Makna Iman Dan Rukun-rukunnya

0
119

Secara bahasa kata Iman berasal dari kata amana-yu-minu iimanan artinya “attashdiq (membenarkan), “ tsiqoh” (percaya) juga berarti “aman” (terpelihara).

Dalam definisinya menurut Jumhur ulama Islam,
“Iman adalah membenarkan dengan hati mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan anggota tubuh.”

“ Membenarkan dengan hati” maksudnya menerima segala apa yang dibawa oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam baik berupa wahyu (Al Qur-an), perkataan, perbuatan atau pun persetujuan Beliau.

 “ Mengikrarkan dengan lisan” maksudnya, mengucapkan dua kalimah syahadat, syahadat “Laa ilaha illallahu wa anna Muhammadan Rasulullah” (Tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah).

“ Mengamalkan dengan anggota badan” maksudnya, hati mengamalkan dalam bentuk keyakinan, sedang anggota badan mengamalkannya dalam bentuk perbuatan amal ibadah sesuai dengan fungsinya.

Para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam  menjadikan amal termasuk dalam pengertian iman. Dengan demikian iman itu bisa bertambah dan berkurang seiring dengan bertambah dan berkurangnya amal shalih.

Seseorang disebut Mu-min sesuai dengan definisi yang disebutkann secara gamblang dalam Al Qur-an,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ [الحجرات : 15]

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (Al Hujurat: 15)

Ciri-ciri orang beriman juga didefinisikan oleh Al Qur-an,

{إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ○
الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ○ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan se-bagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.” (Al-Anfal: 2-4)

Perhatikan bahwa Allah menyebutkan iman adalah aktifitas hati yang dibuktikan dengan amal seperti sholat yang merupakan ibadah phisik, infak yang merupakan ibadah harta dan jihad yang merupakan totalitas dalam perjuangan dakwah sebagai bagian dari iman.

Jadi percaya atau membenarkan saja tidak cukup. Apa saja yang didefinisikan Allah dan Rasul tentang iman wajib dipenuhi.

Kedudukan Iman dalam Jiwa seorang muslim
Iman bagaikan fondasi dalam sebuah bangunan yang besar. Seberapa besar suatu bangunan ingin didirikan maka fondasi iman ini harus semakin kokoh. Semakin tinggi keimanan seorang muslim maka semakin besarlah amal salehnya.

Bagi para murobbi, membangun Iman merupakan prioritas dalam pendidikan, sebagaimana dilakukan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam.
Selama 13 tahun di Makkah, setelah kenabian Beliau – Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam selalu menanamkan keimanan kepada para sahabat Beliau.

Ayat-ayat yang turun di Kota Makkah berisi kandungan pembinaan iman. Biasanya dapat Kita jumpai dalam Juz Amma dengan ciri khas surat-surat yang pendek namun sarat dengan makna yang mewajibkan manusia beriman kepada Allah, Kitab, Malaikat, para Rasul dan Hari AKhirat.

Iman Bertingkat-tingkat, Bertambah dan Berkurang

Generasi sahabat Nabi memahami iman sebagai “bertingkat-tingkat, bertambah dan berkurang” sebagaimana bimbingan Allah dalam Surat Al Anfal ayat 2 dengan penjelasan ayat-ayat lain,

Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, (Alfath:4)

Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.(At tawbah:124)

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam  menyebutkan tingkatan iman tertinggi dan terendah dengan bersabda:

“Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih yang paling utama adalah ucapan “la ilaha illallahu” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedang rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman.” (HR. Muslim, 1/63)

Berdasarkan hadits tersebut, iman itu terdiri dari cabang-cabang yang bermacam-macam, setiap cabang adalah bagian dari iman yang keutamaannya berbeda-beda. Tingkatan  yang paling tinggi dan paling utama adalah ucapan “la ilaha illallah” kemudian cabang-cabang sesudahnya secara berurutan dalam nilai dan keutamaan-nya sampai pada cabang yang terakhir yaitu menyingkirkan rintangan dan gangguan dari tengah jalan.

Adapun cabang-cabang antara keduanya adalah shalat, zakat, puasa, haji dan amalan-amalan hati seperti malu, tawakkal, khasyyah (takut kepada Allah) dan sebagainya, yang kesemuanya itu dinamakan iman.

Di antara cabang-cabang ini ada yang bisa membuat lenyapnya iman manakala ia ditinggalkan, menurut ijma’ ulama; seperti dua kalimat syahadat. Ada pula yang tidak sampai menghilangkan iman menurut ijma’ ulama manakala ia ditinggalkan; seperti menyingkirkan rintangan dan gangguan dari jalan.

Sejalan dengan pengamalan cabang-cabang iman itu, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, maka iman bisa bertambah dan bisa berkurang.

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam juga menyampaikan tingkatan nahi munkar dan hubungnya dengan kuat dan lemahnya iman.

Dalam riwayat Abu Sa’id Al-Khudry, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda: “Siapa yang melihat kemungkaran di antara kalian, maka hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika ia tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim, 1/69)

Hadits Muslim ini menuturkan tingkatan-tingkatan nahi munkar dan keberadaannya sebagai bagian dari iman. Ia menafikan (meniadakan) iman dari seseorang yang tidak mau melakukan tingkatan terendah dari tingkatan nahi munkar yaitu mengubah kemungkaran dengan hati.
Sebagaimana disebutkan dalam sebagian riwayat hadits:

“Dan tidak ada sesudahnya sebiji sawi pun dari iman.” (HR. Muslim, Kitab Al-Iman, Bab Bayanu Kurhin Nahyi Anil Mungkar).

Iman meningkat karena ketaatan dan amal saleh , berkurang disebabkan maksiat (dosa) atau melakukan perbuatan kekufuran, kefasikan, dan kemunafikan. Seorang yang imannya kuat mempunyai cinta terhadap segala hal yang meningkatkan iman dan kebencian kepada  hal-hal yang menurunkan iman. Firman Allah tentang para sahabat Rasulullah,

Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, (Al Hujurat: 7)

Al Qur-an membedakan antara muslim dengan mukmin. Sebab iman sejati bila sudah menyatu dalam jiwa membentuk ketaatan dan amal saleh yang permanen serta membangun karakter,

Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman.” Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(al Hujurat: 14)

Orang-orang Arab Badui mengira bahwa hanya dengan menyatakan “Kami beriman” mereka sama dengan sahabat-sahabat Nabi Muhajirin dan Anshar yang sudah lama melalaui proses perjuangan di bersama Rasulullah.
Karena itu Allah meluruskan pandangan mereka karena iman berbeda tingkatannya… Namun hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui tingkatan iman seseorang.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam menyatakan bahwa iman *Abu Bakar* jika ditimbang dengan iman  seluruh penduduk Madinah maka masih lebih berat iman Abu Bakar.

Rasulullah juga mengatakan
bahwa *Umar* memiliki keimanan yang kokoh sehingga syaitan pun takut kepada Umar.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam mengatakan bahwa imannya *Utsman bin Affan* dapat membuat Malaikat malu.

Sedangkan tentang *Ali bin Abi Tholib* Nabi mengatakan bahwa Beliau menjadi pintu dari gudang ilmu pengetahuan.

Wallahu A’lam

Pemateri: Ustadz Aus Hidayat Nur

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here