cropped-logo-manis-1.png

Jangan Iri Dengan Nikmat Orang Lain

📝 Pemateri: Ustadz Faisal Kunhi M.A

🍃🍃🌺🍃🌺🍃🍃

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا ۖ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ ۚ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa: 32)

Penjelasan:

Imam Ahmad meriwayatkan: Sufyan menuturkan kepada kami dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid, ia berkata, Ummu Salamah berkata, “Wahai Rasulullullah kaum laki-laki berperang tetapi kami tidak, kami juga hanya mendapatkan setengah warisan laki-laki.” Maka Allah berfirman, “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.” Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Abi Umar.

As-Su’udi berkata, tentang firman Allah QS An-Nisa ayat 34, “Kaum laki-laki berkata, kami ingin pahala dua kali lipat sebagaimana kami mendapatkan dua bagian warisan. Kaum wanita berkata, kami ingin pahala yang sama dengan laki-laki yang syahid, kami tidak mampu berperang. Allah menolak semua itu dan Dia berfirman kepada mereka, ‘Mintalah karunia-Ku dan bukan kesenangan dunia.'”

Jangan pernah iri terhadap karunia yang Allah berikan kepada seseorang karena itu sama engkau menuduh Allah tidak adil, dan karena engkau juga tidak tahu nikmat apa yang Allah ambil darinya, karena hidup ini tidak pernah sempurna selalu saja ada ujian di balik nikmat yang Allah berikan.

Jangan iri terhadap orang yang hidupnya terlihat enak, itu semua karena dia pandai menutupi kesulitan yang dihadapi dan ia hiasi lisannya dengan banyak bersukur serta sedikit mengeluh.

Buya Hamka menjelaskan dalam tafsir Al Azhar, “Berangan-angan menyebabkan jiwa lebih banyak berkhayal dari pada bekerja, lebih banyak mengeluh melihat kelebihan orang lain sehingga dirinya sendiri menjadi rendah. Padahal kalau dicarinya niscaya dia akan bertemu di dalam dirinya itu suatu kelebihan yang diberikan pula oleh Allah. Manusia tak ubahnya dengan batu permata mahal yang disimpan Allah, terpendam di dalam bumi, baru akan nyata cahayanya jika telah digosok dengan baik.”

Ali bin Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.” Ia berkata, Laki-laki jangan berharap dan berkata, ‘Seandainya aku memiliki harta si fulan dan keluarganya,’ Allah melarang hal itu, akan tetapi hendaknya dia meminta karunia-Nya.”

Tidak semua iri dilarang, ada iri yang dibenarkan, berikut penjelasan Rasulullah.

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

“Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Para ulama membagi hasad menjadi dua macam, yaitu hasad hakiki dan hasad majazi. Hasad hakiki adalah seseorang berharap nikmat orang lain hilang. Hasad seperti ini diharamkan berdasarkan kata sepakat para ulama (baca: ijma’) dan adanya dalil tegas yang menjelaskan hal ini. Adapun hasad majazi, yang dimaksudkan adalah ghibthoh. Ghibthoh adalah berangan-angan agar mendapatkan nikmat seperti yang ada pada orang lain tanpa mengharapkan nikmat tersebut hilang.

Jika ghibthoh ini dalam hal dunia, maka itu dibolehkan.

Jika ghibthoh ini dalam hal ketaatan, maka itu dianjurkan. Sedangkan maksud dari hadits di atas adalah tidak ada ghibtoh (hasad yang disukai) kecuali pada dua hal atau yang semakna dengan itu.

Kemudian Allah berfirman, “(Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan.” Yakni masing-masing memperoleh balasan sesuai dengan apa yang ia lakukannya, bila amalannya baik maka balasannya baik dan sebaliknya. Ini adalah pendapat Ibnu Jarir. Ada yang berkata maksud ayat ini ialah masalah warisan, yakni setiap orang mewarisi sesuai dengan keadaannya.

