Qurban Untuk Anak Atau Diri Sendiri yang Didahulukan?

*Ustadz Menjawab*
_Senin, 05 September 2016_
🌴Ustadz Farid Hasan Nu’man
🌿🍁🌺 *Qurban Atas Nama Anak*
Assalamu’alaikum ustadz/ah..
Jika ana berniat tahun ini utk berkurban a.n. anak (2 thn 6 bln) bolehkah? Sementara utk istri dan ana sendiri insya Allah diniatkan di tahun depannya lagi. Secara finansial kami cukup utk kehidupan sehari-hari. Ada tabungan utk persiapan sekolah (ana sendiri dan anak ana tahun depan). Bagaimana seharusnya Ustadz? Mhn keterangan. Jazakallah.
Pertanyaan yang serupa :
Yth ustadz…Rasulullah menyembelih an beliau dan keluarga serta umat….apakah itu dalil bahwa kurban boleh an keluarga (satu keluarga satu qibas)
🍃🍃Pembahasana :
و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته ،
Ya, Atas nama 1 orang, dan atas nama sekeluarga adalah sah. Semuanya ada dalilnya. Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha:
قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ
‘Nabi mengucapkan: “Bismillahi Allahumma taqabbal min Muhammadin wa Aali Muhammad wa  min  ummati Muhamamdin (Dengan Nama Allah, *Ya Allah terimalah Kurban dari Muhammad, dari keluarga Muhammad* dan umat Muhammad),” lalu beliau pun menyembelih.” (HR. Muslim No. 1967)
Tertulis dalam Al Mausu’ah:
وَقَدْ صَحَّ أَنَّ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحَّى بِكَبْشَيْنِ أَحَدُهُمَا عَنْ نَفْسِهِ ، وَالآْخَرُ عَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِهِ .
Telah shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkurban dengan dua kambing kibas, satu untuk dirinya dan satu untuk umatnya yang belum berkurban. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 5/106)
Wallahu A’lam
🌿🌺🍄🍀🌷🌹🌻
Dipersembahkan Oleh:
Website : www.iman-manis.com
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
💼Sebarkan! Raih Bahagia….

Khitan Untuk Bayi Perempuan

*Ustadz Menjawab*
_Kamis, 01 September 2016_
📲Ustadz Farid Nu’man Hasan SS
🌿🌺 *Khitan Untuk Bayi Perempuan*
Assalamualaikum…saya mau bertanya tentang masalah hukum khitan untuk anak perempuan. Bagaimana hukum sebenarnya?  terima kasih.            
 Jawaban:
—————
و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته ،
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu Ala Rasulillah wa Ala Aalihi wa Ashhabihi wa Man waalah wa bad: 
Khitan merupakan salah satu millah (ajaran) Nabi Ibrahim Alaihis Salam, yang Allah Taala perintahkan agar kita mengikutinya. Allah Taala berfirman:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah Dia Termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS. An Nahl (16): 123)
Maka, khitan baik laki-laki dan wanita adalah perbuatan yang memiliki tempat dalam syariat Islam. Dia bukan barang asing, bukan pula bidah yang menyusup ke dalam ajaran Islam, sebagaimana yang dituduhkan sebagian orang.
*_📌Apanya Yang Dikhitan?_*
Pada wanita, yang dipotong adalah kulit yang menyembul dibagian atas saluran kencing, yang mirip dengan jengger ayam (Urf ad Dik). (Al Mausuah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 19/28) Biasa kita menyebutnya klitoris.
Bagian ini adalah bagian luar yang paling sensitif pada genital wanita, oleh karena itu khitan wanita bertujuan untuk menstabilkan libido mereka. Tetapi, tidak dibenarkan memotong semua, atau sebagian besarnya sebagaimana dilakukan di negeri-negeri Afrika. Bahkan ada yang memotong bagian labia minora (bibir kecil). Ini tentu cara yang bertentangan dengan khitan wanita  menurut Islam.
Sedangkan, pada laki-laki yang dipotong adalah kulit yang menutupi  hasyafah (glans), kulit itu dinamakan Qulfah (Kulup), sehingga seluruh hasyafah terlihat. (Ibid)
Bagian ini adalah kumpulan bakteri dan najis, oleh karena itu tujuan khitan pada laki-laki adalah  agar najis yang ada padanya menjadi hilang, tak lagi terhalang oleh qulfah tersebut.
*_📌Dalil-Dalil Pensyariatannya_*
Ada beberapa dalil yang biasa dijadikan alasan kewajiban dan kesunnahan khitan bagi wanita. Tetapi, hadits hadits tersebut tak satu pun yang selamat dari cacat.  Di antaranya sebagai berikut:
1⃣ Dari Ummu Athiyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa ada seorang wanita yang dikhitan di Madinah, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya:
لَا تُنْهِكِي فَإِنَّ ذَلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ إِلَى الْبَعْلِ
“Jangan potong berlebihan, karena itu menyenangkan bagi wanita dan disukai oleh suami.”
(HR. Abu Daud No. 5271. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, 8/324. Juga Syuabul Iman, No. 8393. Ath Thabarani, Al Mujam Al Kabir, No. 8062, juga dalam Al Awsath, No. 2343, dan dalam Ash Shaghir No. 122,  Abu Nuaim, Marifatush Shahabah, No. 3450)
Hadits ini menurut lafaz Imam Abu Daud. Sedangkan dari Imam yang lainnya, ada tambahan diawalnya dengan ucapan: Asyimmi dan Ikhfidhi yang berarti rendahkan/pendekkan. Sedangkan Laa Tanhiki artinya jangan berlebihan dalam memotong. 
Hadits ini menurut Imam Abu Daud- sanadnya tidak kuat, dan hadits ini mursal, sedangkan Muhammad bin Hassan  adalah majhul (tidak dikenal). Dan, hadits ini dhaif (lemah). (Sunan Abi Daud No. 5271)
Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Al Azhim Abadi mengatakan bahwa hadits ini idhthirab (guncang). (Aunul Mabud, 14/126)
2⃣ Dari Abdullah bin Umar secara marfu:
يَا نِسَاءَ الْأَنْصَارِ اِخْتَضِبْنَ غَمْسًا وَاخْفِضْنَ وَلَا تُنْهِكْنَ فَإِنَّهُ أَحْظَى عِنْد أَزْوَاجِكُنَّ
        
