logo manis4

Catatan Penting Perang Khaibar

📝 Pemateri: Ustadz DR Wido Suparaha

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Perang ini berawal dari usaha Nabi Muhammad ﷺ untuk melemahkan 3 (tiga) kekuatan besar yang memusuhi eksistensi Madinah, yakni: Quraisy Makkah, Yahudi, dan Badui. Masing-masing dengan latar belakang dan tujuan berbeda.

Nabi Muhammad ﷺ ternyata memilih untuk melemahkan kekuatan besar Yahudi di Khaibar pada khususnya, di abad ke-7 H. Tentunya hal ini melihat kekuatan Quraisy sudah melemah, dan kekuatan Badui yang masih bisa dikontrol oleh militer Madinah.

Khaibar sendiri memiliki wilayah yang luas, terdiri atas 8 (delapan) benteng besar dan banyak benteng kecil. Strategi Nabi Muhammad ﷺ adalah memilih Benteng Na’im sebagai target awal pertempuran.

Secara ringkas, wilayah Khaibar dibagi atas 2 (dua) area besar:

Area I:

Wilayah Nathat:

🔅Benteng Na’im | Dipertahankan oleh 1000 tokoh dan pahlawan Yahudi | Amir bin al-Akwa’ wafat oleh Marhab, dan Marhab terpenggal di tangan ‘Ali bin Abi Thālib r.a., sementara Zubair bin Awwam r.a. membunuh Yasir, saudara Marhab | Berlangsung beberapa hari

🔅Benteng ash-Sha’b bin Mu’adz | Memiliki stok makanan dan hewan ternak terbanyak, juga manjaniq dan dabbabah| Komandan Muslim: al-Hubab bin al-Mundzir al-Anshary , memimpin pengepungan 3 hari, dilanjutkan dengan do’a Nabi Muhammad ﷺ

🔅Benteng Qal’ah az-Zubair | Memiliki cadangan air minum dan mata air | 1 orang korban dari Muslim, dan 10 orang korban dari Yahudi

Wilayah asy-Syiq

🔅Benteng Ubay | Pahlawan Muslim berikat kepala merah: Abu Dujanah Simak bin Kharasyah r.a. karena memimpin serangan ke dalam benteng

🔅 Benteng an-Nizar | Diisi oleh banyak wanita dan anak-anak, karena dianggap benteng paling kokoh | Sangat tinggi posisinya sehingga Nabi Muhammad ﷺ menggunakan strategi menggunakan manjaniq.

Area II :

Wilayah al-Katibah | Pengepungan 14 hari dan Yahudi menyerah

🔅Benteng al-Qamush, Abul Huqaiq | Menyerah dan perjanjian damai

🔅 Benteng al-Wathih

🔅 Benteng as-Salalim

🎯 Anak Abil Huqaiq: Kinanah bin ar-Rabi’ menyembunyikan harta Bani Nadhir, menentang perjanjian, maka diinterogasi akhir oleh az-Zubair dan dieksekusi oleh Muhammad bin Maslamah.

🎯 Tanah Khaibar sebagai rampasan perang dibagi 3600 bagian, sebagian untuk Nabi Muhammad ﷺ dan kaum muslimin, dan sebagian lagi untuk wakil dan urusan umum kaum muslimin. Yahudi bekerja untuk pertanian kaum muslimin.

🎯 Ja’far bin Abu Thālib r.a. datang bersama Asy’ariyyin seperti Abu Musa r.a., dan mendapatkan bagian ghanimah.

🎯 Shafiyah binti Huyai, puteri pemimpin Quraizhah dan Bani Nadhir, yang baru menikah dengan Kinanah, ditawan, dan tidak jadi dinikahi Dihyah bin Khalifah al-Kalbi, dinikahi Nabi Muhammad ﷺ dengan mas kawin pembebasan dirinya. Ia dirias oleh Ummu Sulaim sebelum melewati malam pertama dalam perjalanan ke Madinah. Wajahnya terlihat ada bekas-bekas biru bekas tempeleng Kinanah.

🎯 Zainab binti al-Harits, isteri Sallam bin Misykam menyodorkan paha kambing kepada Nabi Muhammad ﷺ yang kemudian mencicipi sedikit namun kemudian memuntahkannya. Wanita ini dibunuh kemudian sebagai qishash akan kematian Bisyr bin al-Barra’ bin Ma’rur r.a. yang telah memakan daging itu.

🎯 Perbandingan korban perang Khaibar keseluruhan adalah 23 orang Muslim dan 73 orang Yahudi.

🎯 Abu Hurairah r.a. masuk Islam saat Nabi Muhammad ﷺ dan pasukan sudah berangkat ke Khaibar, dan beliau menyusul turut berjihad

🎯 Yahudi di Fadak memberikan separuh hasil buminya untuk Nabi Muhammad ﷺ setelah delegasi yang dikirim Nabi bernama Muhayyishah bin Mas’ud r.a.

🎯 Yahudi di Wadil Qura diseru namun malah menyerang dengan anak panah yang membunuh salah satu pembantu Rasūlullāh yang ternyata mencuri mantel dari ghanimah Khaibar. Terjadi pertempuran selama 4 hari dengan kekalahan Yahudi.

🎯 Yahudi di Taima’ membayar jizyah.

🎯 Dalam perjalanan pulang akhir Shafar atau Rabiul Awwal 7H Nabi Muhammad ﷺ dan pasukan ditidurkan hingga shalat Shubuh saat mentati mulai meninggi, dan Nabi segera memerintahkan Bilāl r.a. untuk adzan

🎯 Satuan perang Aban bin Sa’d dibuat untuk menjaga Madinah dari Badui, dengan ekspedisi ke Nejd.

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Menjadi Muslim/Muslimah Hebat

📝 Pemateri: Ustadzah Rochma Yulika

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Mengapa kita harus menjadi sosok yang luar biasa? Karena Keindahan Surga bukan biasa saja. Keindahannya melebihi pesona jagad raya. Keistimewaannya tak sanggup dinilai dengan hitungan angka.

