RIYADHUS SHALIHIN (42)


​Bab Sabar – Bersabar Dari Orang Jahil​

​Hadits:​

وعن ابْنِ عباسٍ رضي الله عنهما ، قَالَ :
قَدِمَ عُيَيْنَةُ بْنُ حِصْنٍ ، فَنَزَلَ عَلَى ابْنِ أخِيهِ الحُرِّ بنِ قَيسٍ ، وَكَانَ مِنَ النَّفَرِ الَّذِينَ يُدْنِيهِمْ عُمرُ – رضي الله عنه – ، وَكَانَ القُرَّاءُ أصْحَابَ مَجْلِس عُمَرَ – رضي الله عنه – وَمُشاوَرَتِهِ كُهُولاً كانُوا أَوْ شُبَّاناً ،
فَقَالَ عُيَيْنَةُ لابْنِ أخيهِ : يَا ابْنَ أخِي ، لَكَ وَجْهٌ عِنْدَ هَذَا الأمِيرِ فَاسْتَأذِنْ لِي عَلَيهِ ، فاسْتَأذَن فَأذِنَ لَهُ عُمَرُ .

فَلَمَّا دَخَلَ قَالَ : هِي يَا ابنَ الخَطَّابِ ، فَواللهِ مَا تُعْطِينَا الْجَزْلَ وَلا تَحْكُمُ فِينَا بالعَدْلِ . فَغَضِبَ عُمَرُ – رضي الله عنه – حَتَّى هَمَّ أنْ يُوقِعَ بِهِ .
فَقَالَ لَهُ الحُرُّ : يَا أميرَ المُؤْمِنينَ ، إنَّ الله تَعَالَى قَالَ لِنَبيِّهِ – صلى الله عليه وسلم – : خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ [ الأعراف : 198]

وَإنَّ هَذَا مِنَ الجَاهِلِينَ ، واللهِ مَا جَاوَزَهاَ عُمَرُ حِينَ تَلاَهَا ، وكَانَ وَقَّافاً عِنْدَ كِتَابِ اللهِ تَعَالَى . رواه البخاري .

​Artinya:​

​Dari ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, berkata : ‘Uyainah bin Hishn datang ke Madinah, kemudian singgah – sebagai tamu – pada anak keponakannya yaitu Alhur bin Qais.​

​Alhur ‘Adalah salah seorang dari sekian banyak orang-orang yang didekat-kan oleh Umar r.a. – yakni dianggap sebagai orang dekat dan sering diajak bermusyawarah oleh Umar, karena mereka para ahli/ ulama al-Quran – mereka menjadi sahabat-sahabat yang menetap di majlis Umar r.a. serta orang-orang yang diajak bermusyawarah olehnya, baik orang-orang tua maupun yang masih muda usianya.​

​’Uyainah berkata kepada keponakannya: “Hai anak saudaraku engkau mempunyai kedudukan – banyak diperhatikan – di sisi Amirul mu’minin ini. Cobalah meminta izin padanya supaya aku dapat menemuinya. Saudaranya itu memintakan izin untuk ‘Uyainah lalu Umar pun mengizinkannya.​

​Setelah ‘Uyainah masuk, lalu ia berkata: “Hati-hatilah, hai putera Alkhaththab – wahai Umar, demi Allah, tuan tidak memberikan banyak pemberian yang banyak – kelapangan hidup – pada kami dan tidak pula tuan memerintah di kalangan kami dengan keadilan.”​

​Umar r.a. marah sehingga hampir-hampir saja akan menjatuhkan hukuman padanya. Alhur kemudian berkata: “Ya Amirul mu’minin, sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman kepada NabiNya s.a.w. – yang artinya:​

​”Berilah maaf, perintahlah kebaikan dan berpalinglah – jangan menghiraukan – pada orang-orang yang bodoh.(al A’raf:198)”​

​Dan orang ini – yakni ‘Uyainah – adalah termasuk golongan orang-orang yang bodoh.​

​Demi Allah, Umar tidak pernah melanggar kitab Allah SWT – di waktu Alhur membacakan itu. Umar adalah seorang yang sangat mematuhi Kitabullah Ta’ala.​

​(Riwayat Bukhari)​

☆☆☆☆☆

Ustadz Arwani akan membahas detail dalam kajian AUDIO di bawah ini.

Selamat menyimak.