“Wahai wanita Anshar, celupkanlah dan potonglah, jangan banyak-banyak, karena itu membuat senang suami kalian.”
(HR. Al Bazzar dan Ibnu ‘Adi)
Dalam sanad hadits  Al Bazzar terdapat Mandal bin Ali dan dia dhaif. Sedangkan, ri wayat Ibnu ‘Adi terdapat Khalid bin ‘Amru Al Kursyi, dia lebih dhaif dari Mandal. (Ibid)
3⃣ Hadits lain:
الْخِتَان سُنَّة لِلرِّجَالِ مَكْرُمَة لِلنِّسَاءِ
“Khitan adalah sunah bagi laki-laki dan kemuliaan bagi wanita.”
(HR. Ahmad)
Hadits ini juga dhaif, karena dalam sanadnya terdapat Hajaj bin Artha’ah. Imam Adz Dzahabi mengatakan: Hajaj bin Artha’ah adalah dhaif dan tidak boleh berhujjah dengannya.
Imam Ath Thabarani juga meriwayatkan yang seperti ini dari Syaddad binAus, dari Ibnu Abbas. Imam As Suyuthi mengatakan sanadnya hasan. Sedangkan Imam Al Baihaqi mengatakan dhaif dan sanadnya munqathi (terputus), dan ditegaskan pula kedhaifannya oleh Imam Adz Dzahabi.
Al Hafizh Al Iraqi mengatakan: sanadnya dhaif. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: Hajaj bin Arthaah adalah seorang mudallis (suka menggelapkan sanad), dan dalam hal ini terjadi idhthirab (keguncangan).  Imam Abu Hatim mengatakan: ini adalah kesalahan Hajaj atau perawi yang meriwayatkan darinya.
Imam Al Munawi mengatakan dalam At Taisir : sanad hadits ini dhaif, berbeda dengan yang dikatakan As Suyuthi yang mengatakan hasan.  (Ibid,  14/125. Lihat juga At Talkhish Al Habirnya Imam Ibnu Hajar)
*_📌Benarkah Seluruh Hadits Khitan Wanita Adalah Cacat dan Dhaif ?_*
Hal ini ditegaskan para Imam muhaqqiq (peneliti). Berkata Imam Abu Thayyib Abadi:
وحديث ختان المرأة روي من أوجه كثيرة وكلها ضعيفة معلولة مخدوشة لا يصح الاحتجاج بها كما عرفت.وقال ابن المنذر: ليس في الختان خبر يرجع إليه ولا سنة يتبع. وقال ابن عبد البر في التمهيد: والذي أجمع عليه المسلمون أن الختان للرجال انتهى
“Dan hadits tentang khitannya wanita diriwayatkan oleh banyak jalur, semuanya dhaif, memiliki ilat (cacat), dan tidak sah berdalil dengannya sebagaimana yang telah anda ketahui. Berkata Ibnul Mundzir: Tentang khitan (wanita) tidak ada riwayat yang bisa dijadikan rujukan dan tidak ada sunah yang bisa diikuti. Berkata Ibnu Abdil Barr dalam At Tamhid: Dan yang di-ijmakan kaum muslimin adalah bahwa khitan itu bagi laki-laki.” (Aunul Mabud, 14/126)
Tetapi, Syaikh Al Albani menshahihkan hadits riwayat Abu Daud di atas (hadits pertama). Beliau mengakui sanad hadits ini sebenarnya dhaif, tetapi banyak riwayat lain yang menguatkannya sehingga menjadi shahih. (Selengkapnya lihat di kitab As Silsilah Ash Shahihah 2/353, No. 722, dan Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 5271, lihat juga Shahih Al Jamiush Shaghir wa Ziyadatuhu, 2/1244-1245)
Oleh karena itu, Syaikh Al Albani termasuk ulama yang mewajibkan khitan bagi wanita, karena keshahihan riwayat ini.
Tetapi, benarkah semua hadits tentang khitannya wanita adalah dhaif ?  Jika kita lihat secara seksama, tidaklah demikian.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إذا التقى الختانان فقد وجب الغسل
“Jika bertemu dua khitan maka wajiblah untuk mandi.”
(HR. At Tirmidzi No. 109, katanya: hasan shahih. Ibnu Majah No. 608, Ahmad No. 26067, Ath Thahawi dalam Syarh Maani Al Aatsar No. 332, Al Bazzar dalam Musnadnya No. 1041, Asy Syafii dalam Musnadnya No. 102 (disusun oleh As Sindi), Ath Thabarani dalam Musnad Syamiyyin No. 2754, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 961 dari Asiyah. Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 954)
Hadits ini shahih. (Syaikh Al Albani, Irwaul Ghalil No. 80. Juga Syaikh Syuaib Al Arnauth,  Taliq Musnad Ahmad No. 26067)
Hadits lainnya:
إذا جلس بين شعبها الأربع ومس الختان الختان فقد وجب الغسل
“Jika seserang duduk diantara empat cabang anggata badan, dan khitan bersentuhan dengan khitan, maka wajiblah dia mandi.”
(HR. Muslim, No. 349, Abu Daud No. 216, dan At Tirmidzi, katanya: hasan shahih. Ibnu Khuzaimah No. 227,  Abu Yaala No. 4926)
Riwayat seperti ini cukup banyak, dan secara makna, hadits-hadits ini menunjukkan bahwa yang dikhitan bukan hanya laki-laki tetapi wanita. Sebab, maksud bertemunya dua khitan adalah bertemunya dua kemaluan laki-laki dan wanita yang sudah dikhitan. Maksud bertemu di sini bukan sekedar bersentuhan, tetapi terbenamnya kemaluan l aki-laki pada kemalaun wanita, sebagaimana telah disepakati oleh madzhab yang empat. (Al Mausuah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 16/50).
Dan, Imam Ahmad mengatakan: Dari hadits ini, bahwa bagi wanita juga dikhitan.  Tetapi menurutnya khitan wanita adalah sunah.  (Imam Ibnul Qayyim, Tuhfatul Maudud, Hal. 134. Darul Kutub Al Ilmiyah)
Dalam hadits lain, dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
الفطرة خمسٌ، أو خمسٌ من الفطرة: الختان، والاستحداد، ونتف الإِبط، وتقليم الأظفار، وقصُّ الشارب
“Fitrah itu ada lima, atau lima hal yang termasuk fitrah: (diantaranya) “Khitan ….” (HR. Bukhari No. 5550, Muslim No. 257)
Hadits ini umum, bukan hanya bagi laki-laki tetapi juga wanita, kecuali memendekkan kumis yang memang khusus untuk laki-laki. Nah, riwayat-riwayat ini menunjukkan bahwa khitan bagi wanita memang ada dalam Islam. Tetapi, memang tidak ada hadits shahih yang khusus menceritakan khitan wanita. Yang ada adalah hadits tentang khitan secara umum, dengan penyebutan untuk laki-laki dan perempuan.
*_📌Lalu, Apa Hukumnya Khitan Wanita?_*
Keterangan di atas telah jelas, bahwa khitan wanita adalah masyru (disyariatkan) dalam Islam. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum kemasyruannya. Ada yang mewajibkan, menyunnahkan, membolehkan, bahkan ada yang melarangnya dalam kedaan tertentu.
Pihak yang mewajibkan seperti Imam Asy Syafii dan mayoritas pengikutnya. Juga Imam Ibnul Qayyim dan Syaikh Al Albani Rahimahumulullah Taala.
Sedangkan,  Imam Malik dan Imam Abu Hanifah menyatakan sunah secara mutlak (laki-laki dan wanita), dan Imam Ahmad mengatakan wajib buat laki-laki namun sunah buat wanita. (Aunul Mabud, 14/125),
Imam Ibnu Qudamah mengatakan wajib bagi laki-laki, dan kemuliaan bagi wanita,  serta tidak wajib bagi mereka. (Al Masuah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 19/28).
Pihak yang mewajibkan berdalil dengan ayat An Nahl 123 (agar mengikuti millah Ibrahim), dan hadits sunah fitrah ada lima.
Alasan ini ditolak, sebab ayat tersebut memerintahkan kita mengikuti agama Ibrahim secara Global dan pokoknya yaitu Tauhid.
Sedangkan, hadits tersebut juga tidak bisa dijadikan dalil,  dan tidak menunjukkan wajibnya khitan, sebab jika khitan wajib, maka empat hal lainnya dalam hadits itu juga wajib seperti bersiwak, memendekkan kumis, mencukur bulu kemaluan, dan ketiak. Sedangkan kita tahu, tak ada yang mengatakan bersiwak , mencukur ketiak, bulu kemaluan adalah wajib, semua adalah sunah!
Selain itu, hadits tentang bertemunya dua khitan, juga bukan menunjukkan wajibnya khitan wanita, melainkan hanyalah informasi tentang khitan wanita. Ditambah lagi, lemahnya riwayat yang memerintahkan khitan khusus wanita. Maka, pendapat yang paling rajih (kuat) adalah khitan wanita adalah sunah. Inilah yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin, Syaikh Al Qaradhawi, dan lain-lain.
*Tapi, hukum ini bisa berubah jika:*
💢 Bagi wanita tertentu jika membahayakan maka sebaiknya dilarang. Syaikh Ali Jumah mufti Mesir saat ini- pernah memfatwakan haramnya khitan wanita lantaran kasus tewasnya seorang gadis setelah dikhitan.
💢 Tekstur genital wanita tidaklah sama satu sama lain. Jika klitorisnya pendek dan kecil, yang justru akan mendatangkan frigid jika dikhitan, maka tidak wajib dan tidak sunah, sebab akan membawa mudharat pada kehidupan seksualnya. Tetapi, jika ada wanita yang klitorisnya panjang, maka sangat dianjurkan untuk dikhitan, agar tidak terjadi mudharat berupa tidak stabilnya libido.
Ketentuan-ketentuan ini sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter yang berkompeten. Sekian.
Wallahu a’lam.
🌿🌺🍄🍀🌷🌹🌻
Dipersembahkan Oleh:
Website : www.iman-manis.com
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
💼Sebarkan! Raih Bahagia….