Menjadi muslim dan muslimah hebat bagian dari harapan. Mengambil setiap kesempatan yang datang menjadi keharusan. Berpikir bahwa hidup harus diisi untuk membuat karya terbaik jadi tabiat keseharian.

Karakternya kuat, jiwanya penuh semangat dan aktivitasnya selalu diiringi taat. Lantaran bagi muslimah hebat ada yang melatarbelakangi kiprahnya yang luar biasa.

1. Menyadari bahwa bumi yang dipijak tak selamanya ada. Bila Allah berkehendak bumi bisa di balik, bila Allah berkehendak tanah pun bisa berubah melunak hingga kaki tak bisa lagi menapak. Maka bila kita tak memilik jalan terbaik yakni sebuah jalan yang telah diwariskan oleh para Nabi dan Rasul juga para ulama maka jalan mana lagi yang akan kita tempuhi.

2. Menyadari bahwa usia tak selamanya di kandung badan. Nafas tak selamanya bisa kita hela. Akan ada saatnya berhenti untuk selamanya. Dan kembali lah manusia kepada penciptanya. Dan kala itu hanya kumpulan amal yang bis jadi bekal. Lantas jika tak senantiasa memprioritaskan urusan dengan Allah, akan kembali kemana usai kehidupan dunia yang sesaat lewat itu? Tak ada nilainya bila kita hanya melakukan banyak aktivitas tanpa sandaran yang jelas. Maka selama nafas masih ada, kesempatan pun tersedia segera jalankan perintah-Nya agar pantas kita mendapat Surga.

3. Kita menjadi lebih baik karena itulah ajaran. Kita sudah seharusnya melakukan banyak amalan lantaran ada nilai yang jadi tuntunan. Perintah Allah tak ada yang salah semua sesuai dengan kodrat manusia. Semua terukur bahwa manusia akan mampu mengembannya. Tidak ada yang sulit sebenarnya, yang ada hanya rasa malas serta enggan untuk menjalankan lantaran bisikan setan begitu kuat melingkupi ruang batinnya. Maka berjuanglah untuk melawan akan terealiasasi apa yang sudah dituliskan. Bahkan kesungguhanlah dan atas izin-Nya yang bisa mengantarkan kita menjalankan titah Sang Pemilik alam semesta secara optimal.

4. Motivasi yang jelas di jalan Ilaahi. Adakah motivasi dari semua yang kita lakukan? Adakah selipan dunia dalam setiap langkah kita? Berharap hati lurus untuk Allah dan dalam rangka menapaktilasi jejak Rasulullah dari semua gerak dalam kehidupan kita. Motivasi yang jelas untuk siapa banyak hal kita lalukan. Karena apa banyak waktu kita lewatkan. Bila sandarannya jelas yakni Allah swt dan keinginan berjumpa dengan-Nya niscaya yang kita lakukan kan mendapat balasan sepadan.

Jika bukan karena Allah langkah ini tak akan menderap. Jika bukan karena Allah diri ini tak mengutamakan adab. dan jika bukan karena Allah diri ini tak berpikir bagaimana seharusnya bersikap.

Hidup ini hanya sebentar jangan lah sampai tertukar. Hidup ini sangatlah sesaat maka jadilah muslim dan muslimah yang hebat. Dan hidup ini hanya sementara maka jadilah pejuang yang luar biasa.

Rumah Sakit Pratama Yogyakarta, 23 Oktober 2018

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Pemberian Orang Tua Yang Paling Berharga

📝 Pemateri: Ustadzah Dra. Indra Asih

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Perintah untuk mendidik anak adalah bentuk realisasi iman.

Perintah ini diberikan secara umum kepada *kepala rumah tangga* tanpa memperhatikan latar belakang pendidikan dan kelas sosial.

Setiap ayah wajib memberikan pendidikan kepada anaknya (dan ibu membantu) tentang agamanya dan memberi keterampilan untuk bisa mandiri dalam menjalani hidupnya kelak.

Jadi, berilah pendidikan yang bisa mengantarkan si anak hidup bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.

Perintah ini diberikan Allah swt. dalam bentuk umum. “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Adalah sebuah bentuk kejahatan terhadap anak jika ayah-ibu tenggelam dalam kesibukan, sehingga lupa mengajarkan anaknya cara shalat.

Meskipun kesibukan itu adalah mencari rezeki yang digunakan untuk menafkahi anak-anaknya. Jika ayah-ibu berlaku seperti ini, keduanya telah melanggar perintah Allah di surat Thaha ayat 132. “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”

Rasulullah saw. bersabda, “Ajarilah anak-anakmu shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila tidak melaksanakan shalat) pada usaia sepuluh tahun.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Shalah, hadits nomor 372).

Ketahuilah, tidak ada pemberian yang baik dari orang tua kepada anaknya, selain memberi pendidikan yang baik.

——————————————
Untuk detailnya, silahkan menyimak video di link berikut ini

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Sebarkan! Raih Pahala

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Bolehkah Bermazhab?

Pertanyaan

Assalamu’alaikum wrwb Ustadz Kami mohon penjelasan tentang pengambilan madzab dalam masalah fiqih. Misal saya pake syafii, sejauh apa dan bolehkah sekaligus memggunakan madzab lain. (Member Manis 🅰2⃣8⃣)

Jawaban

Oleh: Ustadz Slamet Setiawan

‌و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته

Allah berfirman:

فسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون

“maka tanyakanlah terhadap beberapa orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui” (Qs. Al Anbia : 7)

Umat Islam secara umum terbagi menjadi dua golongan, yakni golongan alim dan golongan awam. Dimana kedua golongan tersebut mempunyai kewajiban yang sama untuk melaksanakan ajaran Islam dengan benar sesuai yang disyariatkan Allah kepada hamba-Nya. Disini golongan alim memiliki kemampuan untuk mendalami dan memahami syariat Islam dengan benar dan juga mampu menyimpulkan apa yang diinginkan oleh Islam itu sendiri. Mereka disebut sebagai mujtahid. Sedangkan orang awam hanya mampu melaksanakan apa yang telah disarikan oleh seorang mujtahid, sehingga mereka disebut muqallid.

Untuk beberapa mujtahid, dengan kapabilitas yang mereka punyai, mereka bisa menggali hukum sendiri dari Al-Quran serta Hadis bahkan juga untuk mereka tak bisa mengikuti pendapat orang lain. Sedang untuk orang awam begitu berat untuk mereka mengerti serta mengambil hukum dari Al Quran serta hadist secara langsung. Jadi bermazhab semata-mata untuk mempermudah mereka mengikuti ajaran agama dengan benar, karena mereka tak perlu lagi mencari tiap-tiap persoalan dari sumber aslinya yakni al-Qur’an, hadist, ijma’ dan lain-lain, tetapi mereka cukup membaca ringkasan tata cara melaksanakan ibadah dari mazhab-mazhab itu. Dapat dipikirkan bagaimana sulitnya beragama untuk orang awam, apabila mesti mempelajari semua ajaran agamanya lewat Al Qur’an dan hadist. Begitu beratnya beragama apabila kebanyakan orang mesti berijtihad. Serta banyak bidang yang menjadi kebutuhan manusia bakal tidak terurus bila seandainya tiap-tiap manusia berkewajiban untuk berijtihad, lantaran untuk memenuhi kriteria ijtihad itu pasti menggunakan waktu yang lama dalam mendalaminya.

Taqlid dalam perbandingan lain bisa kita ibaratkan dengan konsumsi makanan siap saji yang sudah di masak oleh ahlinya. Apabila kita mau memasaknya sendiri sudah pasti kita mesti terlebih dulu mempersiapkan beberapa bahan makanan itu serta mesti mempelajari beberapa cara memasaknya dan juga mesti memiliki pengalaman dalam memasak. Hal semacam ini sudah pasti memerlukan waktu bahkan juga terkadang hasil yang didapat tak memuaskan, tidak menjadi makanan yang lezat. Demikian pula dalam taqlid, sudah pasti ia harus lebih dulu kita pelajari serta menguasai kriteria ijtihad. Mungkin lantaran kapabilitas yang masih kurang, hukum yang dihasilkan juga adalah hukum yang fasid.

Jadi simpulannya, bermadzhab adalah cara yang aman bagi orang awam untuk bisa menjalankan syariat Islam dengan baik dan benar walaupun dirinya mempunyai keterbatasan ilmu.

Lalu bolehkah bermadzhab dengan beberapa mujtahid?

Pada dasarnya tidak ada kewajiban bermazhab dalam Islam, akan tetapi yng ada adalah kewajiban mengikuti Al Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Para imam madzhab pun seluruhnya berwasiat agar pengikutnya tidak taqlid secara buta terhadap pendapatnya, akan tetapi kita diperintahkan untuk mengambil pendapat yang lebih kuat di antara mereka. Jadi kesimpulannya tidak mengapa mengikuti lbih dari satu madzhab.

Berikut saya kutip beberapa wasiat dari imam madzhab yang masyhur:

Wasiat Imam Abu Hanifah

1) “Jika telah shahih suatu hadits, maka ia adalah mazhabku.” (Disebutkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam Al-Hasyiyyah)

2) “Tidak halal bagi seorang pun untuk berdalil dengan pendapat kami, jika ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.”

3) “Haram hukumnya bagi orang yang tidak mengetahui dalil yang aku gunakan, untuk berfatwa dengan pendapatku.”

4) “Sesungguhnya kami hanyalah manusia biasa, kami terkadang mengeluarkan suatu pendapat mengenai masalah tertentu pada suatu hari, dan kami berpaling darinya pada esoknya.”

5) Suatu ketika beliau berkata kepada murid terbaiknya yang bernama Ya’qub atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Yusuf,”Celaka kamu hai Ya’qub! Janganlah engkau menulis segala sesuatu yang telah engkau dengar dariku, karena aku terkadang mengeluarkan suatu pendapat pada suatu hari, dan esok harinya aku meninggalkannya, aku pun terkadang mengeluarkan pendapat pada esok harinya, dan pada lusanya aku meninggalkannya.”

6) “Jika aku mengatakan sebuah perkataan yang bertentangan dengan Kitab Allah dan khabar/sunnah yang datang dari Rasulullah SAW, maka tinggalkanlah perkataanku!”

Wasiat Imam Malik bin Anas

1) “Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia biasa, aku bias benar, dan bisa juga salah, maka perhatikanlah oleh kalian pendapat-pendapatku!, semua pendapat yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah, maka ambillah!, dan semua pendapat yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah, maka tinggalkanlah!.”

2) “Tidak seorang pun di dunia ini, melainkan pendapatnya bisa diambil dan bisa pula ditolak, kecuali Nabi SAW.”

Wasiat Imam Syafi’i

1) “Tidak seorangpun di dunia ini, melainkan pasti ada sunnah/hadits yang tidak diketahuinya. Jika aku mengeluarkan sebuah perkataan ataupun kaidah yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW, maka perkataanku adalah (kembali) kepada apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW.”

2) “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barangsiapa yang telah jelas baginya sunnah/hadits dari Rasulullah SAW (terhadap suatu masalah), maka tidak halal baginya untuk menggantinya dengan perkataan siapapun.”

3) “Jika kalian menemukan dalam kitab karyaku sesuatu yang menyelisihi sunnah Rasulullah SAW, maka berpendapatlah dengan menggunakan sunnah Rasulullah SAW, dan tinggalkanlah perkataanku.”

4) “Jika telah shahih suatu hadits, maka itulah mazhabku.”

5) Suatu ketika Imam Syafi’i berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal,”Engkau lebih mengetahui banyak hadits dan rijalnya dibandingkan denganku. Jika telah shahih suatu hadits, maka beritahukanlah kepadaku di daerah mana ia (periwayatnya) berada, Kuffah, Bashrah, ataupun Syam, hingga aku bisa pergi mendapatkannya, jika ia telah shahih.”

6) “Setiap masalah yang telah shahih berasal dari Rasulullah SAW menurut para ahli hadits, dan menyelisihi apa yang aku katakan, maka aku menyatakan diri untuk kembali (membatalkan perkataanku), baik ketika aku masih hidup, ataupun ketika aku sudah meninggal.”

