Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan Nughair?”

0
47
Oleh: Abdullah Haidir, Lc

Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata:

_’Dahulu Rasulullah saw suka bercengkrama dengan kami, bahkan terhadap adik saya yang masih kecil dia bekata,_

يَا أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ

_”Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan nughair?” (Muttafaq alaih)_

Abu Umair adalah kuniyah (nama panggilan) seorang bocah kecil.
Dia memiliki burung kecil kesayangan sejenis burung pipit. Dalam bahasa Arab dipanggil Nughar. Agar sepadan dengan kata “Umair”, maka kata ‘nughar’ beliau sebut dengan kata “nughair” yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah _tashgir._

Ungkapan yang menunjukkan keakraban terhadap anak-anak sesuai dengan jiwa mereka.

Jika hal ini diungkapkan oleh orang yang baru berusia belasan tahun, mungkin masih mudah dipahami. Tapi perkataan tersebut diungkapkan Rasulullah saw yang ketika itu ditaksir berusia lima puluh tahun ke atas.

Hal ini menunjukkan akhlak mulia Rasulullah saw yang konstan dan utuh, tidak berubah atau terbelah. Keramahan, keakraban, perhatian, kejujuran dan semua perangai baiknya, terbagi rata dalam setiap keadaan dan untuk semua lapisan.

Suatu hal yang semakin melengkapi keutamaan pribadi Rasulullah saw.

Sebuah sikap yang sepatutnya mengingatkan kita untuk sedapat mungkin menjaga agar perangai dan akhlak kita tetap konstan, siapapun yang ada di hadapan.

Jangan sampai seseorang tampak begitu santun di hadapan atasan namun ketus memperlakukan bawahan.
Unggah ungguh terhadap orang kaya tapi jumawa kepada mereka yang tak berpunya.

Sopan terhadap tetangga elit, namun lancang terhadap tetangga ekonomi sulit.
Dapat akrab dan bercanda dengan orang dewasa, tapi dingin tanpa ekspresi terhadap anak-anak.
Senyumnya yang tersungging di depan kamera berganti dengan mulut yang selalu ditekuk dalam kehidupan nyata.

Akhlak seharusnya menyatu menjadi jati diri kapan dan dimanapun, apa adanya, spontan, tidak dibuat-buat, tidak direkayasa, apalagi sekedar menampilkan citra.

Ketika akhlak kita masih sangat tergantung dengan kedudukan orang yang kita hadapi, disini kita perlu berhenti sejenak, menangkap kekurangan, lalu memperbaiki keadaan.

Suatu saat Rasulullah SAW merasa kehilangan seorang wanita hitam yang biasa beliau lihat menyapu masjid. Lalu beliau bertanya kepada para shahabat. Mereka berkata, ‘Dia meninggal dunia.’ Seakan-akan mereka meremehkan nya.

Rasulullah berkata, _’Mengapa kalian tidak memberitahu aku.’ Lalu Rasulullah saw minta ditunjukkan kuburnya, kemudian beliau shalat (jenazah) di atasnya.” (Muttafaq alaih)_

Begitulah Rasulullah saw memperlakukan seseorang. Sekali lagi, apa adanya, mengalir begitu saja dan tidak dibuat-buat.
Namun disitulah kemuliaan akhlak beliau tampak berkilauan, menjadi teladan abadi dalam kehidupan.

_Asytaaqu ilaika yaa Rasuulallah…_

Aku rindu padamu wahai Rasulullah….

Wallahu A’lam

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here