DOWNLOAD MP3 KAJIAN KITAB DISINI

RIYADHUS SHALIHIN (41)


​Bab Sabar – Bersih Dosa!​

​Hadits:​

وعن أبي هريرة – رضي الله عنه – ، قَالَ : قَالَ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم – :

مَا يَزَالُ البَلاَءُ بالمُؤمِنِ وَالمُؤْمِنَةِ في نفسِهِ ووَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى الله تَعَالَى وَمَا عَلَيهِ خَطِيئَةٌ

رواه الترمذي ، وَقالَ : حديث حسن صحيح .

​Artinya:​

​Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah SAW bersabda:​

​”Tidak henti-hentinya musibah (bala’) pada mengenai seorang mu’min, lelaki atau perempuan, baik kepada dirinya sendiri, anaknya atau pun hartanya, sehingga ia menemui Allah Ta’ala dalam keadaan di atasnya tidak ada lagi sesuatu dosa pun.”​

Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan shahih.

☆☆☆☆☆

Ustadz Arwani akan membahas detail dalam kajian AUDIO di bawah ini.

Selamat menyimak.

DOWNLOAD MP3 KAJIAN KITAB DISINI

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Dipersembahkan oleh: manis.id

📲Sebarkan! Raih pahala
====================
Ikuti Kami di:
📱 Telegram: @majelismanis
🖥 Fans Page: @majelismanis
📮 Twitter: @majelismanis
📸 Instagram: @majelismanis
🕹 Play Store
📱 Join Grup WA

RIYADHUS SHALIHIN (39)​


Bab Sabar – Meminang Bidadari

Hadits:

وعن معاذِ بنِ أَنسٍ – رضي الله عنه – : أنَّ النَّبيَّ – صلى الله عليه وسلم – ،
قَالَ : مَنْ كَظَمَ غَيظاً ، وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أنْ يُنْفِذَهُ ، دَعَاهُ اللهُ سُبحَانَهُ وَتَعَالى عَلَى رُؤُوسِ الخَلائِقِ يَومَ القِيامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الحُورِ العِينِ مَا شَاءَ

رواه أَبو داود والترمذي ، وَقالَ: حديث حسن

Artinya:
Dari Mu’az bin Anas r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: “Barangsiapa yang menahan marahnya padahal ia kuasa untuk melampiskannya – melaksanakannya – maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memanggil nya di hadapan para makhluk di hari kiamat, sehingga disuruh orang itu memilih bidadari-bidadari yang dia kehendaki dengan sesuka hatinya.”

Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan.

☆☆☆☆☆

Ustadz Arwani akan membahas detail dalam kajian AUDIO di bawah ini.

Selamat menyimak.

DOWNLOAD MP3 KAJIAN KITAB DISINI

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Dipersembahkan oleh: manis.id

📲Sebarkan! Raih pahala
====================
Ikuti Kami di:
📱 Telegram: @majelismanis
🖥 Fans Page: @majelismanis
📮 Twitter: @majelismanis
📸 Instagram: @majelismanis
🕹 Play Store
📱 Join Grup WA

RIYADHUS SHALIHIN (38)​


​Bab Sabar – Obat Marah​

Hadits:

وعن سُلَيْمَانَ بن صُرَدٍ – رضي الله عنه – ، قَالَ : كُنْتُ جالِساً مَعَ النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم – ، وَرَجُلانِ يَسْتَبَّانِ ، وَأَحَدُهُمَا قدِ احْمَرَّ وَجْهُهُ ، وانْتَفَخَتْ أوْدَاجُهُ ، فَقَالَ رَسُول اللهِ – صلى الله عليه وسلم – :

إنِّي لأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ ، لَوْ قَالَ : أعُوذ باللهِ منَ الشَّيطَانِ الرَّجِيمِ ، ذَهَبَ منْهُ مَا يَجِدُ .
فَقَالُوا لَهُ : إنَّ النَّبيَّ – صلى الله عليه وسلم – ، قَالَ : تَعَوّذْ باللهِ مِنَ الشَّيطَانِ الرَّجِيمِ مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .

Artinya:

Dari Sulaiman bin Shurad r.a., katanya:
“Saya duduk bersama Nabi s.a.w. dan di situ ada dua orang yang saling mencaci-maki antara seorang dengan kawannya.

Salah seorang dari keduanya itu telah merah padam mukanya dan membesarlah urat lehernya.

Maka Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Sesungguhnya aku mengetahui suatu kalimat yang apabila diucapkannya, tentulah hilang kemarahannya, yaitu andaikata ia mengucapkan: “A’udzu billahi minasy syaithanir rajim,” tentulah lenyap apa yang ditemuinya itu.

