Panduan Shaum Ramadhan (9)

0
41
Oleh: Farid Nu’man Hasan, SS.

📚 *Hal-hal yang diperbolehkan  ketika puasa*

Pada dasarnya, hal-hal yang diperbolehkan bagi orang berpuasa lebih banyak dibanding perbuatan yang dilarang (baik makruh atau haram).  Selain secara dalil juga lebih kuat dan banyak. Sedangkan alasan pemakruhan biasanya karena alasan pencegahan (dzari’ah) dan jika perbuatan itu melampaui batas. 

📚 *Berendam di Air atau Mandi* 

Abu Bakar berkata, telah ada yang bercerita kepadaku seseorang:

لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعَرْجِ يَصُبُّ الْمَاءَ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ الْعَطَشِ أَوْ مِنْ الْحَر

“Aku telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengguyurkan air ke kepalanya, lantaran rasa haus dan panas.” (HR. Malik, Al Muwaththa, No. 561, riwayat Yahya Al Laits. Ahmad No. 16602. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Ta’liq Musnad Ahmad No. 16602) 

Disebutkan dalam Imam Abu Sulaiman  Walid Al Baji Rahimahullah mengatakan: 

وَقَدْ بَلَغَ بِهِ شِدَّةُ الْعَطَشِ أَوْ الْحَرِّ أَنْ صَبَّ الْمَاءَ عَلَى رَأْسِهِ لِيَتَقَوَّى بِذَلِكَ عَلَى صَوْمِهِ وَلِيُخَفِّفْ عَنْ نَفْسِهِ بَعْضَ أَلَمِ الْحَرِّ أَوْ الْعَطَشِ وَهَذَا أَصْلٌ فِي اسْتِعْمَالِ مَا يَتَقَوَّى بِهِ الصَّائِمُ عَلَى صَوْمِهِ مِمَّا لَا يَقَعُ بِهِ الْفِطْرُ مِنْ التَّبَرُّدِ بِالْمَاءِ وَالْمَضْمَضَةِ بِهِ ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ يُعِينُهُ عَلَى الصَّوْمِ وَلَا يَقَعُ بِهِ الْفِطْرُ ؛ لِأَنَّهُ يَمْلِكُ مَا فِي فَمِهِ مِنْ الْمَاءِ وَيَصْرِفُهُ عَلَى اخْتِيَارِهِ وَيُكْرَهُ لَهُ الِانْغِمَاسُ فِي الْمَاءِ لِئَلَّا يَغْلِبَهُ الْمَاءُ مَعَ ضِيقِ نَفَسِهِ فَيَفْسُدَ صَوْمُهُ فَإِنْ فَعَلَ فَسَلِمَ فَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ .

“Beliau  mengalami  haus  atau panas yang sangat, sehingga beliau mengguyurkan air ke kepalanya untuk menguatkan puasanya, dan meringankan sebagian rasa sakit yang dialami dirinya lantaran panas atau haus. Ini adalah hukum dasar dalam memakai apa saja yang bisa menguatkan orang berpuasa, yakni tidaklah membatalkan puasa, baik berupa menyejukkan diri dengan air dan berkumur-kumur dengannya. Karena hal itu bisa membantunya dalam puasa dan tidaklah membatalkan puasanya, karena dia mampu menjaga mulutnya dari air dan bisa mengatur air. Dan dimakruhkan berendam dalam air karena air telah menguasai (menutupi) dirinya dan membuatnya disempitkan dnegan air tersebut, sehingga  puasanya bisa dirusak olehnya. Tetapi jika dia melakukan itu, dan selamat dari hal itu, maka tidak apa-apa.”  (Al Muntaqa Syarh Al Muwaththa’ , Juz. 2, Hal. 172, Mawqi’ Al Islam) 

Tentang hadits di atas,  berkata Imam Asy Syaukani Rahimahullah:

فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ يَجُوزُ لِلصَّائِمِ أَنْ يَكْسِرَ الْحَرَّ بِصَبِّ الْمَاءِ عَلَى بَعْضِ بَدَنِهِ أَوْ كُلِّهِ ، وَقَدْ ذَهَبَ إلَى ذَلِكَ الْجُمْهُورُ ، وَلَمْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ الْأَغْسَالِ الْوَاجِبَةِ وَالْمَسْنُونَةِ وَالْمُبَاحَةِ .
وَقَالَتْ الْحَنَفِيَّةُ : إنَّهُ يُكْرَهُ الِاغْتِسَالُ لِلصَّائِمِ ، وَاسْتَدَلُّوا بِمَا أَخْرَجَهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَنْ عَلِيٍّ مِنْ النَّهْيِ عَنْ دُخُولِ الصَّائِمِ الْحَمَّامَ  

“Dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya bagi orang puasa mengurangi rasa panas dengan mengguyurkan air ke sebagian badannya atau seluruhnya (seperti mandi, pen), demikianlah madzhab jumhur (mayoritas ulama), dan mereka tidak membedakan antara mandi wajib, sunah, dan mubah (semuanya hukumnya sama).

Kalangan Hanafiyah berkata: Sesungguhnya mandi adalah makruh bagi orang berpuasa, mereka beralasan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq, dari Ali, berupa larangan bagi orang puasa untuk memasuki kamar mandi.  (Nailul Authar, 4/585. Lihat Aunul Mabud, 6/352)

Tetapi riwayat larangan tersebut adalah dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafizh Ibnu Hajar. (Ibid) 

📚 *Memakai celak (Iktihal) atau meneteskan obat ke mata* 

Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

الاكتحال: والقطرة ونحوهما مما يدخل العين، سواء أوجد طعمه في حلقه أم لم يجده، لان العين ليست بمنفذ إلى الجوف. وعن أنس: ” أنه كان يكتحل وهو صائم “. وإلى هذا ذهبت الشافعية، وحكاه ابن المنذر، عن عطاء، والحسن، والنخعي، والاوزاعي، وأبي حنيفة، وأبي ثور. وروي عن ابن عمر، وأنس وابن أبي

أوفى من الصحابة. وهو مذهب داود. ولم يصح في هذا الباب شئ عن النبي صلى الله عليه وسلم، كما قال الترمذي. 

“Bercelak dan meneteskan obat atau lain-lain ke dalam mata, semuanya adalah sama. Walau pun terasa dalam keronkongan atau tidak, karena mata bukanlah bukanlah jalan menuju rongga perut.  Dari Anas: “Bahwa beliau bercelak padahal sedang berpuasa. Inilah madzhab Syafiiyyah, dan menurut cerita Ibnul Mundzir, ini juga pendapat Atha, Al Hasan, An Nakhai, Al Auzai, Abu Hanifah dan Abu Tsaur. Diriwayatkan pula dari Ibnu Umar, Anas, dan Ibnu Abi Aufa dari golongan sahabat. Ini juga madzhab Daud, dalam masalah ini tak ada satu pun yang shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam (yang menunjukkan larangan, pen) sebagaimana yang dikatakan oleh Imam At Tirmidzi.  (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Juz. 1, Hal. 460)

📚 *Hijamah (Berbekam) selama tidak melemahkan*

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ وَاحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ 
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berbekam dan beliau sedang ihram, dan pernah berbekam padahal sedang berpuasa.”  (HR. Bukhari No. 1938) 

Dari Tsabit Al Bunani: 

سُئِلَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لَا إِلَّا مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ 

“Anas bin Malik ditanya: “Apakah Anda memakruhkan berbekam bagi orang puasa?” beliau menjawab: “Tidak, selama tidak membuat lemah.” (HR. Bukhari No. 1940) 

Imam Ibnu Hajar Rahimahullah berkata:

قَالَ اِبْن عَبْد الْبَرّ وَغَيْره : فِيهِ دَلِيل عَلَى أَنَّ حَدِيث ” أَفْطَرَ الْحَاجِم وَالْمَحْجُوم ” مَنْسُوخ لِأَنَّهُ جَاءَ فِي بَعْض طُرُقه أَنَّ ذَلِكَ كَانَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاع

“Berkata Ibnu Abdil Bar dan lainnya: “Hadits ini merupakan dalil, bahwa hadits yang berbunyi “Orang yang membekam dan yang dibekam, hendaknya berbuka, telah mansukh (dihapus) karena telah ada beberapa riwayat lain bahwa hal itu (berbekam ketika ihram) terjadi pada haji wada (perpisahan). (Fathul Bari, 4/178. Darul Marifah) 

Dari keterangan ini maka jelaslah kebolehkan berbekam, kecuali jika melemahkan, maka ia makruh sebagaimana yang dikatakan Anas bin Malik Radhiallahu Anhu. Hal ini sama dengan orang yang mendonorkan darahnya, tidak apa-apa jika tidak melemahkannya. Inilah pendapat yang lebih kuat dalam hal ini. Wallahu A’lam 

📚 *Kumur-kumur dan Menghirup air ke rongga hidung (istinsyaq) tanpa berlebihan*

Dari Laqith bin Shabrah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَسْبِغْ الْوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الْأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا 

“Bersungguh-sungguhlah berwudhu’ dan gosok-gosoklah antara jari jemari kalian, dan bersungguhlah dalam menghirup air, kecuali jika kalian puasa.” (HR. Abu Daud No. 2366, At Tirmidzi No. 788, katanya: hasan shahih) 

Hadits ini menunjukkan bolehnya menghirup air ke rongga hidung, namun makruh jika berlebihan, oleh karena itu Imam At Tirmidzi memberi judul Bab Ma Jaa Fi Karahiyah Mubalaghah  Al Istinsyaq Li Shaim (Apa-apa saja yang dimakruhkan, berupa menghirup air bagi orang berpuasa secara berlebihan/mubalaghah).

Apakah batasan berlebihan? Berkata Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri ketika mengomentari hadits di atas:

فَلَا تُبَالِغْ لِئَلَّا يَصِلَ إِلَى بَاطِنِهِ فَيُبْطِلَ الصَّوْمَ .

“Maka janganlah berlebihan, yakni hingga sampainya (air) ke rongga perutnya, sehingga batal-lah puasa.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 3/418. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah) 

Diriwayatkan dari Umar Radhilallahu ‘Anhu:

عنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ هَشَشْتُ يَوْمًا فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ صَنَعْتُ الْيَوْمَ أَمْرًا عَظِيمًا فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتَ بِمَاءٍ وَأَنْتَ صَائِمٌ قُلْتُ لَا بَأْسَ بِذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفِيمَ

Suatu hari bangkitlah syahwat saya, lalu saya mencium isteri, saat itu saya sedang puasa. Maka saya datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, saya berkata: Hari ini, Aku telah melakukan hal yang besar, aku mencium isteri padahal sedang puasa. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: Apa pendapatmu jika kamu bekumur-kumur dengan air dan kamu sedang berpuasa?, Saya (Umar) menjawab: Tidak mengapa. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: Lalu, kenapa masih ditanya? (HR. Ahmad No. 138. Syaikh Syuaib Al Arnauth mengatakan: shahih, sesuai syarat Muslim. Lihat Taliq Musnad Ahmad No. 138)

Hadits ini menunjukkan bahwa berkumur-kumur tidaklah mengapa, dan disamakan dengan mencium isteri, selama tidak sampai berlebihan.

🔹Bersambung🔸

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here