Di dalam ayat ini juga Allah melarang wanita untuk berangan-angan menjadi laki-laki agar ia bisa bekerja di luar untuk mencari nafkah dan meninggalkan perannya sebagai ibu dan sekolah pertama bagi anak -anaknya. Atau laki-laki berangan-angan ingin menjadi wanita, karena dia melihat begitu enaknya wanita tidak keluar rumah, padahal kalau dia merenung begitu banyak tugas yang dilakukan istrinya; dari mengurus anak, memasak, mencuci pakaian dan lain-lain. Andai itu dibebankan kepada suami maka pastilah mereka tidak akan sanggup, demikian yang penulis simpulkan dari pernyataan Buya Hamka dalam tafsirnya.

Kemudian Allah membimbing mereka dan Ia berfirman, “Dan mohonlah kepada Allah Sebagian dari karunia-Nya,” Janganlah kalian berharap karunia yang Allah berikan kepada sebagian orang dari kalian karena itu sudah digariskan oleh-Nya dan mengharapkannya tidak berpengaruh apapun, akan tetapi mintalah kepada-Ku dari karunia-Ku, maka Aku akan memberi kalian, karena sesungguhnya Aku Maha Pemurah lagi Maha Memberi.

Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Mintalah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya, karena Allah senang bila diminta dan sesungguhnya ibadah yang paling afdal adalah menunggu diberinya jalan keluar.” (HR. Tirmidzi).

Kemudian Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu,” yakni Allah mengetahui siapa yang berhak mendapatkan dunia lalu Dia memberikan kepadanya dan siapa yang berhak faqir, lalu Dia membuatnya menjadi orang faqir. Mengetahui siapa yang berhak mendapatkan akhirat dan ia mendapatkan balasannya karena amal perbuatannya dan siapa yang tidak berhak mendapatkan balasan sehingga Dia tidak membantunya melakukan kebaikan dan sebab+sebab kebaikan.

Disebutkan dalam tafsir Al-Lubab bahwa surah annisa ayat 32 ini berpesan agar tidak berangan-angan dan berkeinginan yang dapat mengantar kepada pelanggaran ketentuan Allah dan menghasilkan ketamakan, iri hati dan dengki terhadap yang dikaruniakan Allah kepada orang lain termasuk dalam hal warisan atau kewajiban. Allah menganugerahkan kepada seseorang yang terbaik untuknya guna melakukan fungsi dan misinya di dalam hidup. Setiap orang lelaki dan perempuan memperoleh bagian dari apa yang mereka usahakan sesuai dengan ketetapan Allah dan usahanya, karena itu ayat ini memerintahkan untuk memohon karunia-Nya.

Adapun Pelajaran yang bisa dipetik dari ayat ini adalah, “Angan-angan yang bukan pada tempatnya yang mustahil diraih tidak dibenarkan Allah. Allah menghendaki setiap orang realistis, tetapi angan-angan yang dapat mendorong kepada terciptanya kreasi-kreasi baru dan yang lahir setelah melihat keistimewaan orang lain agar dapat dicontoh bahkan melebihinya, maka itu dapat dibenarkan,” demikian jelas Muhammad Quraish Shihab.

Prof. Dr. Umar bin Abdullah Muqbil berkata, “Jika Allah melarang hamba-Nya yang beriman dari perkara yang keinginan mereka berkaitan dengan hak Allah, Dia akan membukakan bagi mereka pintu-pintu lain yang lebih bermanfaat bagi mereka dan lebih, dan inilah bagian dari kasih sayang Allah.”

Prof. Dr. Wahbah Zuhaili berkata, “Di dalam ayat ini Allah melarang kita berangan-angan atas apa yang Allah karuniakan kepada laki-laki dan wanita, tetapi yang wajib bagi setiap kita yaitu beramal, bersungguh-sungguh dalam bekerja, kemudian ia memperbaiki niatnya dan beramal sesuai dengan perannya masing-masing, karena pembagian itu semua berdasarkan ilmu Allah dan pasti sarat akan hikmah.”

Demikian tadabbur singkat ini, semoga kita menjadi pribadi yang selalu sibuk melihat nikmat yang Allah berikan kepada kita dan tidak lupa untuk mensyukurinya, sebab jika manusia selalu melihat orang lain pasti dia akan banyak mengeluh dan lupa bersyukur.

🍃🍃🌺🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *