Ustadz Menjawab
Selasa, 04 Oktober 2016
Ustadz Farid Nu’man
๐ฟ๐๐บ HUKUM GAMBAR/FOTO
Assalamualaikum…
Ustad afwn ,apakah ada dalil yg menguatkan kalau gambar atau fotho itu hukumnya haram & akan diminta utk memberikan ruh di akhirat ( menghidupkan gambar atau fotho yg bernyawa ) jzkhr…# A 40
Jawaban
————
ู ุนูููู
ุงูุณูุงู
ู ุฑุญู
ุฉ ุงููู ู ุจุฑูุงุชู
Jawaban atas pertanyaan ini diambil dari artikel Manis tentang hukum foto dan patung.
Berikut adalah ulasan Syaikh Ali Ash Shabuni tentang patung dan lukisan yang diharamkan dan yang dibolehkan, dalam Kitab Rawaโi Al Bayan, Juz. 2, Hal. 334-335. Darul Kutub Al Islamiyah.
Beliau menulis:
Patung dan Gambar seperti apa yang Diharamkan?
Patung dan gambar yang diharamkan adalah sebagai berikut:
1. Patung berbentuk tubuh yang memiliki ruh (nyawa) seperti patung manusia dan hewan. Ini haram menurut ijmaโ (konsensus/kesepakatan). Rasulullah Shalallahu โAlaihi wa Sallam bersabda:โSesungguhnya malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada anjing, gambar, patung, dan orang junub.โ (HR. Imam Bukhari)[7]
2. Gambar yang dibuat oleh tangan (melukis), berupa bentuk yang memiliki ruh. Ini juga disepakati keharamannya. Rasulullah Shallallahu โAlaihi wa Sallam bersabda: โSesungguhnya pembuat gambar ini akan diazab pada hari kiamat. Diperintahkan kepada mereka, โHidupkan apa-apa yang kau ciptakan.โ โ(HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud, An Nasaโi)
3. Gambar yang bentuknya lengkap (sempurna), tidak ada yang kurang kecuali ruh saja, ini juga disepakati haramnya berdasarkan hadits-hadits sebelumnya, seperti: โDiperintahkan untuk meniupkan (memberikan) ruh pada gambar tersebut, dan tidaklah mampu untuk meniupkannya.โ Juga hadits lain dari โAisyah Radhiallahu โAnha: โRasulullah Shallallahu โAlaihi wa Sallam masuk menemuiku, saat itu aku mengenakan kain lembut yang bergambar, maka raut mukanya berubah, kemudian ia mengambilnya dan merobeknya. Lalu berkata, โSesungguhnya manusia yang paling keras azabnya pada hari kiamat nanti adalah orang-orang yang membuat hal yang serupa dengan makhluk Allah.โ โ โAisyah berkata: โMaka aku potong kain itu dan aku jadikan dua bantal, dan Rasulullah bersandar di atasnya.โ
โKemudian ia mengambil dan merobeknyaโ menunjukkan keharaman gambar. Lalu, dipotong oleh โAisyah menjadi dua bantal sehingga gambar menjadi terbagi dan tidak sempurna, ini menunjukkan kebolehannya. Dari sinilah para ulama menyimpulkan, bahwa gambar jika tidak lengkap (sempurna) tidaklah haram.
4. Gambar-gambar yang diagungkan, digantung (pajang-pamer) agar dilihat-lihat, maka ini juga haram tanpa diperselisihkan. Hadits dari โAisyah Radhiallahu โAnha, bahwa dahulu ia punya kain yang memiliki gambar burung, jika ada orang masuk pasti akan melihatnya, maka Rasulullah Shallallahu โAlaihi wa Sallam bersabda: โJauhkan ini dariku, sebab tiap aku melihatnya membuat aku ingat dengan dunia.โ (HR. Imam Muslim, lihat juga Tafsir al Qurthuby dan Ahkamul Qurโan-nya Ibnul โAraby)
Hadits dari Abu Thalhah Radhiallahu โAnhu, bahwa โAisyah berkata: โNabi keluar pada hari peperangan, lalu aku mengambil namath (kain bergambar yang dicelupi banyak warna), aku tutupi pintu dengannya. Ketika ia pulang, ia melihatnya, dan aku mengetahui adanya ketidaksukaan pada wajahnya, ia menariknya hingga terkoyak, dan bersabda: โSesungguhnya Allah tidak memerintahkan kita untuk tunduk kepada batu dan tanah!โ โAisyah berkata: โMaka aku potong kain itu, lalu aku jadikan dua bantal dan sabut (lap โ keset), aku tidak melihat ia mencelaku karena itu.โ (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud, An NasaโI, lihat Jamโul Fawaaid, juz 1, hal. 825)
Patung dan Gambar Apa yang Dibolehkan?
1. Setiap Patung atau gambar yang tidak bernyawa, seperti bentuk bangunan, sungai, pepohonan, pemandangan alam. Dan seleruh yang tidak memiliki ruh (nyawa). Maka tidak haram menggambarkannya, sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas Radhiallahu โAnhu terdahulu ketika ia ditanya seseorang, โSesungguhnya akulah yang menggambar ini, berikan fatwamu untukku tentang hal ini?โฆโ lalu Ibnu Abbas memberitahukan hadits nabi, lalu ia berkata: โJika engkau ingin menggambar, gambarlah pepohonan, dan apa-apa yang tidak memiliki ruh.โ (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim)
2. Setiap gambar yang tidak utuh, seperti salah satu tangan misalnya, atau mata, atau kaki, maka itu tidak haram karena itu bukanlah gambaran makhluk yang sempurna. Ini sesuai hadits dari โAisyah, katanya: โAku memotongnya, lalu aku jadikan dua bantal, aku tidak melihat ia mencelaku karena itu.โ
3. Juga dikecualikan mainan (boneka) anak perempuan (laโibul banaat). Telah ada berita yang pasti dari โAisyah Radhiallahu โAnha bahwa Nabi Shallallahu โAlaihi wa Sallam menikahinya saat usianya baru tujuh tahun, lalu ia membawa โAisyah ke rumahnya saat โAisyah berusia sembilan tahun, dan saat itu ia masih bersama bonekanya. Rasulullah wafat saat usianya baru delapan belas tahun. (HR. Muslim, lihat juga Jamโul Fawaaid)
Dari โAisyah dia berkata, โAku bermain bersama anak-anak perempuan di dekat Nabi Shalallahu โAlaihi wa Sallam, saat itu aku memiliki sahabat yang bermain bersamaku, jika beliau Shallallahu โAlaihi wa Sallam masuk ke rumah, sahabat-sahabatku malu kepadanya dan pergi, lalu beliau memangil mereka dan mendatangkan mereka untukku agar bermain bersamaku lagi.โ
Berkata para ulama: Sesungguhnya dibolehkannya boneka anak-anak karena adanya kebutuhan terhadapnya, yaitu kebutuhan anak perempuan agar ia memiliki pengalaman dalam mengasuh anak-anak, namun tidak boleh terus menerus sebab dibolehkannya karena adanya kebutuhan tadi.[8] Serupa dengan ini adalah bentuk yang terbuat dari permen dan adonan kue. Ini adalah keringanan (dispensasi) dalam masalah ini.[9] Selesai kutipan dari Syaikh Ali Ash Shabuni.
Bagaimana Hukum Fotografi?
Tentang hukum fotografi (makhluk bernyawa) para ulama kita telah berselisih pendapat, ada yang mengharamkan karena itu termasuk keumuman hadits larangan untuk menggambar, kecuali untuk kebutuhan mendesak seperti KTP, Pasport, dan lainnya. Ada pula yang membolehkan selama isi fotonya adalah hal-hal yang baik, tidak diagungkan, bermanfaat untuk ilmu pengetahuan dan informasi. Namun, yang benar adalah kelompok kedua, sebab fotografi bukanlah menggambar atau melukis, melainkan bayangan manusia itu sendiri, sebagaimana bercermin. Jadi, sumber penyebab perbedaannya adalah perbedaan para ulama ini dalam mempersepsikan fotografi.
Berkata Fadhilatus Syaikh As Sayis: โAnda berharap mengetahui hukum fotografi, maka kami katakan, โMungkin menurut anda hukumnya sama dengan hukum gambar di pakaian/kain, dan anda telah mengetahui ada nash yang mengecualikannya. Anda juga mengatakan, โSesungguhnya fotografi bukanlah menggambar, tetapi menahan (merekam-pent) gambar, sebagaimana gambar di cermin, tidak mungkin anda mengatakan yang di cermin itu adalah gambar (lukisan), dan sesungguhnya itu satu bentuk (dengan aslinya).