KARAKTERISTIK ISLAM

 Rabu, 28 Dzulqa’dah 1437 H/ 31 Agustus 2016
 Aqidah
 Ustadz Farid Nu’man Hasan
 *KARAKTERISTIK ISLAM*
============================

2⃣ *Al-Insaniyah (Kemanusiaan)*
 Islam, walau ia ajaran dari langit, tetaplah berdimensi manusia karena memang diturunkan untuk seluruh manusia. 
 “Tidaklah Kami utus engkau (Muhammad) melainkan untuk seluruh manusia.” (QS. As-Saba: 28)
 Ajarannya ada sesuai fitrah manusia yang hanif (lurus) dan bahkan menyempurnakannya. Seluruh sisi kemanusiaan mendapatkan perhatian yang seimbang baik itu ruh, jasad, dan akal. Intinya, segala kelengkapan untuk memanusiakan manusia, Islam memiliki formulanya.
 Allah Ta’ala berfirman:
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku  telah ditunjuki oleh Rabbku pada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus (hanif); dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Al-An’am: 161)
 Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mengganti untuk kita cara kependetaan (ruhbaniyah) dengan cara (agama) yang hanifiyah (lurus) dan sam-hah (sesuai tabiat manusia).” (HR. Imam Baihaqy, Kitab An-Nikah, Bab Al-Hitsu ‘alan Nikah wa Ma Ja’a fi Dzalik. Ia berkata: Imam Thabrany meriwayatkan, di dalamnya ada Ibrahim bin Zakariya, dia itu dhaif. Majma’ Aaz-Zawaid, 4/252. Imam Khathib Al-Baghdady juga meriwayatkannya dari jalur Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu namun dhaif juga. Tetapi, hadits ini memiliki tiga penguat dari jalur lain yang membuatnya menjadi hasan, demikian menurut Syaikh Al-Albany dalam Shahih Jami’us Shaghir)
 
 Contoh, sikap Islam yang manusiawi terhadap syahwat yang dimiliki manusia, sebab tidak selamanya syahwat adalah musuh bagi manusia. Allah Jalla wa ‘Ala mengingkari hidup kependetaan (ruhbaniyah) yang salah satunya adalah tidak mau menikah (zilabat), yang kata mereka merupakan upaya pensucian diri dan jalan menuju Tuhan. Sebagaimana itu dilakukan oleh Pastur, Biarawti, Bikhsu Budha. Akhirnya, apa yang terjadi? Mereka menghamburkan syahwatnya dengan cara illegal. Bukan di atas lembaga perkawinan. Belakangan, radio ElShinta memberitakan bahwa ribuan pastur di Amerika Serikat demonstrasi kepada Vatikan khususnya kepada Paus Benedictus, bahwa mereka menginginkan pelarangan nikah bagi para pastur dihapuskan. Dahulu, awal era 90-an, seorang Suster yang mualaf bernama Anastasia Maria menceritakan dalam kaset ceramahnya, bahwa banyak pastur yang menghamili biarawati bahkan mereka memiliki rumah sakit khusus untuk menampung bayi-bayi hasil hubungan gelap  sesama mereka.  
 Benarlah yang dikatakan Imam Ahmad bin Hambal radhiallahu ‘anhu, “Jika manusia sudah mampu menikah tetapi ia tidak mau melakukannya, maka hanya ada dua kemungkinan. Ia punya kelainan atau hobi bermaksiat.”
 Islam sangat menentang hidup mengebiri atau membujang tanpa alasan yang haq. Sehingga terbentuk pribadi-pribadi yang hilang keseimbangannya.
 Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, katanya: datang tiga orang ke salah satu rumah isteri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka bertanya tentang ibadahnya Nabi, ketika mereka memperoleh penjelasannya, mereka merasa kecil dibandingkan Nabi. Lalu mereka berkata: “Apalah kita ini jika dibandingkan dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, padahal beliau telah diampuni dosanya yang lalu dan yang akan datang?”
 Seorang di antara mereka berkata, “Aku akan shalat malam selamanya.” Yang lain berkata, “Aku akan puasa sepanjang tahun tanpa berbuka.”  Yang lain lagi berkata, “Aku akan menjauhi perempuan dan tidak nikah selamanya.” Maka datanglah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu berkata: “Kaliankah yang berkata begini dan begitu? Demi Allah, Akulah yang paling takut dan paling taqwa kepada Allah di banding kalian. Tetapi aku puasa juga berbuka, aku shalat tapi juga tidur, dan aku mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang benci sunahku maka ia bukan golonganku.” (HR. Imam Bukhari, Kitab An-Nikah, Bab Targhiib fi An-Nikah,7/4. Imam Muslim, Kitab An-Nikah, Bab Istihbab An-Nikah … ,9/175. Imam Ahmad, Al Musnad, 3/241, 259, 285) 
 Menurut kesehatan, menikah juga hal yang sangat baik.  Dalam koran Asy-Sya’b yang terbit hari Sabtu 6 Juni 1959, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan pernyataan:

 “Orang yang bersuami-isteri usianya lebih panjang dibanding orang yang tidak, baik karena menjanda, cerai, atau sengaja membujang.” Pernyataan PBB ini didasarkan data statistik yang berbunyi. “Benarlah adanya bahwa jumlah orang yang mati dari kalangan yang sudah bersuami isteri lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang tidak bersuami isteri dalam berbagai usia.”

 Pernyataan tersebut selanjutnya: “Berdasarkan data-data, dapat disimpulkan bahwa nikah itu bermanfaat dan baik, bagi pria dan wanita, sehingga bahaya hamil dan melahirkan semakin berkurang, dan bukan lagi ancaman bagi kehidupan semua bangsa.” (Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Jilid.2, hal.301-302. Darul Fath lil I’lam Al-‘Araby, Kairo)
 Islam memandang aneh manusia yang menyengaja tidak mau kawin. Berkata Umar bin Al-Khathab radhiallahu ‘anhu kepada Abu Az-Zawaid, “Sesungguhnya yang mencegahmu untuk nikah hanyalah kelemahanmu dan kedurhakaanmu.” (Ibid, hal. 303)
Bersambung…

Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
Sebarkan! Raih pahala
============================
Ikuti Kami di:
 Telegram : https://is.gd/3RJdM0
 Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
 Twitter : https://twitter.com/grupmanis
 Instagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
 Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis

Mendonorkan Organ Tubuh

*Ustadz Menjawab*
_Rabu, 31 Agustus 2016_
📲Ustadz Farid Nu’man Hasan, SS
🌿🌺🍄 *DONOR ORGAN TUBUH*
Assalamu’alaikum ustadz
Bagaimana hukumnya mendonorkan organ tubuh kepada orang lain.
“Case nya ada seseorang yg ingin mendonorkan ginjal kpd kakak kandungnya karena ybs janda dg 4 anak dan harus cuci darah setiap bulan sementara biaya tdk mencukupi..”
Jzklh khair Wa’Alaikumussalam warahmatullah …, Bismillah wal Hamdulillah
I -24
Jawaban
———–
و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته ،
Mendonorkan salah satu organ tubuh, bukan menjualnya, dalam rangka menyelematkan kehidupan orang lain adalah salah satu amal shalih luar biasa. Dengan syarat, hal itu juga tidak mencelekakan dirinya, setelah izin dan analisa pihak dokter yang terpercaya.
Hal ini berdasarkan ayat:
وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”
(QS. Al Maidah: 32).
Nabi ﷺ bersabda:
من فرج عن مسلم كربة من كرب الدنيا فرج الله عنه كربة من كرب الآخرة
“Barang siapa yang menolong seorang muslim pada sebuah kesulitannya, dari kesulitan2 dunia, maka Allah akan menolongnya dalam menghadapi kesulitan pada kesulitan2 akhirat.”
(HR. An Nasa’i, As Sunan Al Kubra No. 7246. Al Baihaqi, Sya’bul Iman No. 7209)
Wallahu a’lam.
🌿🌺🍄🍀🌷🌹🌻
Dipersembahkan Oleh:
Website : www.iman-manis.com
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
💼Sebarkan! Raih Bahagia….

Minjam/Hutang Sulit Berjumpa Orangnya, apakah boleh disedekahkan saja?

Ustad Menjawab
 Manis For Teen
Selasa, 27 Dzulqa’da 1437H/ 30 Agustus 2016
Oleh: Ustadz Farid Nu’man
❓Minjam/Hutang Sulit Berjumpa Orangnya, apakah boleh disedekahkan saja?

Assalamu’alaikum ustadz/ah..
” Ummi saya dulu sempat pinjam uang sama sahabatnya.. Tp pas mau bayar.. Hilang kontak.. Dicari-cari ga ketemu via medsosnya juga ga ketemu.. Ummi jd kepikiran ni kak..
Bagaimana solusi nya? “
Syukran 
MFT, grup 01. Khadijah
Jawaban:
و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته ،
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ba’d:
Langsung aja ya ..
 Bahaya Tidak Membayar Hutang
Perkara hutang piutang dalam Islam bukan hal sepele, sebab jika seseorang sengaja tidak mau membayar hutang maka Nabi ﷺ menyebutnya pencuri.
وَمَنِ ادَّانَ دَيْنًا وَهُوَ يَنْوِي أَنْ لاَ يُؤَدِّيَهُ إِلَى صَاحِبِهِ – أَحْسَبُهُ قَال – : فَهُوَ سَارِقٌ
Dan barang siapa yang berhutang dan dia berniat tidak membayarkan kepada yang menghutanginya, -aku kira Nabi bersabda: “maka dia pencuri.” (HR. Al Bazzar , 2/163, dan lainnya, dari Abu Hurairah. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib, No. 1806)
Bahkan hutang menjadi sebab seseorang syahid terhambat masuk ke surga, Nabi ﷺ bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ قُتِلَ رَجُلٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، ثُمَّ عَاشَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ، مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَقْضِيَ دَيْنَهُ» هَذَا 
“Demi yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, seandainya ada seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, lalu dia hidup lagi dan dia punya hutang, maka dia tidak akan masuk surga sampai dia bayar hutangnya.”
(HR. Al Hakim No. 2212, Ibnu Abi ‘Ashim dalam Al Ahadits wal Matsani No. 928. Imam Al Hakim berkata:  shahih. Imam Adz Dzahabi juga mengatakan shahih dalam At Talkhishnya. Lihat Al Mustadrak ‘Alash Shahihain, 2/29)
Nabi ﷺ juga tidak menshalatkan jenazah yang masih ada hutang, namun Beliau membolehkan para sahabatnya menshalatkannya.
Dari Jabir Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُصَلِّي عَلَى رَجُلٍ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَأُتِيَ بِمَيِّتٍ فَقَالَ أَعَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوا نَعَمْ دِينَارَانِ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ
Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menshalatkan laki-laki yang memiliki hutang. Lalu didatangkan mayit ke hadapannya. Beliau bersabda: “Apakah dia punya hutang?”  Mereka menjawab: “Ya, dua dinar.”  Beliau bersabda: “Shalatlah untuk sahabat kalian.”
(HR. Abu Daud No. 3343, dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 3343)

 Nabi ﷺ Memuji Orang Yang Membayar Hutang

Sebaliknya, Nabi ﷺ memberikan pujian yang luar biasa kepada orang yang mau membayar hutangnya. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
«إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً»
“Sesungguhnya yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik dalam menunaikan  hutang-nya.”
(HR. Bukhari No. 2305, Muslim No. 1601, dari Abu Hurairah)
 Membayar Hutang Adalah Wajib
Di antara  kewajiban manusia adalah membayar hutangnya kepada pihak yang memberikannya pinjaman. Tidak sah taubat seseorang tanpa mengembalikan hak saudaranya, jika terkait urusan harta.
Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:
وإن كانت المعصية تتعلق بآدمي فشروطها أربعة: هذه الثلاثة, وأن يبرأ من حق صاحبها, فإن كانت مالاً أو نحوه رده إليه, ……
“Jika maksiat terkait dengan hak-hak manusia maka syarat taubatnya ada empat. Yaitu tiga yang sudah disebutkan sebelumnya, dan hendaknya dia membebaskan diri dari hak saudaranya itu, jika terkait dengan harta atau semisalnya maka dia mesti mengembalikannya, …..” (Riyadhsuhshalihin, hal. 34. Muasasah Ar Risalah)
 Lalu Bagaimana jika Lupa kepada Siapa dan Nominalnya?
Nah, ini jawabannya :
樂 Usahakan cari dulu, ingat-ingat, sejauh yang kita mampu. Para ulama mengatakan:
إذا أدى المدين أو نائبه أو كفيله أو غيرهم الدين إلى الدائن أو نائبه الذي له ولاية قبض ديونه، فإن ذمة المدين تبرأ بالأداء، ويسقط عنه الدين. أما إذا دفع الدين إلى من لا ولاية له على قبض ديون الدائن، فلا ينقضي الدين، ولا تبرأ ذمة المدين
“Jika seorang yang berhutang, atau wakilnya, atau majikannya, atau selainnya membayar hutang kepada orang yang memberikan hutang, atau wakilnya yang telah diberikan kuasa untuk menagih hutang-hutangnya, maka jaminan orang yang berhutang telah bebas dengan dibayarkannya itu dan hutangnya telah gugur.
Ada pun jika *BAYARNYA KEPADA ORANG YANG BUKAN DIBERIKAN KUASA MAKA HUTANG TERSEBUT TIDAK TERHAPUS DAN JAMINAN ORANG YANG BERHUTANG JUGA MASIH ADA.* “(Al Mausu’ah, 4/219)
Jadi, jika ada catatan bahwa jika pemberi hutang wafat maka ahli warisnya yang menerima hutangnya, maka dengan mudah dibayarkan kepadanya, sebab mereka itulah yang mendapatkan kuasa. Tapi, masalahnya adalah tidak ada catatan, tidak ingat kepada siapa, dan tidak ingat pula nominalnya. Maka, ada beberapa hal yang mesti dilakukan.
 Upayakan cari tahu dan ingat-ingat
 Jika tidak berhasil juga, maka perbuatan tersebut jangan sampai terulang, menyesali, dan hendaknya digunakan adab-adab hutang piutang, minimal ada catatannya, saksi, dan materai, apalagi jumlah besar, dan jangan sampai hilang.
 Banyak-banyak istighfar dan memohon ampun kepada Allah ﷻ
 Banyak-banyak sedekah , dari Ka’ab bin ‘Ujrah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ المَاءُ النَّارَ
“Sedekah dapat memadamkan kesalahan seperti air memadamkan api.” (HR. At Tirmidzi No. 614, katanya: hasan. Ahmad No. 15284. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan:
“Isnadnya kuat, sesuai standar Imam Muslim. semua perawi terpercaya, kecuali Ibnu Khutsaim, dia orang yang jujur dan tidak ada masalah.”
Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 15284)
 Sedekahkan harta yang kita pinjam itu atas nama pemiliknya dengan niat pahala untuknya
 Tapi, sedekah ini tidaklah menganulir status hutang tersebut jika suatu saat berhasil berjumpa dan ingat dengan orang yang memberikan hutang, atau berjumpa dengan ahli warisnya, tetap mesti dibayarkan kepadanya.
Ini poin yang paling penting, sebab ini terkait hak manusia.
Tetap berbuat baik, semoga Allah ﷻ menerima kebaikan kita dan menambah berat timbangan amal shalih dibanding keburukannya.
Allah ﷻ berfirman:
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
“Sesungguhnya kebaikan-kebaikan, akan melenyapkan keburukan-keburukan.” (QS. Huud: 114)
Tertulis dalam Tafsir Al Muyassar:
إنَّ فِعْلَ الخيرات يكفِّر الذنوب السالفة ويمحو آثارها
“Sesungguhnya melakukan banyak kebaikan akan menghapuskan dosa-dosa terdahulu sekaligus menghilangkan bekas-bekasnya.” (Tafsir Al Muyassar, 1/234)
Dari Abu Dzar Radhiallahu ‘Anhu: Berkata kepadaku Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
اتق الله حيثما كنت، وأتبع السيئة الحسنة تمحها، وخالق الناس بخلق حسن
“Bertaqwa-lah kamu di mana saja berada, dan susulilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya akan menghapuskannya. Dan bergaul-lah dengan manusia dengan akhlak yang baik.”
(HR. At Tirmidzi No. 1987, katanya: hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan: hasan. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 1987)
Semoga bisa diamalkan da menjadi solusi ya … 
Demikian. Wallahu A’lam

Dipersembahkan Oleh:
Website : www.iman-manis.com
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
Sebarkan! Raih Bahagia….

