Kisah Hajar Al-Mishriyah

0
94

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ –

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS Ibrahim : 37)

Dalam sejarah, Hajar dikenal sebagai ibunya bangsa Arab Adnaniyyin. Hajar sendiri seorang budak (salah satu ratu di Mesir yang menjadi budak karena termasuk tawanan perang)  yang dihadiahkan Fir’aun kepada Sarah dan dihadiahkan lagi oleh Sarah kepada Ibrahim AS dengan harapan Ibrahim segera memiliki keturunan.

Lahirlah buah hati yang dinanti Ibrahim yang ia beri nama Ismail yang dikenal dengan sebutan “jaddul arab” (kakeknya orang Arab). Dari keturunan Ismail, hadirlah Rasulullah SAW penutup para nabi.

Allah SWT memerintahkan kekasihnya Ibrahim untuk pergi bersama Hajar dan si bayi merah Ismail ke Makkah Al-Mukarramah

وَإِذْ بَوَّأْنَا لإبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ    
Dan (ingatlah), ketika Kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), “Janganlah engkau mempersekutukan Aku dengan apa pun dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang thawaf, orang yang beribadah dan orang yang ruku’ dan sujud. (QS Al-Hajj:27)

Sesampainya disebuah tempat yang tandus tanpa air, tanpa tanaman, tanpa tanda-tanda kehidupan, Ibrahim beranjak meninggalkan Hajar dan bayi merah Ismail dengan perbekalan sekeranjang kecil kurma dan satu bejana air. Tak ada tanda Ibrahim kembali kesisinya Hajar bertanya:”Wahai Ibrahim! Apakah engkau akan pergi dan meninggalkan kami di tempat ini, yang tidak ada tanda kehidupan bahkan tidak ada tanaman dan air?” Tidak ada jawaban dari Ibrahim yang terus berjalan tanpa menoleh. Hingga Hajar tahu bahwa ini perintah Allah yang Ia tetapkan baginya dan bagi anaknya. Akan tetapi ia ingin memastikan kebenarannya:”Apakah Allah yang memerintahkan semua ini wahai Ibrahim?” Barulah nabi Ibrahim menjawab hanya dengan satu kata saja:”benar”. Hajar menceritakan, “sungguh ketika itu jawaban Ibrahim seketika hatiku diliputi ketenangan dan kenyamanan. Demi Allah Dia tidak akan meninggalkan kami selamanya”.

Dan ketika Ibrahim merasa cukup jauh tak terlihat oleh Hajar, ia hempaskan dirinya tersungkur bersujud kepada Allah mengiba dengan hati sedu sedan. Suami mana yang tega meninggalkan istri dan bayi merahnya dipadang tandus tanpa tanda kehidupan. Ibrahim tersedu dan berdo’a agar Allah kirimkan kepada mereka rizki dan manusia.

Adapun Hajar…setelah kepergian Ibrahim, ia segera berbenah. Menyusui sang anak Ismail dan minum sebanyak-banyaknya agar memiliki tenaga yang cukup hingga air yang tersedia habis. Namun bayi Ismail merengek kehausan karena air susu ibu mulai surut. Dalam kesendirian Hajar berdiri kemudian berlari kesana kemari mencari air. Ia berlari ke atas bukit Shofa namun tak satu orangpun ia temui disana kemudian ia turun dan berlari ke atas bukit Marwah namun tak juga ia temui apa-apa disana. Antara sadar dan tidak ia terus berlari diantara dua bukit itu berharap sesuatu ia temukan. Hajar merasa ada suara yang memangilnya untuk terus berlari antara bukit Shofa dan Marwah. Namun ia tak menemukan apa-apa tak menemukan siapa-siapa. Ia terus berlari sampai tujuh kali. Kemudian ia kembali menemui bayi kecil Ismail untuk menyusuinya.

Hajar melihat kaki Ismail memukul-mukul tanah dan seketika keluarlah air dari sana. Ia segera minum air yang terpancar dihadapannya kemudian menyusui Ismail. Setelah usai ia mengumpulkan air itu dengan tangannya (dlm b.arab=zamma). Oleh karenanya mata air itu disebut zam zam.

