Dari Seorang Nabi Palsu, Menjadi Seorang Pejuang Tauhid

0
47

Pemateri: Ust. Agung Waspodo, SE, MPP

Pertempuran Buzakha – September 632

Pertempuran pada bulan Jumadits Tsani 11 Hijriah (September 632) ini mempertemukan Khalid ibn al-Walid (ra) Thulayha ibn Khuwailid ibn Nawfal al-Asadi.

Latar Belakang

Thulayha adalah seorang kepala suku Arab dari Banu Asad ibn Khuzaymah yang kaya raya dan terkenal, namun ia menolak bahkan memerangi Nabi Muhammad (saw) ketika menyampaikan da’wahnya. Pada tahun 625, yaitu 2 tahun setelah hijrah, ia dikalahkan dalam Pertempuran Qatan yang merupakan serangan mendadak oleh kaum Muslimin dipimpin Abu Salamah (ra) ketika Banu Asad sedang bersiap untuk mengepung kota Madinah.

Kekalahan itu tidak membuatnya jera, bahkan ia turut bergabung dengan suku Quraysh lainnya bersama suku Yahudi dalam mengepung kita Madinah dalam Pertempuran Khandaq/al-Ahzab pada tahun 627.

Pada tahun 630, ia masuk Islam langsung dihadapan Nabi Muhammad (saw) tidak lama setelah Makkah dibebaskan dari kejahiliahan. Namun, setahun setelah itu ia memberontak dengan mengklaim dirinya juga mendapat wahyu sebagai nabi. Thulayha menjadi orang ketiga yang mengklaim kenabian diantara bangsa Arab. Pengakuan dari berbagai suku Arab lainnya membuat Thulayha lupa diri dan ambisius untuk membentuk konfedetasi suku Arab melawan kaum Muslimin.

Kekuatan yang Bertarung

Pada bulan Juli 632, khalifah Abu Bakr (ra) memobilisir pasukan untuk memerangi suku-suku Arab yang memberontak. Balatentara ini dibagi 3 dengan komandannya masing-masing diserahkan kepada ‘Ali ibn Abi Thalib (ra), Talhah ibn ‘Ubaidillah (ra), dan az-Zubayr ibn al-Awwam (ra). Balatentara kaum Muslimin ini menyerang konfederasi pimpinan pengaku nabi Thulayha di Pertempuran Dzu al-Qassa yang juga merupakan pendadakan (pre-emptive strike) pada pusat penggalangan kekuatan lawannya. Kekalahan tertimpa pada pihak Thulayha dan memaksa mereka mundur ke ke Dzu al-Hassa.

Kini Abu Bakr (ra) menugaskan Khalid ibn al-Walid (ra) untuk menghancurkan sisa kekuatan Thulyha, kedua kekuatan ini berjumpa di sebuah tempat yg bernama Buzakha. Khalid (ra) berkekuatan 6.000 personil sedangkan Thulayha memiliki 15.000 personil yang loyal kepadanya.

Pertempuran

Khalid (ra) menantang duel Thulayha sebelum pertempuran. Ia menyambut ajakan duel tersebut namun cidera hingga lari berlindunh di belakang pasukannya. Pertempuran ini berlangsung sengit, dalam jarak dekat, serta bertubi-tubi dimana kemenangan terlihat akan jatuh kepada pihak yang paling kokoh. Hampir tidak ada manuver-manuver taktis yang menjadi ciri khas Khalid (ra) dikemudian hari terlihat pada pertempuran ini. Keahlian tanding pasukan Muslimin secara individual sangat menonjol pada pertempuran ini. Dengan perbandingan 1:2 pasukan Muslimin yang lebih sedikit berhasil kemudian mendapatkan kemenangan.

Setelah kekalahan telak yang menimpa suku-suku pendukung Thulayha, banyak yang kemudian insyaf dan masuk Islam kembali. Namun Thulayha berhasil lolos kembali dan bersembunyi di Syam. Setelah Syam pula berhasil ditaklukkan kaum Muslimin barulah Thulayha menerima Islam secara menyeluruh.

Setelah itu, Khalid (ra) diperintahkan langsung bergerak menuju pusat kekuatan tokoh pemberontak lainnya yang bernama Sajah dan mengalahkannya di Pertempuran Zafar pada bulan berikutnya.

Kesudahan & Kisah Thulayha di Kemudian Hari

Thulayha meminta ampunan kepada khalifah Abu Bakr (ra) dan ia beserta sukunya mendapatkan ampunan tersebut. Namun mereka dilarang Abu Bakr (ra) untuk turut serta berperang bersama kaum Muslimin yang tidak oernah murtad maupun memberontak.

Tahun 634, pada masa kekhilafahan ‘Umar ibn al-Khaththab (ra) barulah Thulayha dan sukunya mendapatkan kesempatan untuk menebis masa lalunya yang kelam. Mereka dikerahkan oleh ‘Umar (ra) untuk berperang di front Irak melawan balatentara Sassania Persia. Pertama kalinya ia berperang pada pihak kaum Muslimin adalah pada Pertempuran Jalula.

Thulayha menuliskan sejarah gemilang pada Pertempuran Qadhisiyya sebagaimana yang tertulis pada kitab Tarikh al-Umam wal-Muluk karya Imam Thabari. Thulayha dan suku Bani Asad menjadi penentu bertahannya pasukan kaum Muslimin di hari pertama dalam pertempuran al-Qadhisiyya yang dikenal sebagai Yaum-ul-Armats (يوم أرماث) atau hari kekacauan  (“The Day of Disorder”). Ia tercatat dalam serbuan seorang diri ke barisan lawan pada malam hari serta berhasil membawa tawanan perang. Ia juga tercatat pernah menerobos hingga ke barisan tenda di lini belakang Sassania serta berhasil merubuhkan tenda-tenda lawan, membunuh 2 pasukan elit Sassania, merampas 2 kuda perang berbaju zirah yang ia bawa kembali ke barisan kaum Muslimin, berikut menyerahkan 1 tawanan kepada panglima Sa’ad ibn Abi Waqqasy (ra).

Thulayha mendapatkan syahidnya di Pertempuran Nihavand dengan mengorbankan jiwa raganya guna memancing balatentara Sassania Persia ke dalam jebakan kaum Muslimin sehingga membawa pada kemenangan yang menjadi titik nadir dan kekalahan total dinasti Sassania.

Agung Waspodo, mencatat sebuah epos kehidupan seorang Thulayha yang berawal sebagai musuh Nabi (saw) namun mengakhirinya sebagai pejuang di jalan Allah Ta’ala. Semoga ia diampuni atas dosanya terdahulu dan diterima sebagai mujahid yang ikhlas.. 1.383 tahun kemudian.

Depok, 2 September.. masuk waktu subuh.


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here