๐ Pemateri: Ustadz Abdullah Haidir, Lc
๐ฟ๐บ๐๐๐ผ๐๐ท๐น
Beberapa kali saya ikuti acara yang terkait pembinaan bagi para dai yang diadakan oleh lembaga formal. Nyaris isunya tidak pernah keluar dari peringatan soal bahaya radikalisme dan intoleransi. Seakan cap radikal dan intoleran sudah menjadi cap asli bagi sebagian kaum muslimin, khususnya para dai.
Jarang di antara para pembicara itu, yang notabene berasal dari lembaga yang khusus membidangi masalah dakwah, mengingatkan agar para dai kuat komitmennya dalam berdakwah, bersungguh-sungguh menyampaikan ajaran Allah, agar masyarakat mengamalkan Islam secara utuh dan bersemangat melindungi masyarakat dari bahaya kekufuran, kemusyrikan, kemaksiatan dan dekadensi moral.
Biasanya yang jadi andalan adalah ayat 107 surat Al-Anbiya
ููู ูุง ุฃูุฑูุณูููููุงูู ุฅููููุง ุฑูุญูู ูุฉู ููููุนูุงููู ูููู
โDan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.โ (QS. Al-Anbiya: 107)
Seakan ayat ini khusus ditujukan untuk bab toleransi dan menangkal bahaya radikalisme, khususnya terkait dengan sikap kita dengan orang-orang di luar Islam. Maka keluarlah ajakan untuk bersikap baik kepada orang kafir, tidak menyakiti dan memusuhi mereka.
Sampai disini sebenarnya tidak bermasalah, karena pada dasarnya Islam memang mengajarkan demikian. Tapi oleh pihak-pihak tertentu, khususnya Islam liberal, tidak jarang ayat ini digiring agar kita mengendurkan sikap tegas dan kuat pada tempat-tempat dimana kita harus tegas dan kuat, khususnya soal aqidah dan ibadah, juga soal perkara halal haram. Atau dengan kata lain, sikap menghormati orang kafir dengan keyakinannya mereka giring menjadi bagaimana agar kaum muslimin dengan sikapnya dapat menyenangkan orang kafir. Padahal tidak ada yang paling mereka senangi kecuali seorang muslim menjauh dari ajaran agamanya dan mengikuti langkah-langkah mereka (QS. 2: 120).
Maka kadang keluarlah sikap-sikap yang aneh, bershalawat di gereja, ikut ritual mereka, sampai pada sikap lebih dapat akrab dengan mereka ketimbang sesama elemen muslim. Memang ini bukan fenomena umum, tapi gejalanya mulai tumbuh.
Bagaimanakah pemahaman ayat di atas? Dalam banyak tafsir disebutkan, bisa dilihat dalam Tafsir Ath-Thabari atau Ibnu Katsir, bahwa diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan syariatnya tak lain sebagai rahmat bagi seluruh alam ini, baik muslim maupun kafir. Bagi kaum muslimin menjadi rahmat, karena orang beriman menjadi tahu syariat dan jalan Allah untuk menuju surgaNya. Bagi orang kafir juga menjadi rahmat sebab diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membuat mereka tidak diazab langsung di dunia sebagaimana menimpa umat terdahulu. Karena di antara kekhususan umat ini adalah tidak adanya azab masal seperti menimpa umat sebelumnya.
Ada juga penafsiran, bahwa Islam ini adalah rahmat jika mereka mau menerimanya, karena di dalamnya tidak terdapat kecuali kebaikan. Maka jika mereka menolak Islam, pada dasarnya mereka tidak menghendaki rahmat dan kebaikan yang Allah berikan.
Di antara penafsiran lain dari ayat ini juga adalah penolakan nabi ketika diminta untuk melaknat bangsa Arab yang menolak seruan dakwahnya, maka dia katakan โSaya adalah rahmat yang diberi petunjukโ di riwayat lain dia mengatakan, โAku tidak diutus untuk menjadi tukang laknatโ.
Maka secara umum, makna rahmatan lil aalamin adalah bahwa ajaran Islam ini merupakan rahmat bagi semesta alam. Karenanya, ayat ini harus mendorong kita untuk mengimani Islam, mengamalkannya dan berikutnya mendakwahkannya.
Orang-orang yang mengamalkan Islam dan menyampaikan dakwah Islam mestinya disuport, karenanya sejatinya mereka sedang menebarkan rahmat dan kebaikan bagi masyarakat, bangsa dan negara. Bukan selalu dicurigai apalagi diintai dengan anggapan sebagai pemicu sikap radikal, intoleran dan ancaman bagi negara. Kata kuncinya adalah, siapa yang mengamalkan dan mendakwahkan Islam dengan segenap ajarannya, berarti dia sedang menebarkan rahmat di tengah masyarkat.
Soal toleransi, kaum muslimin di negeri ini dan umumnya di negeri-negeri mayoritas Islam, insyaAllah sudah khatam dengan bab toleransi dalam bentuk menghormati keyakinan agama orang lain dengan tidak mengganggunya dan menyakitinya serta berbuat baik secara sosial kepada mereka. Kalau tidak, non muslim di negeri ini akan bernasib sama seperti muslim minoritas di beberapa negara, seperti muslim Rohingya di Myanmar, bangsa Kashmir di India, Uighur di Cina, dll.
Wallahu aโlam.
๐๐๐บ๐๐๐บ๐๐
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
๐ฑInfo & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis
๐ฐ Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678