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 2)

📆 Selasa, 28 Dzulqo’dah 1437H / 30 Agustus 2016
📚 *HADITS DAN FIQIH*

📝 Pemateri: *Ustadz Farid Nu’man Hasan.*
📋 *Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 2)*
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
*3⃣ Shaum ‘Arafah (Pada 9 Dzulhijjah)*
Dari Qatadah Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
📌Nabi ditanya tentang puasa hari ‘Arafah, beliau menjawab: “Menghapuskan dosa tahun lalu dan tahun kemudian.” (HR. Muslim No. 1162, At Tirmidzi No. 749, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 2805, Ath Thabari dalam Tahdzibul Atsar No. 763, Ahmad No. 22535, 22650. Ibnu Khuzaimah No. 2117, dan ini adalah lafaz Imam Muslim)
Hadits ini menunjukkan sunahnya puasa ‘Arafah.
✖️ Apakah yang sedang wuquf dilarang berpuasa ‘Arafah?
Imam At Tirmidzi Rahimahullah mengatakan: “Para ulama telah menganjurkan berpuasa pada hari ‘Arafah, kecuali bagi yang sedang di ‘Arafah.” (Sunan At Tirmidzi, komentar hadits No. 749)
❓ Apa dasarnya bagi yang sedang wuquf di ‘Arafah dilarang berpuasa?
Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ بِعَرَفَاتٍ
📌Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang sedang di ‘Arafah. (HR. Abu Daud No. 2440, Ibnu Majah No. 1732, Ahmad No. 8031, An Nasa’i No. 2830, juga dalam As Sunan Al Kubra No. 2731, Ibnu Khuzaimah No. 2101, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1587)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim tapi keduanya tidak meriwayatkannya.” (Al Mustadrak No. 1587) Imam Adz Dzahabi menyepakati penshahihannya.
Dishahihkan pula oleh Imam Ibnu Khuzaimah, ketika beliau memasukkannya dalam kitab Shahihnya. Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar: “Aku berkata: Ibnu khuzaimah telah menshahihkannya, dan Mahdi telah ditsiqahkan oleh Ibnu Hibban.” (At Talkhish, 2/461-462)
Namun ulama lain menyatakan bahwa  hadits ini dhaif. (Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Ta’liq Musnad Ahmad No.  8031, Syaikh Al Albani dalam berbagai kitabnya seperti Tamamul Minnah Hal. 410,  At Ta’liq Ar Raghib, 2/77, Dhaif Abi Daud No. 461,  dan lainnya)
Mereka menyanggah tashhih (penshahihan) tersebut, karena perawi hadits ini yakni Syahr bin Hausyab dan Mahdi Al Muharibi bukan perawi Al Bukhari dan Muslim sebagaimana yang diklaim Imam Al Hakim.
Imam Al Munawi mengatakan: “Berkata Al Hakim: ‘Sesuai syarat Bukhari,’ mereka (para ulama) telah menyanggahnya karena terjadi ketidakjelasan pada Mahdi, dia bukan termasuk perawinya Al Bukhari, bahkan Ibnu Ma’in mengatakan: majhul. Al ‘Uqaili mengatakan: ‘Dia tidak bisa diikuti karena kelemahannya.’” (Faidhul Qadir, 6/431)
Lalu,  Mahdi Al Muharibi – dia adalah Ibnu Harb Al Hijri, dinyatakan majhul (tidak diketahui) keadaannya oleh para muhadditsin.
Syaikh Al Albani berkata: “Aku berkata: isnadnya dhaif, semua sanadnya berputar pada Mahdi Al Hijri, dan dia majhul.” (Tamamul Minnah Hal. 410)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata: “Isnadnya dhaif, karena ke-majhul-an Mahdi Al Muharibi, dia adalah Ibnu Harbi Al Hijri, dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam kitab Ats Tsiqaat (orang-orang terpercaya), dia (Ibnu Hibban) memang yang menggampangkannya (untuk ditsiqahkan, pen).” (Ta’liq Musnad Ahmad No. 8041)
Telah masyhur bagi para ulama hadits, bahwa Imam Ibnu Hibban dinilai sebagai  imam hadits yang  longgar men-tsiqah-kan perawi yang majhul.
Majhulnya Mahdi Al Muharibi juga di sebutkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar. (At Talkhish Al Habir,  2/461), Imam Al ‘Uqaili mengatakan dalam Adh Dhuafa: “Dia tidak bisa diikuti.” (Ibid)
Imam Yahya bin Ma’in dan Imam Abu Hatim mengatakan: Laa A’rifuhu – saya tidak mengenalnya. (Imam Ibnu Mulqin, Al Badrul Munir, 5/749)
Imam Ibnul Qayyim mengatakan: “Dalam isnadnya ada yang perlu dipertimbangkan, karena Mahdi bin Harb Al ‘Abdi bukan orang yang dikenal. (Zaadul Ma’ad, 1/61), begitu pula dikatakan majhul oleh Imam Asy Syaukani.” (Nailul Authar, 4/239)
Maka, pandangan yang dinilai para ulama lebih kuat adalah tidak ada yang shahih larangan berpuasa pada hari  ‘Arafah bagi yang sedang di ‘Arafah. Oleh karenanya Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Tidak ada yang shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melarang berpuasa pada hari ini ( 9 Dzhulhijjah).” (Ta’liq Musnad Ahmad, No. 8031)
Tetapi, di sisi lain juga tidak ada yang shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berpuasa ketika wuquf di ‘Arafah.
Diriwayatkan secara shahih:
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ أَنَّهُمْ شَكُّوا فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَرَفَةَ فَبَعَثَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحٍ مِنْ لَبَنٍ فَشَرِبَهُ
📌“Dari Ummu Al Fadhl, bahwa mereka ragu tentang berpuasanya Nabi Shalllallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari ‘Arafah, lalu dikirimkan kepadanya segelas susu, lalu dia meminumnya.” (HR. Bukhari No. 5636)
Oleh karenanya Imam Al ‘Uqaili mengatakan: “Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan sanad-sanad yang baik, bahwa Beliau belum pernah berpuasa pada hari ‘Arafah ketika berada di sana, dan tidak ada yang shahih darinya tentang larangan berpuasa pada hari itu.” (Adh Dhuafa, No. 372)
Para sahabat yang utama pun juga tidak pernah berpuasa ketika mereka di ‘Arafah. Disebutkan oleh Nafi’ –pelayan Ibnu Umar, sebagai berikut: “Dari Nafi’, dia berkata: Ibnu Umar ditanya tentang berpuasa hari ‘Arafah ketika di ‘Arafah, dia menjawab: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak berpuasa, begitu pula Abu Bakar, Umar, dan Utsman.” (HR. An Nasa’i, As Sunan Al Kubra No. 2825)
Maka, larangan berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang di ‘Arafah tidaklah pasti, di sisi lain, Nabi pun tidak pernah berpuasa  ketika sedang di ‘Arafah, begitu pula para sahabat setelahnya. Sehingga, kemakruhan berpuasa tanggal 9 Dzulhijjah bagi yang sedang wuquf telah diperselisihkan para imam kaum muslimin. Sebagian memakruhkan dan pula ada yang membolehkan.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, beliau tidak pernah melakukannya, tetapi juga tidak melarang puasa ‘Arafah bagi yang wuquf di ‘Arafah.
Ibnu Umar ditanya tentang berpuasa pada hari ‘Arafah, beliau menjawab: “Saya haji bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau  tidak berpuasa, saya haji bersama Abu Bakar, juga tidak berpuasa, saya haji bersama Umar, juga tidak berpuasa, saya haji bersama ‘Utsman dia juga tidak berpuasa, dan saya tidak berpuasa juga, saya tidak memerintahkan dan tidak melarangnya.” (Sunan Ad Darimi No. 1765. Syaikh Husein Salim Asad berkata: isnaduhu shahih.)
Kalangan Hanafiyah mengatakan, boleh saja berpuasa ‘Arafah bagi jamaah haji yang sedang wuquf jika itu tidak membuatnya lemah. (Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu,  3/25)
Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan bahwa tidak dianjurkan mereka berpuasa, walaupun kuat fisiknya, tujuannya agar mereka kuat berdoa: “Ada pun para haji, tidaklah disunahkan berpuasa pada hari ‘Arafah, tetapi disunahkan untuk berbuka walau pun dia orang yang kuat, agar dia kuat untuk banyak berdoa, dan untuk mengikuti sunah.” (Ibid, 3/24). Jadi, menurutnya “tidak disunahkan”, dan tidak disunahkan bukan bermakna tidak boleh.
🌐 Namun mayoritas madzhab memakruhkannya, berikut ini rinciannya:
✅ Hanafiyah: makruh bagi jamaah haji berpuasa ‘Arafah jika membuat lemah, begitu juga puasa tarwiyah (8 Dzulhijjah).
✅Malikiyah: makruh bagi jamaah haji berpuasa ‘Arafah, begitu pula puasa tarwiyah.
✅Syafi’iyah: jika jamaah haji mukim di Mekkah, lalu pergi ke ‘Arafah siang hari maka puasanya itu  menyelisihi hal yang lebih utama, jika pergi ke ‘Arafah malam hari maka boleh berpuasa. Jika jamaah haji adalah musafir, maka secara mutlak disunahkan untuk berbuka.
✅Hanabilah: Disunahkan bagi para jamaah haji berpuasa pada hari ‘Arafah jika wuqufnya malam, bukan wuquf pada siang hari, jika wuqufnya siang maka makruh berpuasa.  (Lihat rinciannya dalam Al Fiqhu ‘Alal Madzahib Al Arba’ah, 1/887, karya Syaikh Abdurrahman Al Jazairi)
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
Ikuti Kami di:
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
🗳Sebarkan dan raihlah pahala …

