✏Ustadzah Nurdiana
Assalamuallaikum.
___________________
Pertanyaan nya,
Apa hak-hak suami thd penghasilan/pendapatan/istri yg bekerja/usaha dg dukungan/disuruh dan di ridhoi swami nya? 🅰0⃣8⃣.
___________________
Jawaban nya,
Wa alaikum salam wr wb.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَآأَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum lelaki itu adalah pemimpin kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (kaum lelaki) atas sebagian yang lain (kaum wanita), dan karena mereka (kaum lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. [an Nisaa`/4 : 34].
Menurut Ibnul Qayyim rahimahullah, sudah menjadi Ijma’ ulama, ayah (suami)lah yang menafkahi anak-anak, tanpa dibarengi oleh ibu (isteri)LAZIMNYA suami bertanggung jawab mencari nafkah dan memiliki kesiapan untuk memberikan nafkah kepada istrinya. Tidak sekadar menerima nafkah dari suami, istri juga harus siap mengelola keuangan keluarga secara keseluruhan. Namun, bagaimana jika suami tidak bekerja dan berpenghasilan sedangkan istri memiliki penghasilan? Apakah harta itu menjadi milik suami juga?
Islam membebankan pemberian nafkah keluarga ada di pundak para suami bukan para istri. Oleh karena itu, dituntut kepada para suami untuk keluar rumah mencari karunia Allah demi memenuhi kewajiban tersebut. Adapun besar pemberian nafkah tidaklah ditentukan besarnya akan tetapi disesuaikan dengan kadar kemampuan mereka.
Itu sudah sangat jelas disebutkan Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah: 233, “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” Dan Surat Ath Thalaq: 6, “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.”
Abu Dawud meriwayatkan dari Mu`awiyah Al-Qusyairi dari ayahnya, ia berkata; aku katakan; wahai Rasulullah, apakah hak istri salah seorang diantara kami atasnya? Beliau berkata: “Engkau memberinya makan apabila engkau makan, memberinya pakaian apabila engkau berpakaian.”
Adapun terhadap para istri dikarenakan tidak ada kewajiban padanya untuk memberikan nafkah kepada keluarganya maka tidak ada kewajiban baginya untuk bekerja mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Nah, bagaimana jika istri bekerja dan mendapatkan uang? Apakah uang istri sama dengan uang suami?
Pada hakekatnya, uang suami adalah uang istri juga, dan uang istri adalah uang suami juga. Itu jika kita menghayati nilai-nilai pernikahan. Namun, dalam sisi hukum, memang ada kategorinya masing-masing. Yakni, uang suami adalah uang yang dia hasilkan sendiri, dan demikian istri.
Jadi, memang, secara hukum pun seorang suami, atau istri, tidak ada kaidah untuk meminta izin saat mau membelanjakan uangnya.
Namun, dalam pernikahan—dan kehidupan manusia pada umumnya—ada kaidah moral yang juga mesti diperhatikan.
Misalnya, ketika suami merasa tidak sreg dengan belanja istri yang tanpa izinnya, maka secara moral, istri harus izin dahulu kepadanya, supaya tidak terjadi kesalahpahaman.
Demikian pula sebaliknya. Pernikahan adalah persatuan, maka satukanlah jiwa suami dengan suami istri. Jangan sampai pernikahan terganggu hanya karena hal yang sebenarnya sepele.
Disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, bahwa Hindun binti Utbah mengadukan perihal suaminya (Abu Sufyan) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seseorang yang pelit. Dia tidak memberikan harta yang cukup untuk kebutuhanku dan anak-anakku, kecuali jika aku mengambilnya tanpa sepengetahuannya.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan, “Ambillah hartanya, yang cukup untuk memenuhi kebutuhanmu dan anak-anakmu, sewajarnya.”Ayat dan hadis di atas memberikan konsekuensi sebaliknya; wanita tidak berkewajiban memberikan hartanya kepada suaminya, karena harta istri berhak untuk dimiliki oleh istri, tanpa harus memberikan sebagian dari hartanya tersebut kepada suaminya. Dengan demikian, wanita berhak mengeluarkan hartanya untuk kepentingannya atau untuk sedekah, tanpa harus meminta izin kepada suaminya.
Di antara dalilnya adalah hadis dari Jabir bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berceramah di hadapan jamaah wanita, “Wahai para wanita, perbanyaklah sedekah, karena saya melihat kalian merupakan mayoritas penghuni neraka.” Kemudian, para wanita itu pun berlomba-lomba menyedekahkan perhiasan mereka, dan mereka melemparkannya di pakaian Bilal. (H.R. Muslim)
Kesimpulannya: Suami secara fiqih tidak punya hak atas harta istri dan bila istri mengeluarkan harta tuk anak atau suami maka hitungannya SEDEKAH, tapi dalam berumah tangga jalinlah hubungan yang harmonis tidak hanya dari pendekatan fiqih tapi bagaimana menghargai dan menghormati suami sebagai bagian kesempurnaan ibadah. Wa Allahu a’lam.
Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com
disingkat oleh WhatsApp]