7) “Jika kalian menemukan aku mengatakan sebuah perkataan yang di dalamnya telah shahih hadits Rasulullah SAW dan aku menyelisihinya, maka ketahuilah bahwa pada saat itu akal sehatku sudah tidak ada.”

8) “Setiap pendapat yang aku katakan, dan hadits Nabi SAW yang shahih menyelisihi perkataanku, maka yang harus didahulukan adalah hadits Nabi SAW, dan janganlah taqlid kepadaku.”

9) “Setiap hadits Nabi SAW adalah perkataan yang menjadi pendapatku, meskipun kalian tidak pernah mendengarnya dariku.”

Wasiat Imam Ahmad bin Hanbal

1) “Janganlah kalian taqlid kepadaku, dan jangan pula kepada Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Al-Auzai, ataupun Imam Al-Tsauri, dan ambillah oleh kalian sunnah itu dari tempat mereka mengambilnya.”

2) “Janganlah taqlid kepada seorang pun dalam urusan agamamu, akan tetapi ambillah ilmu itu dari apa-apa yang dating dari Rasulullah SAW, para sahabatnya, dan tabi’in yang terkenal kebaikannya.”

3) “Imam Al-Auzai telah mengeluarkan pendapat, demikian pula dengan Imam Malik dan Abu Hanifah. Semuanya hanyalah pendapat yang semuanya aku anggap sama saja. Akan tetapi, hujjah yang sebenarnya adalah yang terdapat dalam atsar (dari Nabi SAW dan para sahabatnya).”

Demikian uraian singkat ini, semoga bermanfaat.

Wallahu a’lam.

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Dakwah Itu Tanggung Jawab Kita

📝 Pemateri: Ustadzah Rochma Yulika

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Menjadi tugas kita bersama untuk mengajak manusia menuju perbaikan. Itulah dakwah. Lantaran berdakwah bukan hanya kala kita mampu berbicara di podium atau di mimbar akbar namun ketika kita bisa mengajak manusia dengan sabar. Ajaklah manusia mengenal Allah, ajaklah manusia mencintai Allah begitu pula ajakah manusia mengenal Rasulullah serta meneladani jejak kebaikan yang diwariskan.

Mengingat manusia sebagai makhluk sosial dan dakwah ini selalu berkaitan dengan banyak manusia maka menjalaninya tidaklah mudah. Butuh banyak menyediakan ruang kesabaran dalam hati kita. Maka belajar mengelola rasa, belajar menata hati dan bersikap bijak dalam kebersamaan menjadi tugas kita.

Tentu bukan hanya rasa sakit yang mendera raga terkadang yang jauh lebih terasa berat adalah kondisi kejiwaan kita. Adakalanya terluka, adakalanya kecewa, bahkan terasa menyesakkan dada kala lisan yang sengaja atau pun tidak yang terucap hingga menggores relung hati manusia.

Allah selalu beri ujian agar kita belajar menguatkan diri. Tak ada ujian yang tiada berakhiran. Tak ada ujian yang terselesaikan. Kita ingat Nasihat Ustadz Rahmat Abdullah, “Setiap kita akan senantiasa diuji oleh Allah SWT pada titik-titik kelemahan kita.

Orang yang lemah dalam urusan uang namun kuat terhadap fitnah jabatan dan wanita, tidak akan pernah diuji dengan wanita atau jabatan. Tetapi orang yang lemah dalam urusan wanita namun kuat dalam urusan uang, tidak akan pernah diuji dengan masalah keuangan.

Orang yang mudah tersinggung dan gampang marah akan senantiasa dipertemukan oleh Allah dengan orang yang akan membuatnya tersinggung dan marah sampai ia bisa memperbaiki titik kelemahannya itu sehingga menjadi tidak mudah tersinggung dan tidak pemarah.

Orang yang selalu berlambat-lambat menghadiri pertemuan forum dakwah karena alasan istri, anak, mertua, atau tamu akan senantiasa dipertemukan dengan perkara ‘mertua datang, tamu datang silih berganti, disaat ia akan berangkat .. terus begitu sampai ia memilih prioritas bagi aktivitasnya apakah kepada dakwah atau kepada perkara-perkara lain.

Kita semua harus memahami dan mengatasi segala kelemahan diri di jalan dakwah ini. Ingatlah, mushaf Al-Quran tidak akan pernah terbang sendiri kemudian datang dan memukuli orang-orang yang bermaksiat.

Setiap kita akan berjumpa ujian. Setiap kita kan beriring cobaan. Kenyataan hidup mengajarkan bahwa manis dan pahit rasa yang hadir sudah menjadi sunatullah. Ibnu Athaillah Al-Iskandari mengatakan, “Adakalanya manusia berjumpa dengan kesulitan, adakalanya juga berjumpa dengan kemudahan. Selalu diergilirkan antara kesulitan dan kemudahan agar manusia selalu bersandar kepada Allah.”

Dalam Islam kita diajarkan tentang seni menyikapi kehidupan. Mendapatkan suasana bahagia ada rasa suka cita kala mendapatinya. sebaliknya ketika kesulitan melanda risau hati menjadi nuansa perjalanannya. Maka iman mengajarkan tentang sabar dan syukur dalam menyikapi segala yang ada. Al-imanu nisyfani, nisyfu shabri wa syukri. Iman itu ada dua bagian yakni shabar dan syukur.

Ciri orang yang sabar:

1. Selalu berorientasi kepada Allah

2. Selalu bersemangat untuk berjuang ilallah

3. Memiliki Fisik yang prima

4. Tidak pernah melemah aktivitasnya

Orang beriman sadar betul bahwa dunia penuh ujian dan kenikmatan. Bijak dalam menyikapi segala kenyatan menjadi kewajibannya. Pemahaman kita tentang sabar harus senantiasa kita perbaiki agar jernih dalam berpikir sehingga tak salah dalam mengambil langkah. Begitu pula iringan syukur sudah seharusnya ada agar Allah memberikan karunia dan akan menjauhkan kita dari azab yang nyata.