Uang Kematian Dikelola Untuk Bisnis

*�Ustadz Menjawab*
_Selasa, 30 Agustus 2016_
🌿Ustadz Farid Nu’man Hasan, SS
🌿🌺 *Dana Orang Banyak*
Assalamualaikum Ustadz/ah..
Studi kasus. Sebuah organisasi usaha penanganan jenazah / paguyuban mewajibkan anggotanya iuran perbulannya, contoh 5000/bulan dengan manfaat bila anggota mendapatkan musibah kematian maka mendapat uang santunan sebesar 750 ribu rupiah dan penanganan jenazah sampai selesai kubur.
Nah.. Uang iuran yg ada di pengurus organisasi dimanfaatkan untuk bisnis, sistem bagi hasil,  tapi tanpa ada persetujuan dari Anggotanya.
Dan dasar hukumnya dalam islam, apakah boleh uang kematian dialihkan ke bisnis? #I9
🍃🍃Jawaban
و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
Bismillah wal Hamdulillah ..
Dana yang mengendap milik banyak orang, lalu dikelola dan dikembangkan, sehingga mendatangkan hasil, sebaiknya atas persetujuan pemiliknya.
Sebab, amanah awalnya adalah memang tabungan untuk persiapan pengurusan kematian, bukan untuk investasi. Walau pun hasil usahanya akan dikembalikan kepada pemiliknya, iya kalau untung, kalau rugi bagaimana? Maka, hal ini mesti atas sepengetahuan para pemilik dana. Agar tidak ada kekacauan dibelakang hari.
Wallahu a’lam.
🌿🌺🍄🌷🍀🌻
Dipersembahkan  Oleh:
Website :www.iman-manis.com
Telegram : http://is.gd/3RJdM0
Fans page : http://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : http:twitter.com/groupmanis
Instagram : http://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : http://play.google.vom/store/apps/details?id=id.manis
💼Sebarkan! Raih Bahagia….

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 1)

📆 Senin, 26 Dzulqo’dah 1437H / 29 Agustus 2016
📚 *HADITS DAN FIQIH*

📝 Pemateri: *Ustadz Farid Nu’man Hasan.*
📋 *Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 1)*
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
  Dzulhijjah adalah salah satu bulan mulia dalam kalender Islam. Banyak umat Islam yang menantikan kedatangannya, khususnya para calon jamaah haji, juga tentunya para peternak hewan qurban. Berikut ini adalah beberapa keutamaan bulan Dzulhijjah yang mesti kita ketahui dan semoga bisa memancing kita untuk melakukan banyak amal kebaikan pada bulan tersebut.
1⃣  *Dzulhijah termasuk Asyhurul Hurum*
Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan mulia, yang telah Allah Ta’ala sebutkan sebagai asyhurul hurum (bulan-bulan haram). Maksudnya, saat itu manusia dilarang (diharamkan) untuk berperang, kecuali dalam keadaan membela diri dan terdesak.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ
📌“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah , dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram …” (QS. Al Maidah (5): 2)
Ayat mulia ini menerangkan secara khusus keutamaan bulan-bulan haram, yang tidak dimiliki oleh bulan lainnya. Bulan yang termasuk Asyhurul hurum (bulan-bulan haram) adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Rajab, dan Muharam. (Sunan At Tirmidzi No. 1512)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السنة اثنا عشر شهراً، منها أربعةٌ حرمٌ: ثلاثٌ متوالياتٌ ذو القعدة، وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان”.
📌            “Setahun ada 12 bulan, di antaranya terdapat 4 bulan haram: tiga yang awal adalah DzulQa’dah, DzulHijjah, dan Muharam. Sedangkan Rajab yang penuh kemuliaan antara dua Jumadil dan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 3025)
2⃣  *Anjuran Banyak Ibadah Pada Sepuluh Hari Pertama ( Tgl 1-10 Dzulhijjah)*
Sepuluh hari pertama pada bulan Dzulhijjah memiliki keutamaan yang besar. Disebutkan dalam Al Quran:
وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2)
📌Demi fajar,   dan malam yang sepuluh. (QS. Al Fajr (89): 1-2)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan maknanya:
والليالي العشر: المراد بها عشر ذي الحجة. كما قاله ابن عباس، وابن الزبير، ومجاهد، وغير واحد من السلف والخلف.
📌(Dan demi malam yang sepuluh): maksudnya adalah sepuluh hari pada Dzulhijjah. Sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas, Ibnu Az Zubeir, Mujahid, dan lebih dari satu kalangan salaf dan khalaf. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/390. Dar Ath Thayyibah)
Ada juga yang mengatakan maksudnya adalah sepuluh hari awal Muharram, ada juga ulama yang memaknai sepuluh hari awal Ramadhan. Namun yang benar adalah pendapat yang pertama. (Ibid)  yakni sepuluh awal bulan Dzulhijjah.
Keutamaannya pun juga disebutkan dalam As Sunnah. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوا وَلَا الْجِهَادُ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ
📌“Tidak ada amal yang lebih afdhal dibanding amal pada hari-hari ini.” Mereka bertanya: “Tidak juga jihad?” Beliau menjawab: “Tidak pula oleh jihad, kecuali seseorang yang keluar untuk mengorbankan jiwa dan hartanya, lalu dia tidak kembali dengan sesuatu apa pun.” (HR. Bukhari No. 969)
Imam Ibnu Katsir mengatakan maksud dari “pada hari-hari ini” adalah sepuluh hari Dzulhijjah. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/390. Lihat Syaikh Sayyid Ath Thanthawi, Al Wasith, 1/4497. Mawqi’ At Tafasir)
Maka, amal-amal shalih apa pun bisa kita lakukan antara tanggal satu hingga sepuluh Dzulhijjah; sedekah, shalat sunnah, shaum –kecuali pada sepuluh Dzulhijjah- , silaturrahim, dakwah, jihad, dan lainnya. Amal-amal ini pada hari-hari itu dinilai lebih afdhal dibanding jihad, apalagi berjihad pada hari-hari itu, tentu memiliki keutamaan lebih dibanding jihad pada selain hari-hari itu.
Untuk berpuasa pada sepuluh hari ini, ada dalil khusus sebagaimana diriwayatkan oleh Hafshah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
أَرْبَعٌ لَمْ يَكُنْ يَدَعُهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِيَامَ عَاشُورَاءَ وَالْعَشْرَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ
📌Ada empat hal yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam belum pernah meninggalkannya: puasa ‘Asyura, Al ‘Asyr (puasa 10 hari Dzulhijjah), puasa tiga hari tiap bulan, dan dua rakaat sebelum subuh. (HR. An Nasa’i, dalam As Sunan Al Kubra No. 2724, Abu Ya’la dalam Musnadnya No.  7048, Ahmad No. 26456)
Hanya saja para ulama mendhaifkan hadits ini. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Hadits ini dhaif, kecuali sabdanya: “dua rakaat sebelum subuh,” yang ini shahih. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 26456)
  Didhaifkan pula oleh Syaikh Al Albani. (Irwa’ul Ghalil, No. 954)
Bersambung ..
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁
Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
Ikuti Kami di:
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
🗳Sebarkan dan raihlah pahala …

Al Albani, Ahli Hadits Atau Fuqaha?