Apa-apa yang dibuat oleh alatut tashwir (tustel) adalah gambar sebagaimana di cermin, tujuan dari ini adalah bahwa alat tersebut menghasilkan dengan pasti bayangan nyata[10] yang terjadi padanya (negatif film โ klise), sedangkan cermin tidak seperti itu. Kemudian klise itu diletakkan pada zat asam tertentu, maka tercetaklah sejumlah gambar/foto (proses ini disebut cuci cetak-pent). Jelas ini secara hakiki bukanlah menggambar. Sebab ini sekadar upaya memperjelas dan menampakkan gambar yang sudah ada, supaya tertahan dari sinar matahari langsung (agar tidak terbakar โpent). Mereka berkata: โSesungguhnya seluruh foto yang ada bukanlah hasil dari pemindahan (gambar) dengan perbuatan sinar dan cahaya, selamanya tidak ada larangan dalam memindahkan dan mengasamkannya, dan selamanya di dalam syariat yang luas ini foto itu dibolehkan, sebagaimana pengecualian gambar pada pakaian/kain, tidak ada dalil secara khusus yang mengharamkannya. Telah tampak bahwa manusia menjadikannya sebagai barang kebutuhan yang sangat penting bagi mereka.โ (Ayatul Ahkam lis Sayis, Juz. 4, hal. 61) [11]
Sementara Syaikh Ali Ash Shabuni sendiri cenderung mengharamkan fotografi, kecuali darurat kebutuhan. Beliau berkata:
Aku (Ali Ash Shabuni) mengatakan, โSesungguhnya fotografi tidaklah keluar dari prinsip larangan menggambar, tidak juga keluar dari apa-apa yang oleh ayat disebut shurah(gambar/lukisan), dan orang yang membuatnya oleh bahasa dan tradisi disebut mushawwir(pelukis). Jika pun foto tidak termasuk yang dimaksud oleh ayat yang jelas ini -lantaran ia tidak dibuat langsung oleh tangan, dan tidak ada unsur penyerupaan terhadap ciptaan Allah- namun ia tidak keluar dari keumuman maksud dari pembuatan gambar/lukisan (tashwiir). Maka hendaknya pembolehan foto dibatasi atas dasar kebutuhan mendesak (dharurah), dan karena jelas manfaatnya.Sebab, telah terjadi kerusakan besar yang dihasilkan oleh foto, sebagaimana keadaan majalah-majalah hari ini yang telah menyemburkan racunnya kepada pemuda-pemuda kita, sehingga lahirlahfitnah (bencana) dan kelalaian, di mana terpampang foto-foto bentuk tubuh wanita dan wajah-wajah mereka[12], dengan kepalsuan dan penampilan yang merusak agama dan akhlak.
Adapun foto-foto telanjang, pemandangan yang rendah dan hina, dan rupa-rupa yang membawa fitnah (kerusakan) yang terlihat pada majalah-majalah porno, di mana kebanyakan halamannya mengandung kegilaan, maka akal tidak ragu atas keharamannya, walau gambar tersebut bukan buatan tangan secara langsung, namun kerusakan dan bencana yang dihasilkannya lebih besar dibanding lukisan dengan tangan.
Kemudian, sesungguhnya โIlat (alasan) pengharaman foto bukan karena ia menyerupai dan menyamai makhluk Allah, tetapi karena adanya titik persamaan dengan jenis gambar yang telah diberi peringatan, yaitu bahwa watsaniyah (paganisme โ keberhalaan) yang merasuki umat-umat terdahulu terjadi karena melalui jalan โgambarโ. Di mana jika orang shalih mereka wafat, mereka membuat gambarnya (patung) dan mengabadikannya untuk mengingatnya dan mengikutinya. Kemudian datang generasi setelah mereka, menyembah patung tersebut. Maka apa-apa yang dilakukan manusia, menggantung foto besar yang diberi perhiasan di dinding rumah, walau sekadar untuk kenang-kenangan, dan tidak dibuat dengan tangan (bukan lukisan), ini termasuk yang tidak dibolehkan oleh syariat. Karena, nantinya berpotensi untuk mengagungkannya dan menyembahnya, sebagaimana yang dilakukan Ahli Kitab terhadap para nabi dan orang-orang shalih mereka.[13]
Maka pemutlakan kebolehan foto dengan alasan ia bukanlah melukis melainkan menahan (merekam) bayangan. Seharusnya pembolehannya terikat yaitu karena dharurat kebutuhan seperti foto identitas pribadi, dan semua hal yang berkaitan dengan maslahat dunia yang dibutuhkan manusia. Wallahu Aโlam[14]
Sementara itu, Syaikh Wahbah Az Zuhaili mengatakan:
ุฃู
ุง ุงูุชุตููุฑ ุงูุดู
ุณู ุฃู ุงูุฎูุงูู ููุฐุง ุฌุงุฆุฒุ ููุง ู
ุงูุน ู
ู ุชุนููู ุงูุตูุฑ ุงูุฎูุงููุฉ ูู ุงูู
ูุงุฒู ูุบูุฑูุงุ ุฅุฐุง ูู
ุชูู ุฏุงุนูุฉ ูููุชูุฉ ูุตูุฑ ุงููุณุงุก ุงูุชู ูุธูุฑ ูููุง ุดูุก ู
ู ุฌุณุฏูุง ุบูุฑ ุงููุฌู ูุงูููููุ ูุงูุณูุงุนุฏ ูุงูุณููุงู ูุงูุดุนูุฑุ ููุฐุง ููุทุจู ุฃูุถุงู ุนูู ุตูุฑ ุงูุชููุงุฒ ูู
ุง ูุนุฑุถ ููู ู
ู ุฑูุต ูุชู
ุซูู ูุบูุงุก ู
ุบููุงุชุ ูู ุฐูู ุญุฑุงู
ูู ุฑุฃูู.