Orang-orang lalu berkata padanya – orang yang merah padam mukanya tadi:
“Sesungguhnya Nabi s.a.w. bersabda: “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.”

(Muttafaq ‘alaih)

☆☆☆☆☆

Ustadz Arwani akan membahas detail dalam kajian AUDIO di bawah ini.

Selamat menyimak.

DOWNLOAD MP3 KAJIAN KITAB DISINI

RIYADHUS SHALIHIN (37)​


📕 ​Bab Sabar – Inilah Orang Kuat​

​Hadits:​

وعن أبي هريرةَ – رضي الله عنه – أنّ رسولَ الله – صلى الله عليه وسلم – ،
قَالَ : لَيْسَ الشَّدِيدُ بالصُّرَعَةِ ، إنَّمَا الشَدِيدُ الَّذِي يَملكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .
وَالصُّرَعَةُ : بضَمِّ الصَّادِ وَفَتْحِ الرَّاءِ وأَصْلُهُ عِنْدَ العَرَبِ مَنْ يَصْرَعُ النَّاسَ كَثيراً .

​Artinya:​

Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Rasulullah SAW bersabda:

“Bukanlah orang yang keras – kuat – itu dengan banyaknya berkelahi, melainkan orang-orang yang keras – kuat – ialah orang yang dapat menguasai dirinya di waktu sedang marah” (Muttafaq ‘alaih)

Ashshura-ah dengan dhammahnya shad dan fathahnya ra’, menurut asalnya bagi bangsa Arab, artinya orang yang suka sekali menyerang atau membanting orang lain (sampai terkapar atau tidak sadarkan diri)

☆☆☆☆☆

Ustadz Arwani akan membahas detail dalam kajian ​AUDIO​ di bawah ini.

DOWNLOAD MP3 KAJIAN KITAB DISINI

Selamat menyimak.

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Dipersembahkan oleh: manis.id

📲Sebarkan! Raih pahala
====================
Ikuti Kami di:
📱 Telegram: @majelismanis
🖥 Fans Page: @majelismanis
📮 Twitter: @majelismanis
📸 Instagram: @majelismanis
🕹 Play Store
📱 Join Grup WA

RIYADHUS SHALIHIN (36)​


📕 ​Bab Sabar – Seni Bersabar & Menyabarkan​

​Hadits:​

وعن أنسٍ – رضي الله عنه – ، قَالَ : كَانَ ابنٌ لأبي طَلْحَةَ – رضي الله عنه – يَشتَكِي ، فَخَرَجَ أبُو طَلْحَةَ ، فَقُبِضَ الصَّبيُّ ، فَلَمَّا رَجَعَ أَبُو طَلْحَةَ ،
قَالَ : مَا فَعَلَ ابْنِي ؟ قَالَتْ أمُّ سُلَيم وَهِيَ أمُّ الصَّبيِّ : هُوَ أَسْكَنُ مَا كَانَ ، فَقَرَّبَتْ إليه العَشَاءَ فَتَعَشَّى ، ثُمَّ أَصَابَ منْهَا ، فَلَمَّا فَرَغَ ، قَالَتْ : وَارُوا الصَّبيَّ فَلَمَّا أَصْبحَ أَبُو طَلْحَةَ أَتَى رسولَ الله – صلى الله عليه وسلم – فَأخْبَرَهُ ،

فَقَالَ : أعَرَّسْتُمُ اللَّيلَةَ ؟
قَالَ : نَعَمْ ، قَالَ : اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمَا، فَوَلَدَتْ غُلاماً ، فَقَالَ لي أَبُو طَلْحَةَ : احْمِلْهُ حَتَّى تَأْتِيَ بِهِ النَّبيَّ – صلى الله عليه وسلم – ، وَبَعَثَ مَعَهُ بِتَمَراتٍ ،
فَقَالَ : أَمَعَهُ شَيءٌ ؟
قَالَ : نَعَمْ ، تَمَراتٌ ، فَأخَذَهَا النَّبيُّ – صلى الله عليه وسلم – فَمَضَغَهَا ، ثُمَّ أَخَذَهَا مِنْ فِيهِ فَجَعَلَهَا في فِيِّ الصَّبيِّ ، ثُمَّ حَنَّكَهُ وَسَمَّاهُ عَبدَ الله .
مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .

وفي رواية للبُخَارِيِّ :
قَالَ ابنُ عُيَيْنَةَ : فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصارِ : فَرَأيْتُ تِسعَةَ أوْلادٍ كُلُّهُمْ قَدْ قَرَؤُوا القُرْآنَ ، يَعْنِي : مِنْ أوْلادِ عَبدِ الله المَولُودِ .