*Ustadz Menjawab*
_Sabtu, 27 Agustus 2016_
🌿 *Ustadz Farid Nu’man Hasan, SS*
🌿🌺 *Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani*
Assalamu’alaikum ustadz/ah..
Mohon penjelasannya mengenai status Syaikh Al Albani, apakah beliau seorang ahli hadis ataukah fuqaha ataukah ahli hadis sekaligus fuqaha? Dan apakah seorang ahli hadis yang bukan fuqaha boleh memberikan fatwa atau keputusan hukum (mengenai wajib/sunnah/mubah/makruh/haramnya suatu perbuatan)? Syukron.
Jawab:
———-
و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته ،
Beliau adalah salah satu ahli hadits abad ini. Karyanya sangat banyak dan memenuhi perpustakaan dunia Islam. Banyak yang mengambil ilmunya, baik kalangan awam, terpelajar, dan juga ulama. Kepiawaiannya dalam meneliti hadits membuat sebagian muridnya memujinya dengan menyebutnya Al Bahaatstsah (peneliti ulung).
Para ulama dunia menaruh hormat padanya bahkan mengambil manfaat darinya, seperti Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Syaikh Ali Ath Thanthawi, dan sebagainya. Kenyataan ini menunjukkan posisinya yang baik dan istimewa di tengah para ulama. Walau para ulama ini tidak selalu sejalan dengan pendapat-pendapat Syaikh Muhammad Nashiruddin Al AlbaniRahimahullah, di banyak perkara dan itu adalah hal biasa dalam keilmuan.
*Dua Kutub Ekstrim*
Jika membicarakan sosok, biasanya kita dapati dua kutub yang amat bertentangan tentang sosok tersebut. Ada yang membencinya, bahkan merendahkannya sedasar lautan, serta membuang semua hal yang berasal darinya dan tentangnya, namun ada juga  yang menyanjung dan meninggikannya seolah tiada cacat baginya, seakan perkataannya adalah hujjah final bagi manusia. Ini pula yang dialami oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Kedua sikap ini sama-sama tercela dan zalim.
Hendaknya kebencian kita kepada seorang manusia, apalagi muslim, apalagi tokoh agama, hanya karena perbedaan pandangan semata-mata, tidak membuat kita berlaku zalim kepadanya; merendahkan, menghina, dan menjadikannya seolah musuh abadi dan perusak agama.  Begitu pula kekaguman dan cinta kita kepada seorang tokoh dan ulama, tidaklah membuat kita mensucikannya, menjadikannya seolah nabi baru yang ma’shum, atau mendudukannya melebihi para imam yang empat, bahkan melebihi para sahabat dan tabi’in, yang jika pendapat mereka bertentangan dengannya, kita buang pendapat mereka dan kita ambil pendapat tokoh pujaan kita. Tertutup dari semua kritikan, memandang kritikan sebagai ancaman dan kebencian. Tanpa disadari sikap itu telah membebani apa-apa yang ulama tersebut juga tidak menginginkannya.
Sebagai contoh pada posisi orang-orang yang membencinya, kami dapati perkataan yang mengandung petir kebencian bagi Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, berasal dari perkataan sebagian murid-murid Syaikh Abdullah Al Harari, dalam kitab yang mereka susun berjudul,  Silsilah Al Hidayah Tabyinu Dhalalat Al Albani  Syaikh Al Wahabiyyah Al Mutamahdits.
Berikut ini sebagian saja perkataannya:
“Di antara mereka adalah seorang laki-laki yang menyandarkan dirinya pada ilmu dan ulama, pada hadits dan ahli hadits padahal itu hanyalah bualan dan dusta belaka. Dia menjadikan lisan dan penanya, seperti yang telah kami sebutkan, juga pada fatwa-fatwanya yang menumbuhkan fitnah, perpecahan, kedengkian, kebencian dan permusuhan di antara kaum muslimin, dia adalah Si Tukang Jam yang dijuluki NASHIRUDDIN AL ALBANI (Pembela Agama dari Al Bania), yang bagi kami telah cukup keadaan dirinya sebagai bekal untuk membantahnya, yaitu ketika dia menceritakan dirinya sebagai tukang jam dan hobinya membaca kitab tanpa talaqqi ilmu kepada ahlinya dan dia tidak memiliki sanad ilmu yang resmi. Maka, telah terjadi kontradiksi antara kenyataan ini dan itu, antara kitab-kitab dan sandaran dirinya kepada salaf padahal dia telah menyelisihi kaum salaf dalam masalah aqidah dan hukum-hukum fiqih.
Dia menyangka dirinya adalah ahli hadits padahal dia tidak hapal satu pun hadits beserta sanadnya yang bersambung sampai Rasulullah ﷺ, maka bagaimana dia menjadi seorang ahli hadits ketika dia menshahihkan suatu hadits pada sebuah kitabnya, lalu dia mendhaifkan hadits tersebut pada kitabnya yang lain dan sebaliknya.Dia menyerang para ulama dengan perkataan yang merendahkan dan mengejek, begitu  sombong dirinya mendebat secara  batil dan berani dengan hawa nafsunya terhadap Al Bukhari, Muslim, dan lainnya. Dia mendhaifkan hadits shahih yang telah disepakati para huffazh, sikapnya itu telah membuatnya berlaku syadz (janggal) dan keluar dari kesepakatan mayoritas umat Muhammad ﷺ dari kalangan Asya’irah dan Maturidiyah, yang dia telah  menuduh dengan   dusta bahwa mereka ini adalah ahli bid’ah. Maha suci Rabb kami ini adalah kedustaan yang besar.” (Lihat Silsilah  Al Hidayah Tabyin Dhalalat Al Albani, Hal. 5-6. Cet. 3, 2007M/1428H. Syirkah Darul Masyaari’)
Dalam kitab ini juga dicantumlan dialog yang menstigma Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, yang menunjukkan seakan dia tidak pantas sebagai Ahli Hadits. Berikut ini kutipannya:
“Diceritakan kepada kami, bahwa seorang laki-laki yang berprofesi sebagai  pengacara bertanya kepadanya: Apakah Anda seorang muhaddits/ahli hadits?”   Syaikh Al Albani menjawab: “Ya.” Lalu pengacara itu berkata: “Riwayatkanlah kepada kami sepuluh hadits saja beserta sanad-sanadnya.” Syaikh Al Albani menjawab: “Aku bukanlah ahli hadits dengan hapalan, tapi ahli hadits dengan kitab.” Maka, pengacara itu berkata: “Kalau begitu aku juga bisa jadi ahli hadits kitab.” Lalu Syaikh Al Albani terdiam.” (Ibid, Hal. 7)
Demikianlah. Ini baru satu saja buku yang mengkritiknya dengan tajam. Masih banyak lainnya yang berasal dari para ulama dari kalangan yang berbeda, baik ahli hadits bahkan sufi, seperti Syaikh Abdul Fattah Abu Ghudah, Syaikh Hasan As Saqqaf,  Syaikh Habiburrahman Al A’zhami, dan sebagainya. Atau kritikan biasa saja, yang dilakukan oleh Syaikh Yusuf Al Qaradhawi dalam masalah zakat pertanian, kritikan Syaikh Ali Ath Thanthawi dalam masalah cincin emas bagi wanita, bahkan ulama kerajaan Arab Saudi Syaikh Abdullah Al Ghudyan mengkritiknya dalam masalah aqidah, dan sebagainya.
Sebagian orang ada yang menjadikan kritikan-kritikan ini untuk menggebuk Syaikh Al Albani, melukainya, dan mencederai kehormatannya. Seharusnya kritikan-kritikan ini diletakkan pada porsi yang wajar; bahwasanya saling kritik di dunia ilmu adalah hal yang biasa dan maklum.
Kemudian …
Pada posisi pemujanya pun tidak kalah hiperbol dalam menyanjungnya dan menyamakan dengan imam-imam generasi awal dan pertengahan Islam.
Contohnya, tercatat pada beberapa syair yang ditulis mengiringi wafatnya tahun 1999 M yang lalu:
“Ia mengikuti Imam Al Bukhari menjadi Amirul Mukminin sesungguhnya, menjadi khalifah dalam hadits dan berjaya
Seperti Ibnul Madini menyingkap penyakit mata yang ada dalam hadits, ilmu yang menyulitkan para pakar, dan Beliau adalah salah satu pakarnya.” (Al Ashaalah, 23/46)
Juga Syairnya Syaikh Khairuddin Waatsili yang menyetarakan Syaikh Al Albani sebagai  Imam Ibnu Taimiyah Abad 14.
“Ibnu Taimiyah tidak memiliki generasi pengganti yang lebih  bernyawa daripada Syaikh As Sunnah Al Albani orangnya.
Keduanya adalah dua lautan ilmu dan lautan keutamaan, silahkan mereguknya sesukamu hendak mengambil ilmu dan keutamaannya.”
Syair ini membuat kita berpikir di mana posisi murid-murid Imam Ibnu Taimiyah sendiri yang langsung bersamanya selama bertahun-tahun seperti Imam Ibnul Qayyim, Imam Ibnu Katsir, Imam Ibnu Rajab, Imam Adz Dzahabi, dan murid-murid lainnya? Apakah semua ini kalah dibanding Syaikh Al Albani?
Ada pula yang memujinya bahwa mustahil ada ulama yang menggantikan posisi Syaikh Al Albani, tidak ada lagi imam seperti dirinya,  dan keilmuannya tidak bisa digantikan oleh seseorang tapi baru bisa digantikan oleh sekelompok orang di berbagai negara, sebagaimana  dikatakan oleh Syaikh Muhammad Musa Nashr.
“Sungguh mataku belum pernah terpejam selamanya, setelah kepergian Syaikh Al Albani ke alam baka
Hatiku selalu menjerit Ya Rabbana! Mustahil tampak di dunia akan ada imam sepertinya.
Mungkin mereka berkata: Fulan dan Fulan bisa menggantikannya dalam ilmu, penelitian hadits dan dalil yang nyata
Bohong, mereka dusta, demi Rabb kami, justru mereka sedang menderita, terombang ambingkan ke Timur dan ke Barat sepanjang masa tersisa
Tidak mungkin Syaikh kita ini tergantikan dalam ilmunya, melainkan oleh SEKELOMPOK orang di berbagai negara.” (Al Ashalah, 23/27)
Dan masih banyak lagi …
Nah kita lihat, baik celaan terhadapnya, juga pujian kepadanya, sama-sama bernadakan ekstrim. Yang satu menjatuhkannya seakan Syaikh Al Albani adalah bodoh dalam hadits sampai-sampai diberitakan tidak hapal satu pun hadits dengan sanad-sanadnya yang bersambung sampai Rasulullah ﷺ. Sementara pemujanya menyanjungnya sedemikian rupa seolah dia seorang tabi’in besar yang  hidup di masa modern.
*Sikap Pertengahan*
Inilah sikap terbaik, baik cinta dan benci, tidak boleh diluapkan secara zalim. Kita bisa mengambil manfaat dari yang kita benci, sebagaimana kita bisa membuang dari yang kita cintai. Sebab kita adalah tawanan Allah dan RasulNya, bukan tawanan manusia. Jika ada yang baik dan benar dari mereka maka ambil-lah dan jangan ragu mengamalkannya, jika ada yang buruk dan salah maka tolaklah dan koreksi, termasuk yang datangnya dari Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullah. Jangan sampai kebencian kita membuat kita buta kepada kebaikannya, dan jangan pula karena kecintaan kita membuat kita buta terhadap kekeliruannya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan Kami jadikan kalian sebagai umatan wasathan/pertengahan.” (QS. Al Baqarah: 143)
Diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Sebaik-baiknya perbuatan (‘amal) adalah yang pertengahan.” (HR. Al Baihaqi,Syu’abul Iman, 8/411/3730. As Sam’ani meriwayatkan dalam Dzail Tarikh Baghdadsecara marfu’ dari Ali, tetapi dalam sanadnya terdapat periwayat yang majhul. Ad Dailami juga meriwayatkan tanpa sanad dari Ibnu Abbas secara marfu’. Lihat Imam ‘Ajluni, Kasyful Khafa’, 1/391 dan Imam As Sakhawi, Al Maqashid Al Hasanah, Hal. 112. Imam  As Suyuthi menyandarkan ucapan ini adalah ucapan Mutharrif bin Abdillah dan Abu Qilabah, yakni sebaik-baiknya urusan (Al Umur) adalah yang pertengahan. LihatAd Durul Mantsur, 6/333.)
Sekian. Wallahu A’lam
🌿🌺🍄🍀🌷🌹🌻
Dipersembahkan Oleh:
Website : www.iman-manis.com
Telegram : https://is.gd/3RJdM0
Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
Twitter : https://twitter.com/grupmanis
Istagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis
💼Sebarkan! Raih Bahagia….

Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 1)

 Kamis, 23 Dzulqa’dah 1437 H/ 25 Agustus 2016
 Ibadah
 Ustadz Farid Nu’man Hasan
 Keutamaan Bulan Dzulhijjah dan Amalan-Amalannya (Bag. 1)
============================

 Dzulhijjah adalah salah satu bulan mulia dalam kalender Islam. Banyak umat Islam yang menantikan kedatangannya, khususnya para calon jamaah haji, juga tentunya para peternak hewan qurban. Berikut ini adalah beberapa keutamaan bulan Dzulhijjah yang mesti kita ketahui dan semoga bisa memancing kita untuk melakukan banyak amal kebaikan pada bulan tersebut.
1⃣ Dzulhijah termasuk Asyhurul Hurum
 Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan mulia, yang telah Allah Ta’ala sebutkan sebagai asyhurul hurum (bulan-bulan haram). Maksudnya, saat itu manusia dilarang (diharamkan) untuk berperang, kecuali dalam keadaan membela diri dan terdesak.
 Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah , dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram …” (QS. Al-Maidah (5): 2)
 Ayat mulia ini menerangkan secara khusus keutamaan bulan-bulan haram, yang tidak dimiliki oleh bulan lainnya. Bulan yang termasuk Asyhurul hurum (bulan-bulan haram) adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Rajab, dan Muharam. (Sunan At-Tirmidzi No. 1512)
 Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السنة اثنا عشر شهراً، منها أربعةٌ حرمٌ: ثلاثٌ متوالياتٌ ذو القعدة، وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان”.
“Setahun ada 12 bulan, di antaranya terdapat 4 bulan haram: tiga yang awal adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharam. Sedangkan Rajab yang penuh kemuliaan antara dua Jumadil dan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 3025)
2⃣ Anjuran Banyak Ibadah Pada Sepuluh Hari Pertama (Tgl 1-10 Dzulhijjah)
 Sepuluh hari pertama pada bulan Dzulhijjah memiliki keutamaan yang besar. Disebutkan dalam Al-Qur’an:
وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2)
“Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr (89): 1-2)
 Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan maknanya:
والليالي العشر: المراد بها عشر ذي الحجة. كما قاله ابن عباس، وابن الزبير، ومجاهد، وغير واحد من السلف والخلف.
“(Dan demi malam yang sepuluh): maksudnya adalah sepuluh hari pada Dzulhijjah. Sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas, Ibnu Az Zubeir, Mujahid, dan lebih dari satu kalangan salaf dan khalaf.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/390. Dar Ath Thayyibah)
 Ada juga yang mengatakan maksudnya adalah sepuluh hari awal Muharram, ada juga ulama yang memaknai sepuluh hari awal Ramadhan. Namun yang benar adalah pendapat yang pertama. (Ibid) yakni sepuluh awal bulan Dzulhijjah.
 Keutamaannya pun juga disebutkan dalam As-Sunnah. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوا وَلَا الْجِهَادُ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ
“Tidak ada amal yang lebih afdhal dibanding amal pada hari-hari ini.” Mereka bertanya: “Tidak juga jihad?” Beliau menjawab: “Tidak pula oleh jihad, kecuali seseorang yang keluar untuk mengorbankan jiwa dan hartanya, lalu dia tidak kembali dengan sesuatu apa pun.” (HR. Bukhari No. 969)
Imam Ibnu Katsir mengatakan, maksud dari “pada hari-hari ini” adalah sepuluh hari Dzulhijjah. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/390. Lihat Syaikh Sayyid Ath Thanthawi, Al Wasith, 1/4497. Mawqi’ At Tafasir)
 Maka, amal-amal shalih apa pun bisa kita lakukan antara tanggal satu hingga sepuluh Dzulhijjah; sedekah, shalat sunnah, shaum -kecuali pada sepuluh Dzulhijjah-, silaturrahim, dakwah, jihad, dan lainnya. Amal-amal ini pada hari-hari itu dinilai lebih afdhal dibanding jihad, apalagi berjihad pada hari-hari itu, tentu memiliki keutamaan lebih dibanding jihad pada selain hari-hari itu.
 Untuk berpuasa pada sepuluh hari ini, ada dalil khusus sebagaimana diriwayatkan oleh Hafshah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
أَرْبَعٌ لَمْ يَكُنْ يَدَعُهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِيَامَ عَاشُورَاءَ وَالْعَشْرَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ
“Ada empat hal yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam belum pernah meninggalkannya: puasa ‘Asyura, Al-‘Asyr (puasa 10 hari Dzulhijjah), puasa tiga hari tiap bulan, dan dua rakaat sebelum subuh.” (HR. An Nasa’i, dalam As Sunan Al Kubra No. 2724, Abu Ya’la dalam Musnadnya No.  7048, Ahmad No. 26456)
 Hanya saja para ulama mendhaifkan hadist ini. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan: “Hadits ini dhaif, kecuali sabdanya: “dua rakaat sebelum subuh,” yang ini shahih. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 26456)
 Didhaifkan pula oleh Syaikh Al-Albani. (Irwa’ul Ghalil, No. 954)
Bersambung…

Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
Sebarkan! Raih pahala
============================
Ikuti Kami di:
 Telegram : https://is.gd/3RJdM0
 Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
 Twitter : https://twitter.com/grupmanis
 Instagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
 Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis