Menjelang Lembaran Amal Ditutup

0
36

πŸŒΏπŸŒΊπŸ‚πŸ€πŸŒΌπŸ„πŸŒ·πŸ

πŸ“ Pemateri: Ustadzah  Rochma Yulika.

Ketika tubuh mulai lemah tak berdaya,
Ketika tangan tak bisa lagi berkarya,
Ketika mata tak lagi mampu terbuka,
Ketika mulut mulai sulit berbicara,
Dan ketika sang Malakul maut bersiap mengambil nyawa,

Nafas pun mulai satu-satu
Badan pun sedikit demi sedikit mulai kaku
Lidah semakin kelu
Suasana makin tak menentu

Terdengar tangis sanak keluarga
Mereka merasakan sedih tak terkira
Lantaran kan ditinggal menuju alam baka
Tak bisa lagi bersua untuk bertegur sapa

Lembaran amal mulai ditutup
Berharap bekal yang dibawa cukup

Kini tinggalah sendiri
Di bawah nisan berteman sepi

Bila kesempatan masih ada janganlah disia-sia.
Hingga menyesal pun tiada guna.

Semoga Allah menghadirkan kemuliaan saat harus menghadap pada Allah Rabb semesta alam.

Hasan Al Bisri mengatakan,
β€œWahai Anak Adam! Kalian tidak lain hanyalah kumpulan hari. Setiap hari yang berlalu maka sebagian dari diri kalian pun ikut pergi.”

Ini ada kisah nyata…..

Ridwan seorang aktivis dakwah yang telah usai menjadi penghafal Al Quran. Untuk menguji kemampuan menghafal Al Qurannya dia rela menjadi pengajar di lereng Merapi Merbabu.

Masyarakat yang sangat jauh dari nilai-nilai keislaman kala dia menginjakkan kakinya di daerah tersebut. Justru melihat keadaan itu semangat dakwahnya makin membara.

Tantangan di depan mata tak membuatnya urungkan niat untuk tetap berjuang demi tegaknya nilai Islam di daerah itu.

Meski bukan dari Jawa dan tak begitu memahami kultur yang ada dia yakin bila Allah akan menolong hamba-hamba Nya yang senantiasa mau berjuang menegakkan kalimat Nya.

Hari-hari dijalani dengan suka cita, tak kenal lelah dan putus asa. Hingga bulan pun saatnya tiba berganti tahun. Setahun terlewati hingga beberapa tahun terlewati. Masa pengabdian seharusnya telah usai. Dia harus meneruskan perjalanan hidupnya yakni kuliah formal dan tentunya sebagai manusia yang normal ada keinginan untuk membangun keluarga dakwah dan Quran.

Kala itu Ridwan ditawari untuk melanjutkan kuliah di Jakarta tapi memilih bertahan di lereng Merapi Merbabu. Lantas untuk menggenapkan separuh diinnya ditawari seorang akhwat untuk dinikahinya, ia pun mengiyakan. Tak selang lama diproseslah Ridwan dengan akhwat shalihah.

Akhwat itu sehari-hari bekerja di perusahaan asing dengan gaji 20 juta.
Ketika ditawari ta’aruf dengan Ridwan sang akhwat pun rela untuk meninggalkan segala yang sudah diraihnya untuk bersama mengabdikan diri di jalan dakwah.

Hari bahagia pun tiba, yakni pernikahan di jalan dakwah. Sangat beruntung sesiapa saja yang mengalami pernikahan indah di jalan dakwah ini. Luar biasa, masya Allah.

Usai perayaan tiba saatnya kembali ke medan dakwah. Semangat mengabdi itulah yang menguatkan mereka. Allahu Akbar.

Berharap sakinah mawaddah warrahmah itulah harapan setiap insan yang menjalani kehidupan dalam keluarga. Sejeli mata bidadari senyum sang istri menghiasi, dan terkadang rela menemani meski kepayahan dirasa.
Istri Ridwan memiliki penyakit radang paru-paru. Menahan dinginnya udara di lereng Merapi karena itu sudah menjadi tekadnya. Semua lantaran kecintaan di jalan Allah.

Dakwah adalah sebuah energi dahsyat. Kecintaan di jalan ini membuat kita bisa menapaki hari dengan penuh semangat. Begitulah istri Ridwan menjalaninya, meski kadang bila malam tiba dan rasa dingin mulai menusuk-nusuk tulang belulang, sakitnya kambuh.

Tak ada keluhan dari sakit yang dirasa meski kadang nampak badannya melemah. Kadang ke kamar mandi pun harus dipapah sang suami tercinta atau kadang harus digendong juga.

Peristiwa itu tak diketahui oleh teman seperjuangannya. Semua disimpan rapat karena tak ingin membuat repot orang lain. Begitu terus dalam kesehariannya. Hingga akhirnya temannya mengetahui seperti apa yang terjadi pada istri Ridwan. Semua peduli dan disampaikanlah kepada seorang ustadz penanggung jawab dari program pengabdian di masyarakat tersebut. Mereka sepakat akan membawa istri Ridwan kembali ke Jakarta. Semua persiapan untuk membawa sang istri dilakukan. Jadwal pesawat terbangnya hari Jumat dari bandara Adisucipto Yogyakarta menuju Jakarta.

Jumat pagi matahari bersinar cerah, menanda waktu tiba untuk berangkat. Namun, manusia hanya bisa merencanakan. Di hari itu, sedianya Ridwan membawa istrinya terbang ke Jakarta namun tak pernah terwujud. Cinta Allah mengalahkan segalanya. Di hari yang indah dan penuh keberkahan sang istri dipanggil menuju haribaan Nya. Pilu dirasa oleh Ridwan namun apa daya karena sang Pemilik hakiki telah mengambilnya. Derai air mata seolah menggambarkan betapa pilu hati Ridwan juga teman-teman seperjuangannya.

Bagaimana tidak pernikahan yang baru seumur jagung ibaratnya kini telah usai oleh takdir.

Jika diingat seperti apa sang istri lebih memilih mengabdi dengan keadaan yang jauh dari pada ia bekerja dulu membuat kita menyadari betapa Allah selalu menjadi prioritas dalam segala urusan.

Sungguh kematian yang jelita. Sungguh iri mendengar kisahnya. Kematian indah di jalan dakwah. Seolah alur sudah dirancang, seolah merasa bahwa kematian sangat dekat hingga dunia yang begitu memesona ditinggalkan untuk mengusung sebuah amanah yang belum tentu kebanyakan orang mau menjalani.

Tapi… istri Ridwan dengan sepenuh hati menerima lantara baginya wal akhiratu khairullaka minal β€˜ula dan akhirat lebih utama dari dunia.

Masya Allah….

πŸŒΏπŸŒΊπŸ‚πŸ€πŸŒΌπŸ„πŸŒ·πŸ


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial

πŸ“±Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

πŸ’° Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here