Lantas bagaimana kita sebagai seorang muslim harus melakukan yang terbaik untuk menuju Allah? Peran dakwah kita dinantikan banyak kalangan. Kiprah di tengah masyarakat pun harus dilakukan. Ada yang perlu kita sadari. Bahwa bumi dimana kita berpijak belum tentu abadi. Umur yang kita miliki pun berbatas hari. Maka pijakan atas nilai Ilaahi sudah se

harusnya kita pegangi. Sehingga motivasi yang kuat di jalan Ilaahi akan senantiasa mewarnai.

Beberapa karakter yang wajib melekat dalam diri pejuang dakwah.

1. Bekerja dengan ikhlas. Lantaran Ikhlaslah yang menjadikan amal kita bernilai di hadapan Allah. Keikhlasan yang akan meringankan langkah kita. Dan keikhlasan itulah membuat segala yang dirasa ringan adanya.

2. Bekerja dengan mawas. Menjalani kebersamaan itu tidak mudah. Butuh kehati-hatian dalam bersikap, berkata dan memilih kalimat yang bijaksana. Tak semua hati bisa terukur dalam takaran kita. Sangat mungkin ada kata melukai hati. Ada pandangan mata yang menyinggung nurani. Maka melapangkan jiwa dalam hidup bersama saudara harus ada.

3. Bekerja dengan cerdas. Pejuang dakwah harus berusaha untuk mau belajar. Banyak hal baru yang bisa menjadi wawasan. Sehingga mampu bekerja dengan cerdas. Selalu saja mengerti tentang peluang dakwah dan apa yang seharusnya dilakukan. Ada kreativitas dan inovasi supaya dakwah ini kian menggelora.

4. Bekerja dengan keras. Bukanlah dikatakan pejuang jika menjalani amanah dengan setengah-setengah. Kerja yang optimal sesuai kapasitas kita akan membuahkan hasil yang terbaik. Dakwah ini butuh orang yang bisa diajak bekerja dengan gigih, bukan orang yang malas atau melakukan sesuatu tidak ada kesungguhan. Dakwah ini tugas yang diemban manusia melawati masa hidupnya. Tugas yang berkesinambungan yang menjadi warisan dari Rasulullah dalam rangka menegakkan kalimatullah. Bekerja keras inilah yang akan membuat Allah ridha hingga keajaiban Allah berikan kepada manusia. Sungguh tugas dakwah kian hari kian memberat maka sediakan pundak yang kuat untuk memikulnya.

5. Bekerja dengan tuntas. Allah mengisyaratkan dalam ayatnya bahwa dalam menyelesaikan tugas harus tuntas. Tidak tanggung. Terkadang energi negatif membuat kita enggan untuk menyelesaikan dengan tuntas. Boleh jadi kemalasan atau gelisah hati yang membuat langkah terhenti. Enggan meneruskan apa yang menjadi targetnya. Maka butuh manajemen hati sehingga ketuntasan dalam amanah tercapai.

6. Bekerja penuh Produktivitas. Bila kita penuhi kriteria di atas maka akan ada hasil yang nyata sebagai wujud kontribusi kita di jalan dakwah. Ada sejarah yang akan mencatat peran serta kita untuk membangun peradaban yang bermartabat. Seperti itulah yang harus kita lakukan.

Semangat untuk Allah dan akhirat hingga pada akhirnya hanya diri kita dan Allah atas segala yang tersembunyi di hati dan terwujud dalam perbuatan. Wallahu a’lam bisshawwab.

Tanah Gayo, 15 Oktober 2018

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Larangan Untuk Wanita Haidh

Pertanyaan

Assalamu’alaikum wr wb ustadz.. Afwan ni Ane mau nanya. Ape hukumnye jika perempuan haid di bulan puasa (boleh gak tu ikut melaksanakan ibadah shaum d bulan ramadhan)?

Jawaban

Oleh: Ustadz Djunaedi

و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته ،

Wanita yg sedang haid berarti ia sedang tidak bersih atau ia berhadas besar sehingga ia tidak boleh puasa dan shalat, seperti yg kita ketahui syarat puasa dan shalat adalah suci, jadi org yg haid tidak boleh melakukan itu.

Berikut ini adalah hal-hal yang tidak boleh dilakukan / dilarang pada wanita haid maupun wanita nifas.

🔺Larangan pertama: Shalat

Para ulama sepakat bahwa diharamkan shalat bagi wanita haid dan nifas, baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Dan mereka pun sepakat bahwa wanita haid tidak memiliki kewajiban shalat dan tidak perlu mengqodho’ atau menggantinya ketika ia suci.

Dari Abu Sai’d, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ، وَلَمْ تَصُمْ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِينِهَا

“Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa? Itulah kekurangan agama si wanita.” (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no. 1951 dan Muslim no. 79)

Dari Mu’adzah, ia berkata bahwa ada seorang wanita yang berkata kepada ‘Aisyah,

أَتَجْزِى إِحْدَانَا صَلاَتَهَا إِذَا طَهُرَتْ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ كُنَّا نَحِيضُ مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلاَ يَأْمُرُنَا بِهِ . أَوْ قَالَتْ فَلاَ نَفْعَلُهُ

“Apakah kami perlu mengqodho’ shalat kami ketika suci?” ‘Aisyah menjawab, “Apakah engkau seorang Haruri? Dahulu kami mengalami haid di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, namun beliau tidak memerintahkan kami untuk mengqodho’nya. Atau ‘Aisyah berkata, “Kami pun tidak mengqodho’nya.”
(HR. Bukhari no. 321)

🔺Larangan kedua: Puasa

Dalam hadits Mu’adzah, ia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ

“Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’ Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’.” (HR. Muslim no. 335)

Berdasarkan kesepakatan para ulama pula, wanita yang dalam keadaan haid dan nifas tidak wajib puasa dan wajib mengqodho’ puasanya. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28/ 20-21)

🔺Larangan ketiga: Jima’ (Hubungan intim di kemaluan)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Kaum muslimin sepakat akan haramnya menyetubuhi wanita haid berdasarkan ayat Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih.” (Al Majmu’, 2: 359)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Menyetubuhi wanita nifas adalah sebagaimana wanita haid yaitu haram berdasarkan kesepakatan para ulama.” (Majmu’ Al Fatawa, 21: 624)

Allah Ta’ala berfirman,

فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ

“Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari (hubungan intim dengan) wanita di waktu haid.”

(QS. Al Baqarah: 222).

Imam Nawawi berkata, “Mahidh dalam ayat bisa bermakna darah haid, ada pula yang mengatakan waktu haid dan juga ada yang berkata tempat keluarnya haid yaitu kemaluan. … Dan menurut ulama Syafi’iyah, maksud mahidh adalah darah haid.” (Al Majmu’, 2: 343)

Dalam hadits disebutkan,

مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم-

“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (HR. Tirmidzi no. 135, Ibnu Majah no. 639. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Al Muhamili dalam Al Majmu’ (2: 359) menyebutkan bahwa Imam Asy Syafi’i rahima

hullah berkata, “Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid, maka ia telah terjerumus dalam dosa besar.”

Hubungan seks yang dibolehkan dengan wanita haid adalah bercumbu selama tidak melakukan jima’ (senggama) di kemaluan. Dalam hadits disebutkan,

اصْنَعُوا كُلَّ شَىْءٍ إِلاَّ النِّكَاحَ

“Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haid) selain jima’ (di kemaluan).” (HR. Muslim no. 302)

Dalam riwayat yang muttafaqun ‘alaih disebutkan,

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَتْ إِحْدَانَا إِذَا كَانَتْ حَائِضًا ، فَأَرَادَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنْ يُبَاشِرَهَا ، أَمَرَهَا أَنْ تَتَّزِرَ فِى فَوْرِ حَيْضَتِهَا ثُمَّ يُبَاشِرُهَا . قَالَتْ وَأَيُّكُمْ يَمْلِكُ إِرْبَهُ كَمَا كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَمْلِكُ إِرْبَهُ

“Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa di antara istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang mengalami haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin bercumbu dengannya. Lantas beliau memerintahkannya untuk memakai sarung agar menutupi tempat memancarnya darah haid, kemudian beliau tetap mencumbunya (di atas sarung). Aisyah berkata, “Adakah di antara kalian yang bisa menahan hasratnya (untuk berjima’) sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menahannya?”   (HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 293).

Imam Nawawi menyebutkan judul bab dari hadits di atas, “Bab mencumbu wanita haid di atas sarungnya”. Artinya di selain tempat keluarnya darah haid atau selain kemaluannya.

🔺Larangan keempat: Thawaf Keliling Ka’bah

Ketika ‘Aisyah haid saat haji, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,

فَافْعَلِى مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِى

“Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.”  (HR. Bukhari no. 305 dan Muslim no. 1211)

🔺Larangan kelima: Menyentuh mushaf Al Qur’an

Orang yang berhadats (hadats besar atau hadats kecil) tidak boleh menyentuh mushaf seluruh atau sebagiannya. Inilah pendapat para ulama empat madzhab. Dalil dari hal ini adalah firman Allah Ta’ala,

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan”. (QS. Al Waqi’ah: 79)

Begitu pula sabda Nabi ‘alaihish sholaatu was salaam,

لاَ تَمُسُّ القُرْآن إِلاَّ وَأَنْتَ طَاهِرٌ

“Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali engkau dalam keadaan suci.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Bagaimana dengan membaca Al Qur’an? Para ulama empat madzhab sepakat bolehnya membaca Al Qur’an bagi orang yang berhadats baik hadats besar maupun kecil selama tidak menyentuhnya.

Adapun Hal-Hal yang Masih Dibolehkan bagi Wanita Haid & Nifas:

🔸Membaca Al Qur’an tanpa menyentuhnya.
🔸Berdzikir.
🔸Bersujud ketika mendengar ayat sajadah / sujud tilawah.
🔸Menghadiri shalat ‘ied.
🔸Masuk masjid (karena tidak ada dalil tegas yang melarangnya).
🔸Melayani suami selama tidak melakukan jima’ (hubungan intim di kemaluan).
🔸Tidur bersama suami.

Wallahu a’lam.

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Bolehkah Meminta Zakat?

Pertanyaan

Assalamu’alaikum ustadz/ah.. Apakah boleh kita meminta zakat..jika seandainya kita adalah juga org2 yg berhak menerima zakat…dalam tanda kutip misalnya karena alasan tertentu dia terpaksa memintanya meski itu bukan keinginannya yg sebenarnya…jzklh atas jawabanya.

🍃🍃🌸

Jawaban

Oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan

و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته ،

Meminta-minta adalah perbuatan dilarang oleh nabi, apalagi dia org mampu.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ

“Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah dia memakan bara api.” (HR. Ahmad No. 16855)

Hendaknya cari solusi lain selain meminta-minta, jagalah kehormatan sebagai seorg muslim.

Allah Ta’ala berfirman:

لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

“(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah sehingga dia tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui.”
(QS, al Baqarah: 273)

Wallahu a’lam.

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Riyadhus Shalihin – Tawakkal (Bag 9)

🎙 Pemateri: Ustadz Arwani Amin Lc. MPH

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Hadits:

السابع:
عن أبي عُمَارة البراءِ بن عازب رضي الله عنهما ، قَالَ : قَالَ رسولُ الله – صلى الله عليه وسلم – : يَا فُلانُ ، إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فراشِكَ ، فَقُل : اللَّهُمَّ أسْلَمتُ نَفْسي إلَيْكَ ، وَوَجَّهتُ وَجْهِي إلَيْكَ ، وَفَوَّضتُ أَمْري إلَيْكَ ، وَأَلجأْتُ ظَهري إلَيْكَ رَغبَةً وَرَهبَةً إلَيْكَ ، لا مَلْجَأ وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ إلاَّ إلَيْكَ ، آمنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أنْزَلْتَ ؛ وَنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ . فَإِنَّكَ إِنْ مِتَّ مِنْ لَيلَتِكَ مِتَّ عَلَى الفِطْرَةِ ، وَإِنْ أصْبَحْتَ أَصَبْتَ خَيراً

مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .

وفي رواية في الصحيحين ، عن البراءِ ، قَالَ : قَالَ لي رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم – :
إِذَا أَتَيْتَ مَضْجِعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءكَ للصَّلاةِ ، ثُمَّ اضْطَجعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيمَنِ ، وَقُلْ … وذَكَرَ نَحْوَهُ ثُمَّ قَالَ : وَاجْعَلْهُنَّ آخِرَ مَا تَقُولُ

Artinya:

Hadits Ketujuh

Dari Abu ‘Umarah, yaitu Albara’ bin ‘Azib radhiallahu ‘anhuma, berkata :

“Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Hai Fulan, apabila engkau hendak tidur maka bacalah doa: “Ya Allah, aku tundukkan diriku padaMu, aku hadapkan wajahku padaMu, aku serahkan urusanku padaMu, aku sandarkan punggungku padaMu, semua itu aku lakukan karena berharap pahalaMu dan takut siksaMu, tiada tempat bersembunyi dan tiada tempat berlari dan tidak ada tempat keselamatan kecuali kepadaMu. Saya beriman kepada kitab yang Engkau turunkan serta kepada Nabi yang Engkau utus.

Sesungguhnya, jikalau engkau mati pada malam harimu itu, maka engkau akan mati dalam kefithrahan agama Islam dan jikalau engkau masih tetap hidup sampai pagi harinya, maka engkau memperoleh kebaikan.” (Muttafaq ‘alaih)

Disebutkan pula dalam kedua kitab shahih – Bukhari dan Muslim, dari Albara’, katanya:
“Rasulullah s.a.w. bersabda kepada-ku:

“Jikalau engkau mendatangi tempat pembaringanmu hendak tidur, maka berwudhu’lah sebagaimana berwudhu’mu untuk sholat, kemudian berbaringlah atas lambung kananmu, kemudian ucapkanlah..”

Lalu diuraikannya sebagaimana yang tertera di atas, selanjutnya pada penutupnya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Jadikanlah doa tersebut di atas itu sebagai ucapan terakhirmu.”

☆☆☆☆☆

YouTube channel Manis

http://www.youtube.com/majelismanis

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Masih Haruskah Membayar Fidyah Untuk Orang yang Meninggal?

Pertanyaan

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..adakah anjuran dalam hadist sahih yg mengatakan bahwa orang yang sudah meninggal masih perlu untuk dibayarkan fidyah nya?
Jazakumullahu khairan wa Barakallahu fiikum. #I 26

🌿🍁🌺

Jawaban

Oleh: Ustadzah Nurdiana

و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته ،

Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من مات وعليه صيام صام عنه وليُّه

“Siapa yang meninggal dan dia masih memiliki tanggungan puasa maka walinya wajib mempuasakannya.” (HR. Bukhari 1952 dan Muslim 1147)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,

أنّ امرأة ركبَت البحر فنذَرت، إِنِ الله -تبارك وتعالى- أَنْجاها أنْ تصوم شهراً، فأنجاها الله عز وجل، فلم تصم حتى ماتت. فجاءت قرابة لها إِلى النّبيّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، فذكرت ذلك له، فقال: أرأيتك لو كان عليها دَيْن كُنتِ تقضينه؟ قالت: نعم، قال: فَدَيْن الله أحق أن يُقضى، فاقضِ عن أمّك

“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
Ada wanita yang naik perahu di tengah laut, kemudian dia bernazar, jika Allah menyelamatkan dirinya maka dia akan puasa sebulan. Dan Allah menyelamatkan dirinya, namun dia belum sempat puasa sampai mati. Hingga datang putri wanita itu menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dia menyebutkan kejadian yang dialami ibunya. Lantas beliau bertanya: ‘Apa pendapatmu jika ibumu memiliki utang, apakah engkau akan melunasinya?’ ‘Ya.’ Jawab wanita itu. Kemudian beliau bersabda, ‘Hutang kepada Allah lebih layak untuk dilunasi. Lakukan qadha untuk membayar hutang puasa ibumu.’
(HR. Ahmad 1861, Abu Daud 3308, Ibnu Khuzaimah 2054, dan sanadnya dishahihkan Al-A’dzami).

Juga dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

أنّ سعد بن عبادة -رضي الله عنه- استفتى رسول الله – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فقال: إِنّ أمّي ماتت وعليها نذر فقال: اقضه عنها

“Bahwa Sa’d bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Sesungguhnya ibuku mati dan beliau memiliki utang puasa nadzar.’ Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Lunasi hutang puasa ibumu.’
(HR. Bukhari 2761, An-Nasai 3657 dan lainnya).

Ketiga hadis di atas menunjukkan bahwa ketika ada seorang muslim yang memiliki hutang puasa dan belum dia qadha hingga meninggal maka pihak keluarga (wali) orang ini berkewajiban mempuasakannya.

Kemudian, dari ketiga hadis di atas, hadis pertama bersifat umum. Dimana qadha puasa atas nama mayit, berlaku untuk semua utang puasa wajib. Baik utang puasa ramadhan maupun utang puasa nadzar. Sedangkan dua hadis berikutnya menegaskan bahwa wali berkewajiban mengqadha utang puasa nadzar yang menjadi tanggungan mayit.
Berangkat dari sini, ulama berbeda pendapat, apakah kewajiban mengqadha utang puasa mayit, berlaku untuk semua puasa wajib ataukah hanya puasa nadzar saja.

Pendapat pertama menyatakan bahwa kewajiban mengqadha utang puasa mayit berlaku untuk semua puasa wajib. Baik puasa ramadhan, puasa nadzar, maupun puasa kaffarah. Ini adalah pendapat syafiiyah dan pendapat yang dipilih Ibnu Hazm. Dalil pendapat ini adalah hadis A’isyah di atas, yang maknanya umum untuk semua utang puasa.

Pendapat kedua, bahwa kewajiban mengqadha utang puasa mayit, hanya berlaku untuk puasa nadzar, sedangkan utang puasa ramadhan ditutupi dengan bentuk membayar fidyah. Ini adalah pendapat madzhab hambali, sebagaimana keterangan Imam Ahmad yang diriwayatkan Abu Daud dalam Masailnya. Abu Daud mengatakan,

سمعت أحمد بن حنبل قال: لا يُصامُ عن الميِّت إلاَّ في النَّذر

“Saya mendengar Ahmad bin Hambal mengatakan: ‘Tidak diqadha utang puasa mayit, kecuali puasa nadzar.” (Ahkam Al-Janaiz, hlm. 170).

Diantara dalil yang menguatkan pendapat ini adalah hadis dari ummul mukminin, A’isyah radhiyallahu ‘anha.

Dari Amrah – murid A’isyah – beliau bertanya kepada gurunya A’isyah, bahwa ibunya meninggal dan dia masih punya utang puasa ramadhan. Apakah aku harus mengqadha’nya? A’isyah menjawab,

لا بل تصدَّقي عنها مكان كل يوم نصف صاعٍ على كل مسكين

“Tidak perlu qadha, namun bayarlah fidyah dengan bersedekah atas nama ibumu dalam bentuk setengah sha’ makanan, diberikan kepada orang miskin.” (HR. At-Thahawi dalam Musykil Al-Atsar 1989, dan dishahihkan Al-Albani)

Dalil lainnya adalah fatwa Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Dari Said bin Jubair – murid Ibnu Abbas – bahwa gurunya pernah mengatakan,

إِذا مرض الرجل في رمضان، ثمّ مات ولم يصم؛ أطعم عنه ولم يكن عليه قضاء، وإن كان عليه نَذْر قضى عنه وليُّه

“Apabila ada orang sakit ketika ramadhan (kemudian dia tidak puasa), sampai dia mati, belum melunasi utang puasanya, maka dia membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin dan tidak perlu membayar qadha. Namun jika mayit memiliki utang puasa nadzar, maka walinya harus mengqadhanya.”
(HR. Abu Daud 2401 dan di shahihkan Al-Albani).

Berdasarkan keterangan di atas, pendapat yang kuat untuk pelunasan utang puasa mayit dirinci menjadi dua:

1. jika utang puasa mayit adalah utang puasa ramadhan maka cara pelunasannya dengan membayar fidyah dan tidak diqadha.

2. jika utang puasa mayit adalah puasa nadzar maka pelunasannya dengan diqadha puasa oleh keluarganya.

Wallahu a’lam.

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

logo manis4

Kereta Api (yang dulu) Adalah Upaya Pemersatuan Ummat Islam

📝 Pemateri: Ustadz Agung Waspodo, SE, MPP

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Sebuah lokomotif peninggalan era Turki Utsmani di balai reparasi Madain Shalih ini menyimpan rahasia sejarah. Ia pernah beroperasi sebagai alat transportasi modern di jamannya sekaligus lambang persatuan Ummat Islam Dunia. Lokomotif ini pernah menjadi bagian dari jaringan perkereta-apian yang menghubungkan antara Hijaz dengan Syam di utara.

Kini ia terparkir sekitar 300 kilometer sebelah utara kota Madinah, seakan berkata “telah berhenti” pula upaya mempersatuan Ummat Islam.

Kompleks di kota Madain Shalih yang terdiri dari 16 gedung dengan berbagai peruntukan ini diresmikan tanggal 1 September 1907. Peresmian itu ditepatkan dengan tanggal naik tahtanya Sultan Abdülhamid II Han. Peresmian itu juga menandai selesainya blok pembangunan jalur kereta-api sepanjang 287 kilometer dari Tabuk di utara.

Berdirinya stasiun di Madain Shalih ini menjadi amat penting karena membungkam pesimisme bahwa orang Turki tidak mampu membangun alat transportasi modern walau dengan bantuan insinyur asing. Apalagi sejak awal, Sultan Abdülhamid II Han menginginkan bahwa pembangunan jalur kereta-api Hijaz ini dilakukan sebanyak mungkin oleh Ilmuan asli Turki. Bahkan sejak tahun 1900 secara berkala, siswa dikirim ke Ecole Polytechnique di Paris untuk belajar teknik perkereta-apian.

Tidak kurang Duta Besar Inggris di İstanbul, Nicolas O”Connor, pada tahun 1907 menyatakan bahwa “keberhasilan proyek Hijaz ini bahkan melampaui ekspektasinya sendiri!” dan “Sultan akan berdiri tegak di depan 300 juta pengikut (Nabi) Muhammad sebagai khalifah yang dapat membangkitkan kembali semangat kebersamaan ummatnya dengan Perkereta-apian Hijaz ini!” dan “Makkah dan Madinah kini terhubung dengan dunia Islam dengan memudahkan transportasi hajji.” (Özyüksel, p.128)

Tidak jauh dari Madain Shalih, terdapat stasiun kecil al-Ula yang secara geografis menjadi batas wilayah Hijaz. Sultan Abdülhamid II Han mencanangkan bahwa mulai dari al-Ula hingga ke Madinah tidak boleh ada satu pun Ilmuan maupun pekerja kafir yang terlihat.

Sayang sekali proyek besar yang ditujukan untuk menyatukan Ummat ini berkurang maknanya setelah kaum Turki Muda menggulingkan kekuasaan Sultan Abdülhamid II Han. Turki Muda, dengan berbagai kebijakan Turki-sentrisnya, semakin membenarkan anggapan kaum Nasionalis Arab bahwa Turki Utsmani sudah tidak lagi mewakili aspirasi Ummat Islam.

Secara tidak langsung tumbangnya sultan mempercepat meletusnya Pemberontakan Arab sembilan tahun kemudian, 1916 di Makkah. Semakin sirna garapan merekatkan kembali perpecahan di tubuh Ummat Islam.

Agung Waspodo, harusnya masih istirahat karena kesehatannya yang drop sejak kemarin. Namun, pagi ini harus tetap membaca dan menulis walau sedikit di penghujung bulan Muharram ini. Ia harus berkontribusi, walau sedikit dan bertahap, untuk persatuan Ummah.

Depok, 29 Muharram 1440 Hijriyah

The Hejaz Railway and the Ottoman Empire – Modernity, Industrialization, and Ottoman Decline, Murat Özyüksel, IB Tauris: 2014.

*Alhamdulillah akhirnya ada yang bisa diekstrak dari buku lama ini.

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678