โAda pun fotografi maka itu boleh, dan tidak terlarang menggantungnya di rumah dan selainnya jika tidak mengundang fitnah, seperti foto wanita yang menampakkan bagian tubuhnya selain wajah dan telapak tangan, seperti bagian dada, betis, rambut, dan ini juga berlaku pada gambar televisi. Apa-apa yang terjadi di dalamnya seperti tarian, panggung, dan penyanyi wanita, semua ini adalah haram menurutku.โ[15]
Syaikh Jaad Al Haq Ali Jaad Al Haq Rahimahullah โmufti Mesir- berkata:
ุงุฎุชูู ุงููููุงุก ูู ุญูู
ุงูุฑุณู
ุงูุถูุฆู ุจูู ุงูุชุญุฑูู
ูุงููุฑุงูุฉุ ูุงูุฐู ุชุฏู ุนููู ุงูุฃุญุงุฏูุซ ุงููุจููุฉ ุงูุดุฑููุฉ ุงูุชู ุฑูุงูุง ุงูุจุฎุงุฑู ูุบูุฑู ู
ู ุฃุตุญุงุจ ุงูุณูู ูุชุฑุฏุฏุช ูู ูุชุจ ุงููููุ ุฃู ุงูุชุตููุฑ ุงูุถูุฆู ููุฅูุณุงู ูุงูุญููุงู ุงูู
ุนุฑูู ุงูุขู ูุงูุฑุณู
ูุฐูู ูุง ุจุฃุณ ุจูุ ุฅุฐุง ุฎูุช ุงูุตูุฑ ูุงูุฑุณูู
ู
ู ู
ุธุงูุฑ ุงูุชุนุธูู
ูู
ุธูุฉ ุงูุชูุฑูู
ูุงูุนุจุงุฏุฉ ูุฎูุช ููุฐูู ุนู ุฏูุงูุน ุชุญุฑูู ุบุฑูุฒุฉ ุงูุฌูุณ ูุฅุดุงุนุฉ ุงููุญุดุงุก ูุงูุชุญุฑูุถ ุนูู ุงุฑุชูุงุจ ุงูู
ุญุฑู
ุงุช .
ูู
ู ูุฐุง ูุนูู
ุฃู ุชุนููู ุงูุตูุฑ ูู ุงูู
ูุงุฒู ูุง ุจุฃุณ ุจู ู
ุชู ุฎูุช ุนู ู
ุธูุฉ ุงูุชุนุธูู
ูุงูุนุจุงุฏุฉุ ููู
ุชูู ู
ู ุงูุตูุฑ ุฃู ุงูุฑุณูู
ุงูุชู ุชุญุฑุถ ุนูู ุงููุณู ูุงููุฌูุฑ ูุงุฑุชูุงุจ ุงูู
ุญุฑู
ุงุช .
โPara ahli fiqih berbeda pendapat tentang hukum foto, antara yang mengharamkan dan memakruhkan, yang ditunjukkan oleh hadits-hadits nabi yang telah diriwayatkan oleh Bukhari dan lainnya dari pengarang kitab As Sunan, dan dituangkan dalam kitab-kitab fiqih. Sesungguhnya foto manusia dan hewan yang sekarang kita kenal adalah tidak mengapa, jika tidak dicampur dengan sikap pemandangan untuk diagungkan, dimuliakan, dan diibadahi, dan juga tidak dicampuri dengan hal-hal yang menggerakan syahwat, menyiarkan kekejian, dan segala hal yang diharamkan
Dari sini, bisa diketahui bahwa menggantungkan foto tidaklah mengapa selama bersih dari pengagungan, peribadatan, dan bukan termasuk gambar yang mengundang kefasikan, dosa, dan hal-hal yang diharamkan lainnya.โ[16]
Wallahu a’lam.
๐ฟ๐บ๐๐๐ท๐น๐ป
Dipersembahkan Oleh:
Website : www.iman-manis.com
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
๐ผSebarkan! Raih Bahagia….