وَفي رواية لمسلمٍ :
مَاتَ ابنٌ لأبي طَلْحَةَ مِنْ أمِّ سُلَيمٍ ، فَقَالَتْ لأَهْلِهَا : لاَ تُحَدِّثُوا أَبَا طَلْحَةَ بابْنِهِ حَتَّى أَكُونَ أَنَا أُحَدِّثُهُ، فَجَاءَ فَقَرَّبَتْ إِلَيْه عَشَاءً فَأَكَلَ وَشَرِبَ، ثُمَّ تَصَنَّعَتْ لَهُ أَحْسَنَ مَا كَانَتْ تَصَنَّعُ قَبْلَ ذلِكَ ، فَوَقَعَ بِهَا . فَلَمَّا أَنْ رَأَتْ أَنَّهُ قَدْ شَبِعَ وأَصَابَ مِنْهَا ، قَالَتْ : يَا أَبَا طَلْحَةَ ، أَرَأَيتَ لو أنَّ قَوماً أعارُوا عَارِيَتَهُمْ أَهْلَ بَيتٍ فَطَلَبُوا عَارِيَتَهُمْ ، أَلَهُمْ أن يَمْنَعُوهُمْ ؟ قَالَ : لا ، فَقَالَتْ : فَاحْتَسِبْ ابْنَكَ ، قَالَ : فَغَضِبَ ، ثُمَّ قَالَ : تَرَكْتِني حَتَّى إِذَا تَلطَّخْتُ ، ثُمَّ أخْبَرتني بِابْنِي ؟! فانْطَلَقَ حَتَّى أَتَى رسولَ الله – صلى الله عليه وسلم – فَأخْبَرَهُ بِمَا كَانَ فَقَالَ رسولُ الله – صلى الله عليه وسلم -: بَارَكَ اللهُ في لَيْلَتِكُمَا،
قَالَ : فَحَمَلَتْ . قَالَ : وَكانَ رسولُ الله – صلى الله عليه وسلم – في سَفَرٍ وَهيَ مَعَهُ ، وَكَانَ رسولُ الله – صلى الله عليه وسلم – إِذَا أَتَى المَدِينَةَ مِنْ سَفَرٍ لاَ يَطْرُقُهَا طُرُوقاً فَدَنَوا مِنَ المَدِينَة ، فَضَرَبَهَا المَخَاضُ ، فَاحْتَبَسَ عَلَيْهَا أَبُو طَلْحَةَ ، وانْطَلَقَ رسولُ الله – صلى الله عليه وسلم – .

قَالَ : يَقُولَ أَبُو طَلْحَةَ : إنَّكَ لَتَعْلَمُ يَا رَبِّ أَنَّهُ يُعْجِبُنِي أنْ أخْرُجَ مَعَ رسولِ الله – صلى الله عليه وسلم – إِذَا خَرَجَ وَأَدْخُلَ مَعَهُ إِذَا دَخَلَ وَقَدِ احْتَبَسْتُ بِمَا تَرَى ، تَقُولُ أُمُّ سُلَيْمٍ : يَا أَبَا طَلْحَةَ ، مَا أَجِدُ الَّذِي كُنْتُ أجدُ انْطَلِقْ ، فَانْطَلَقْنَا وَضَرَبَهَا المَخَاضُ حِينَ قَدِمَا فَوَلدَت غُلامَاً . فَقَالَتْ لِي أمِّي : يَا أنَسُ ، لا يُرْضِعْهُ أحَدٌ حَتَّى تَغْدُو بِهِ عَلَى رسولِ الله – صلى الله عليه وسلم – ، فَلَمَّا أصْبَحَ احْتَمَلْتُهُ فَانْطَلَقْتُ بِهِ إِلَى رسولِ الله – صلى الله عليه وسلم – ..وَذَكَرَ تَمَامَ الحَدِيثِ .

​Artinya:​

Artinya :
Dari Anas r.a., katanya: “Abu Thalhah itu mempunyai seorang putera yang sedang menderita sakit. Abu Thalhah keluar pergi – kemudian anaknya itu dicabutlah ruhnya – meninggal dunia.

Ketika Abu Thalhah kembali -waktu itu ia sedang berpuasa, ia berkata: “Bagaimanakah keadaan anakku?”

Ummu Sulaim, yaitu ibu anak tersebut – isterinya Abu Thalhah – menjawab: “Ia dalam keadaan yang setenang-tenangnya.”

