebihan. Maksudnya, cerita lucu dibuat tidak berlebihan, tetapi sesuai dengan kadarnya.

Sebagaimana penjelasan Sa’id bin al-‘Ash, “Silakan kau bercanda, tetapi seperlunya. Karena jika berlebihan itu menghilangkan wibawa. Orang-orang yang tidak baik akan terlalu berani denganmu.”

Sebagaimana penjelasan sahabat Ali Karamallahu wajhah, “Berikanlah kadar canda seperti halnya kau memasukkan garam dalam makanan.”

Al-Qardhawi menambahkan bahwa penjelasan Ali adalah sikap yang bijak, yang menunjukkan bahwa canda itu dibolehkan tetapi tidak boleh berlebihan.

(6) Jika divisualisasikan, maka ada adab dan tuntutan terkait yang harus ditunaikan.
Jadi berdasarkan penjelasan tentang enam ketentuan seputar cerita lucu di atas, maka bisa disimpulkan boleh membuat cerita lucu dalam bentuk konten apa pun selama memenuhi ketentuan tersebut.

Pilihan bahwa membuat cerita atau konten bercanda itu boleh bersyarat atau dengan ketentuan, menjadi pilihan yang proporsional sebagaimana jalan atau pilihan Rasulullah SAW.

Karena pilihan lain adalah tidak boleh bercanda sama-sekali, tidak boleh tersenyum semringah sama sekali, tidak boleh menghibur dengan candaan sama sekali. Itu bukan pilihan yang proporsional dan tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.

Wallahu a’lam.

Sumber: Konsultasi Syariah Republika Online, 4 Januari 2024

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here