Malam harinya, seseorang dari Bani Jurhum lewat disana. Ketika ia mendengar suara tangis bayi, ia memberitahu kaumnya bahwa disana ada seorang perempuan dan anaknya dan disisi mereka ada mata air. Keesokan hari ia kembali bersama kaumnya, menemui Hajar dan minta izin untuk mendirikan tenda-tenda didekatnya. Hajar mengizinkan dan mulailah mereka mendirikan tenda, memboyong keluarga dan tinggal disana. Bersama mereka Ismail tumbuh dewasa, belajar bahasa Arab dan menikah dengan salah satu anak mereka.

Saat Ibrahim AS bermimpi menyembelih Ismail, setan datang kepada Hajar menghasut bahwa Ibrahim berniat menyembelih Ismail karena hawa nafsu. Lihatlah apa yang dilakukan Hajar…ia lempar setan itu dengan batu hingga lari terbirit-birit dan tidak berani lagi mendekatinya.

Hari berlalu hingga sampailah Hajar di akhir usia. Ia dimakamkan di lembah penuh berkah itu, yang penuh sejarah dan dicintai dan dirindukan banyak orang hingga hari ini.

Hikmah kehidupan:

Status sosial seseorang tidak harus membuat ia merasa tidak berdaya, tidak berarti. Sebagai apapun seseorang, ketika ia memegang teguh iman kepada Allah maka Allah akan mengangkat derajatnya.
Anak adalah anugrah dan amanah yang bahkan para nabi pun merindukannya. Maka bersyukurlah akan kehadiran anak-anak kita dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Salah satu alasan syar’i poligami adalah untuk mendapatkan keturunan.
Selain untuk menyelamatkan aqidah, hijrah juga dilakukan untuk penyebaran dakwah.
Husnudzhan kepada Allah adalah tanda kekokohan iman seseorang.
Husnudzhan kepada Allah akan membawa ketenangan dalam jiwa.
Husnudzhan kepada Allah akan membawa keberkahan/kebaikan yang berkelanjutan.
Husnudzhan kepada Allah melahirkan pemikiran positif, persepsi positif dan sikap positif.
Adab utama seorang istri kepada suami adalah percaya, berbaik sangka. Demikian juga adab utama suami kepada istri, memberi kepercayaan penuh bahwa istri mampu menunaikan tugas-tugasnya.
Komunikasi efektif secara verbal antara suami istri sangatlah penting. Untuk merawat saling percaya dan menghilangkan prasangka.
Seorang istri berhak untuk menanyakan apa saja kepada suami tanpa maksud mencurigai atau memata-matai.
Dalam komunikasi suami istri perlu menggunakan bahasa yang jelas dan santun. Ini sebagai bentuk saling menghargai.
Landasan berkeluarga adalah karena Allah. Sehingga apapun yang Allah taqdirkan menjadi mudah dijalani.
Setiap suami menginginkan anak istrinya hidup bahagia berkecukupan. Remuk redam hatinya bila ia tak mampu membahagiakan dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Ini adalah fitrah. Dan waspadalah bila fitrah ini telah hilang. Bila seorang suami merasa tenang-tenang saja atau biasa-biasa saja saat belum mampu membahagiakan dan memenuhi kebutuhan keluarga, karena keluar dari fitrah adalah tanda kehancuran.
Ketika Allah memberikan ujian berat dalam keluarga, yakinlah bahwa Allah akan memberikan ni’mat yang besar.
Fitrah seorang ibu adalah berkorban. Sebesar apapun…untuk anak-anaknya.
Ikhtiar dan tawakal adalah pasangan yang tak bisa dipisahkan. mereka harus berjalan bersama seiring sejalan. Tak akan bermakna bila salah satunya ditinggalkan.
Seringkali Allah berikan jalan keluar bukan dari apa yang kita lakukan. Tapi dari apa yang kita yakini. Mungkin dari arah atau dengan cara diluar dugaan kita.
Hajar memberi teladan bagaimana menjadi perempuan dan ibu yang tangguh. Ibu tangguh inilah yang melahirkan generasi sekelas Ismail. Yang kesalehannya tiada tara.

“Ya Allah jadikanlah kami orang tua tangguh bagi anak-anak kami. Mampukan kami untuk mendidik mereka hingga mereka menjadi generasi solih pengusung dakwah dan panji agamaMu”

Wallohu a’lam bish showwab

Pemateri: Ustadzah Eko Yuliarti Siroj

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here