Isterinya itu lalu menyiapkan makanan malam untuknya kemudian Abu Thalhah pun makan malamlah, selanjutnya ia menyetubuhi isterinya itu.

Setelah selesai, Ummu Sulaim berkata: “Makamkanlah anak itu.” Setelah menjelang pagi harinya Abu Thalhah mendatangi Rasulullah s.a.w., lalu memberitahukan hal tersebut – kematian anaknya yang ia baru mengerti setelah selesai tidur bersama isterinya.

Kemudian Nabi bersabda: “Adakah engkau berdua bersetubuh tadi malam?”

Abu Thalhah menjawab: “Ya.”

Beliau lalu bersabda pula: “Ya Allah, berikanlah keberkahan pada kedua orang ini -yakni Abu Thalhah dan isterinya.

Selanjutnya Ummu Sulaim itu melahirkan seorang anak lelaki lagi. Abu Thalhah lalu berkata padaku – aku di sini ialah Anas r.a. yang meriwayatkan Hadis ini: “Bawalah ia sehingga engkau datang di tempat Nabi s.a.w. dan besertanya kirimkanlah beberapa biji buah kurma.

Nabi s.a.w. bersabda: “Adakah besertanya sesuatu benda?”
Ia -Anas- menjawab: “Ya. ada beberapa biji buah kurma.” Buah kurma itu diambil oleh Nabi s.a.w. lalu dikunyahnya kemudian diambillah dari mulutnya, selanjutnya dimasukkanlah dalam mulut anak tersebut. Setelah itu digosokkan di langit-langit mulutnya dan memberinya nama Abdullah.” (Muttafaq ‘alaih).

Dalam riwayat Bukhari disebutkan demikian:
Ibnu ‘Uyainah berkata: “Kemudian ada seorang dari golongan sahabat Anshar berkata: “Lalu saya melihat sembilan orang anak lelaki yang semuanya dapat membaca dengan baik dan hafal akan al-Quran, yaitu semuanya dari anak-anak Abdullah yang dilahirkan hasil peristiwa malam dahulu itu.

Dalam riwayat Muslim disebutkan: “Anak Abu Thalhah dari Ummu Sulaim meninggal dunia, lalu isterinya itu berkata kepada seluruh keluarganya: “Janganlah engkau semua memberitahukan hal kematian anak itu kepada Abu Thalhah, sehingga aku sendirilah yang hendak memberitahukannya nanti.”

Abu Thalhah – yang saat itu berpergian – lalu datanglah, kemudian isterinya menyiapkan makan malam untuknya dan ia pun makan dan minumlah. Selanjutnya isterinya itu memperhias diri dengan sebaik-baik hiasan yang ada padanya dan bahkan belum pernah berhias semacam itu sebelum peristiwa tersebut. Seterusnya Abu Thalhah menyetubuhi isterinya. Sewaktu isterinya telah mengetahui bahwa suaminya telah kenyang dan selesai menyetubuhinya, ia pun berkatalah pada Abu Thalhah: “Bagaimanakah pendapat kanda, jikalau sesuatu kaum meminjamkan sesuatu yang dipinjamkannya kepada salah satu keluarga, kemudian mereka meminta kembalinya apa yang dipinjamkannya. Patutkah keluarga yang meminjamnya itu menolak untuk mengembalikannya benda tersebut kepada yang meminjaminya?”

Abu Thalhah menjawab: “Tidak boleh menolaknya – yakni harus menyerahkannya.” Kemudian berkata pula isterinya: “Nah, perhitungkanlah bagaimana pinjaman itu jikalau berupa anakmu sendiri?”

Abu Thalhah lalu marah-marah kemudian berkata: “Engkau biarkan aku tidak mengetahui – kematian anakku itu, sehingga setelah aku terkena kotoran – maksudnya kotoran bekas bersetubuh, lalu engkau beritahukan hal anakku itu padaku.”
Iapun lalu berangkat sehingga datang di tempat Rasulullah s.a.w. lalu memberitahukan segala sesuatu yang telah terjadi, kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: “Semoga Allah memberikan keberkahan kepadamu berdua dalam malam mu itu.”

Anas r.a. berkata: “Kemudian isterinya hamil.”

Anas r.a. melanjutkan katanya: “Rasulullah s.a.w. sedang dalam berpergian dan Ummu Sulaim itu menyertainya pula – bersama suaminya juga. Rasulullah s.a.w. apabila datang di Madinah di waktu malam dari berpergian, tidak pernah mendatangi rumah keluarganya malam-malam. Ummu Sulaim tiba-tiba merasa sakit karena hendak melahirkan, maka oleh sebab Abu Thalhah tertahan – yakni tidak dapat terus mengikuti Nabi s.a.w. Rasulullah s.a.w. terus berangkat.”

