Beli Kurban Sekarang, Diantar Menjelang Hari Raya

0
63

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz… Saya mau bertanya, Saya panitia kurban di perumahan tempat saya tinggal yang bertugas untuk mencari hewan kurban. Biasanya, satu bulan sebelum Idul Adha, saya survei membeli kambing atau sapi ke penjual di Jabodetabek.

Setelah saya memilih hewan yang sudah tersedia di situ (jenis dan beratnya), terus saya bayar DP 20 persen. Nanti sisa harga itu dibayar pada saat hewan diterima oleh pembeli. Pada H-2 Idul Adha, hewan kurban sudah ada di tempat (terima beres).

Mohon pandangan Ustaz, apa saja yang harus ditunaikan jika transaksinya seperti itu?-

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Jawaban

Oleh: Ustadz DR. Ini Sahroni, MA

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Jika menelaah pertanyaan tersebut, di mana hewan kurban tersedia atau ready stock dan pembayarannya tunai dengan down payment, maka jenis transaksi yang diberlakukan itu adalah jual beli tunai (bukan salam).

Jika merujuk kepada ketentuan transaksi jual-beli dan kurban serta adab-adabnya, maka ada beberapa tuntunan yang harus diberlakukan dalam transaksi tersebut.

Pertama, hewan yang dibeli harus memenuhi kriteria hewan layak kurban menurut fikih.

Kedua, berat hewan kurban yang dibeli merujuk kondisi pada saat transaksi, bukan pada saat dikirim ke tempat penyembelihan. Misalnya H-10 itu dilakukan pembelian dengan jenis dan berat hewan kurban sekian, maka nilai itu yang menjadi objek jual beli.

Jadi, tidak boleh ada pembelian, di mana pembayaran tunai, tetapi berat hewan yang dibeli merujuk pada waktu atau setelah 10 hari kemudian –misalnya, karena itu bagian dari ijon (gharar); karena berat badannya tidak pasti, sedangkan harganya pasti.

Ketiga, biaya perawatan dan pengiriman. Maksudnya, apakah ada biaya yang harus diberikan kepada penjual sebagai kompensasi atas biaya perawatan dari sejak transaksi hingga pengiriman.

Begitu pula, kedua belah pihak boleh menyepakati biaya pengantaran kurban ke lokasi atau tempat pembeli itu menjadi tanggung jawab penjual atau pembeli.

Misalnya, pilihannya penjual menetapkan harga sekian plus perawatan atau itu dilakukan tanpa fee atau si pembeli secara terpisah memberikan biaya-biaya perawatan. Juga disepakati biaya pengantaran dari kandang ke tempat penyembelihan yang dilakukan oleh penjual itu tanggung jawab pembeli atau penjual.

Jika dalam kasus di atas, biaya perawatan dan pengantaran itu bagian dari harga jual, maka itu dibolehkan dalam fikih.

Keempat, khiyar al-‘aib. Pembeli dan penjual boleh menyepakati khiyar al-‘aib, di mana penjual dan pembeli dapat membuat kesepakatan bahwa jika barang yang dibelinya cacat dalam transaksi tunai, pembeli berhak minta uang atau barang pengganti sesuai dengan kesepakatan.

Maksudnya, kedua belah pihak menyepakati jika hewan tersebut pada saat pengiriman diterima pembeli dalam kondisi cacat sehingga hewan tersebut tidak layak dijadikan objek kurban, maka pembeli boleh refund atau retur kepada penjual.

Begitu pula, bagian dari khiyar al-‘aib, dibolehkan ada kesepakatan bahwa penjual bertanggung jawab jika hewan yang dijual dan belum diserahterimakan itu menjadi cacat (yang terjadi antara masa pembelian dan serah terima).

Kelima, persetujuan pembeli. Sebelum kesepakatan tentang harga, DP, jenis, dan kriteria hewan itu harus disampaikan kepada para pekurban sebagai pembeli (untuk mendapatkan persetujuan mereka). Hal ini karena panitia itu fasilitator atau yang diberi kuasa.

Keenam, b iaya operasional pembelian. Jika panitia membutuhkan biaya, maka biaya tersebut dapat diambil dari kas perumahan atau sejenisnya dengan kadar yang lazim sesuai ketentuan fikih.

Di antara argumentasi, dalil, dan tuntunan ketentuan tersebut adalah pembelian hewan kurban jauh-jauh sebelum hari H itu memberikan maslahat kepada para pekurban dan panitia untuk membeli kurban dengan harga murah.

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Empat sifat yang tidak mencukupi untuk berkurban, yaitu buta sebelah matanya yang jelas kebutaannya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya, dan yang tidak memiliki sumsum (kurus kering).” (HR an-Nasa’i).

Hal ini sebagaimana penjelasan Ibnu Rusyd yang menyatakan, para ulama telah konsensus bahwa setiap hewan ternak yang memiliki empat cacat sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasulullah itu tidak boleh dijadikan hewan kurban.

Dan sebagaimana fatwa MUI, “Hewan yang dijadikan kurban adalah hewan yang sehat, tidak cacat seperti buta, pincang, tidak terlalu kurus, dan tidak dalam keadaan sakit serta cukup umur.” (Fatwa MUI No 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku).

Dan sebagaimana Fatwa DSN MUI No 110/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Jual Beli dan Fatwa DSN MUI No 112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Ijarah.

Wallahu a’lam.

Sumber: Republika 15 Mei 2023

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here