Anas berkata: “Setelah itu Abu Thalhah berkata: “Sesungguhnya Engkau tentulah Maha Mengetahui, ya Tuhanku, bahwa saya ini amat tertarik sekali untuk keluar berpergian bersama-sama Rasulullah s.a.w. di waktu beliau keluar berpergian dan untuk masuk -tetap di negerinya – bersama-sama dengan beliau di waktu beliau masuk.

Sesungguhnya saya telah tertahan pada saat ini dengan sebab sebagaimana yang Engkau ketahui.”

Ummu Sulaim lalu berkata: “Hai Abu Thalhah, saya tidak menemukan sakitnya hendak melahirkan sebagaimana yang biasanya saya dapatkan – jikalau hendak melahirkan anak. Maka itu berangkatlah. Kita pun – maksudnya Rasulullah s.a.w., Abu Thalhah dan isterinya – berangkatlah, Ummu Sulaim sebenarnya memang merasakan sakit hendak melahirkan, ketika keduanya itu datang, lalu melahirkan seorang anak lelaki.

Ibuku – yakni ibu Anas r.a. – berkata padaku – pada Anas r.a.: “Hai Anas, janganlah anak itu disusui oleh siapapun sehingga engkau pergi pagi-pagi besok dengan membawa anak itu kepada Rasulullah s.a.w.”

Ketika waktu pagi menjelma, saya – Anas r.a. – membawa anak tadi kemudian pergi dengannya kepada Rasulullah s.a.w. Ia lalu meneruskan ceritera Hadis ini sampai selesainya.

​Keterangan:​
Hadis di atas itu memberikan kesimpulan tentang sunnahnya melipur orang yang sedang dalam kedukaan agar berkurang kesedihan hatinya, juga bolehnya memalingkan sesuatu persoalan kepada persoalan yang lain lebih dulu, untuk ditujukan kepada hal yang dianggap penting, sebagaimana perilaku isteri Abu Thalhah kepada suaminya. Ini tentu saja bila amat diperlukan untuk berbuat sedemikian itu.

Sementara itu Hadis di atas juga menjelaskan akan sunnahnya seseorang isteri berhias seelok-eloknya agar suaminya tertarik padanya dan tidak sampai terpesona oleh wanita lain, sehingga menyebabkan terjerumusnya suami itu dalam kemesuman yang diharamkan oleh agama.

Demikian pula isteri dianjurkan sekali untuk berbuat segala hal yang dapat menggembirakan suami dan melayaninya dengan hati penuh kelapangan serta wajah berseri-seri, baik dalam menyiapkan makanan dan hidangan sehari-hari ataupun dalam seketiduran.

Jadi salah sekali, apabila seseorang wanita itu malahan berpakaian serba kusut ketika di rumah, tetapi di saat keluar rumah lalu bersolek seindah-indahnya. Juga salah pula apabila seorang isteri itu kurang memerhatikan keadaan dan selera suaminya dalam hal makan minumnya, atau pun dalam cara melayaninya dalam persetubuhan.

☆☆☆☆☆

Ustadz Arwani akan membahas detail dalam kajian ​AUDIO​ di bawah ini.

DOWNLOAD MP3 KAJIAN KITAB DISINI

Selamat menyimak.

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Dipersembahkan oleh: manis.id

📲Sebarkan! Raih pahala
====================
Ikuti Kami di:
📱 Telegram: @majelismanis
🖥 Fans Page: @majelismanis
📮 Twitter: @majelismanis
📸 Instagram: @majelismanis
🕹 Play Store
📱 Join Grup WA

RIYADHUS SHALIHIN (35)​


📕 ​Bab Sabar – Ujian Besar, Pahala Besar​

​Hadits:​

وعن أنسٍ – رضي الله عنه – ، قَالَ :
قَالَ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم – : إِذَا أَرَادَ الله بعبدِهِ الخَيرَ عَجَّلَ لَهُ العُقُوبَةَ في الدُّنْيا ، وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبدِهِ الشَّرَّ أمْسَكَ عَنْهُ بذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يومَ القِيَامَةِ .

وَقالَ النَّبيُّ – صلى الله عليه وسلم – : إنَّ عِظَمَ الجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ البَلاَءِ ، وَإنَّ اللهَ تَعَالَى إِذَا أَحَبَّ قَوْماً ابْتَلاَهُمْ ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا ، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ.
رواه الترمذي ، وَقالَ: حديث حسن.

​Artinya:​

​Dari Anas r.a., ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Jika Allah menghendaki kebaikan terhadap seorang hambaNya, maka ia menyegerakan hukuman dari suatu siksaan – penderitaan – sewaktu dunia, tetapi jikalau Allah menghendaki keburukan pada seseorang hambaNya, maka orang itu dibiarkan saja dengan dosanya, sehingga nanti akan dipenuhkan balasan – siksaannya – hari kiamat.”​

​Dan Nabi SAW. bersabda – juga riwayat Anas r.a.:​

​”Sesungguhnya besarnya balasan – pahala – itu menilik besarnya ujian yang menimpa dan sesungguhnya Allah itu apabila mencintai sesuatu kaum, maka mereka itu diberi cobaan. Oleh sebab itu barangsiapa yang rela – menerima ujian tadi, ia akan memperoleh keridhaan dari Allah dan barangsiapa yang marah-marah maka ia memperolehi kemurkaan Allah pula.”​

​Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini Hadis hasan.​

☆☆☆☆☆

Ustadz Arwani akan membahas detail dalam kajian ​AUDIO​ di bawah ini.

Selamat menyimak.

DOWNLOAD AUDIO KAJIAN KITAB DISINI

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Dipersembahkan oleh: manis.id

📲Sebarkan! Raih pahala
====================
Ikuti Kami di:
📱 Telegram: @majelismanis
🖥 Fans Page: @majelismanis
📮 Twitter: @majelismanis
📸 Instagram: @majelismanis
🕹 Play Store
📱 Join Grup WA

RIYADHUS SHALIHIN (34)​

📕 ​Bab Sabar – Bijak dan Sabar​

​Hadits:​

وعن ابن مسعودٍ – رضي الله عنه – ، قَالَ : لَمَّا كَانَ يَومُ حُنَينٍ آثَرَ رسولُ الله – صلى الله عليه وسلم – نَاساً في القسْمَةِ ، فَأعْطَى الأقْرَعَ بْنَ حَابسٍ مئَةً مِنَ الإِبِلِ ، وَأَعْطَى عُيَيْنَة بْنَ حصن مِثْلَ ذلِكَ ، وَأَعطَى نَاساً مِنْ أشْرافِ العَرَبِ وآثَرَهُمْ يَوْمَئِذٍ في القسْمَةِ . فَقَالَ رَجُلٌ : واللهِ إنَّ هذِهِ قِسْمَةٌ مَا عُدِلَ فِيهَا ، وَمَا أُريدَ فيهَا وَجْهُ اللهِ ، فَقُلْتُ : وَاللهِ لأُخْبِرَنَّ رسولَ الله – صلى الله عليه وسلم – ، فَأَتَيْتُهُ فَأخْبَرتُهُ بمَا قَالَ ، فَتَغَيَّرَ وَجْهُهُ حَتَّى كَانَ كالصِّرْفِ .
ثُمَّ قَالَ : فَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لم يَعْدِلِ اللهُ وَرسولُهُ ؟
ثُمَّ قَالَ : يَرْحَمُ اللهُ مُوسَى قَدْ أُوذِيَ بأكْثَرَ مِنْ هَذَا فَصَبر . فَقُلْتُ : لاَ جَرَمَ لاَ أرْفَعُ إِلَيْه بَعدَهَا حَدِيثاً . مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .

وَقَوْلُهُ : كالصِّرْفِ هُوَ بِكَسْرِ الصَّادِ المُهْمَلَةِ : وَهُوَ صِبْغٌ أحْمَر .

​Artinya:​

​Dari Ibnu Mas’ud r.a., katanya: “Ketika hari peperangan Hunain, Rasulullah s.a.w. melebihkan – mengutamakan – beberapa orang muallaf dalam pemberian pembagian – harta rampasan, lalu memberikan kepada al-Aqra’ bin Habis seratus ekor unta dan memberikan kepada ‘Uyainah bin Hishn seperti itu pula – seratus ekor unta, juga memberikan kepada orang-orang yang termasuk bangsawan Arab dan mengutamakan dalam cara pembagian kepada mereka tadi.​

​Kemudian ada seorang lelaki berkata: “Demi Allah, pembahagian secara ini, sama sekali tidak ada keadilannya dan agaknya tidak dikehendaki untuk mencari keredhaan Allah.”​

​Saya lalu berkata: “Demi Allah, hal ini akan saya beritahukan kepada Rasulullah SAW.”​

​Saya pun mendatangi Rasulullah terus memberitahukan kepadanya tentang apa-apa yang dikatakan oleh orang itu. Maka berubahlah warna wajah beliau sehingga menjadi merah padam kerana marah – lalu bersabda:​

​”Siapakah yang dapat dinamakan adil, jikalau Allah dan RasulNya dianggap tidak adil juga.”​

​Selanjutnya beliau bersabda: “Allah merahmati Nabi Musa. Ia telah disakiti dengan cara yang lebih sangat dari ini, tetapi ia tetap sabar.”​

​Saya sendiri berkata: “Ah, semestinya saya tidak memberitahukan dan saya tidak akan mengadukan lagi sesuatu pembicaraanpun setelah peristiwa itu kepada beliau lagi.” (Muttafaq ‘alaih)​

☆☆☆☆☆

Ustadz Arwani akan membahas detail dalam kajian ​AUDIO​ di bawah ini.

Selamat menyimak.

Download Audio Kajian Kitab Disini

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Dipersembahkan oleh: manis.id

📲Sebarkan! Raih pahala
====================
Ikuti Kami di:
📱 Telegram: @majelismanis
🖥 Fans Page: @majelismanis
📮 Twitter: @majelismanis
📸 Instagram: @majelismanis
🕹 Play Store
📱 Join Grup WA

RIYADHUS SHALIHIN (33)​


📕 ​Bab Sabar -Menyikapi Wabah Penyakit​

​Hadits:​

وعن عائشةَ رضيَ الله عنها: أَنَّهَا سَألَتْ رسولَ الله – صلى الله عليه وسلم – عَنِ الطّاعُونِ، فَأَخْبَرَهَا أنَّهُ كَانَ عَذَاباً يَبْعَثُهُ اللهُ تَعَالَى عَلَى مَنْ يشَاءُ ، فَجَعَلَهُ اللهُ تعالى رَحْمَةً للْمُؤْمِنينَ ، فَلَيْسَ مِنْ عَبْدٍ يَقَعُ في الطَّاعُونِ فيمكثُ في بلدِهِ صَابراً مُحْتَسِباً يَعْلَمُ أنَّهُ لا يصيبُهُ إلاَّ مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ إلاَّ كَانَ لَهُ مِثْلُ أجْرِ الشّهيدِ . رواه البخاري .

​Artinya:​

​Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasanya ia bertanya kepada Rasulullah s.a.w. perihal penyakit yang mewabah/menular, lalu Rasulullah memberitahukan bahawa sesungguhnya wabah penyakit itu adalah sebagai siksaan yang dikirimkan oleh Allah Ta’ala kepada siapa saja yang dikehendaki. Allah menjadikan wabah penyakit itu sebagai kerahmatan yang dijadikan oleh Allah Ta’ala kepada kaum mu’minin.​

​Maka tidak seorang hamba pun yang tertimpa oleh wabah penyakit, kemudian menetap di negerinya sambil bersabar dan mengharapkan keredhaan Allah serta mengetahui pula bahwa wabah itu tidak akan mengenainya kecuali kerana telah ditetapkan oleh Allah untuknya, kecuali ia akan memperolehi pahala seperti orang yang mati syahid.”​

​(Riwayat Bukhari)​

☆☆☆☆☆

Ustadz Arwani akan membahas detail dalam kajian ​AUDIO​ di bawah ini.

Selamat menyimak.

UNDUH AUDIONYA DISINI

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Dipersembahkan oleh: manis.id

📲Sebarkan! Raih pahala
====================
Ikuti Kami di:
📱 Telegram: @majelismanis
🖥 Fans Page: @majelismanis
📮 Twitter: @majelismanis
📸 Instagram: @majelismanis
🕹 Play Store
📱 Join Grup WA

RIYADHUS SHALIHIN (32)​


📕 ​Bab Sabar – Sabar pada Mula Musibah​

​Hadits:​

وعن أنس – رضي الله عنه – ، قَالَ : مَرَّ النَّبيُّ – صلى الله عليه وسلم – بامرأةٍ تَبكي عِنْدَ قَبْرٍ ،

فَقَالَ :اتّقِي الله واصْبِري
فَقَالَتْ : إِليْكَ عَنِّي ؛ فإِنَّكَ لم تُصَبْ بمُصِيبَتي وَلَمْ تَعرِفْهُ ، فَقيلَ لَهَا : إنَّه النَّبيُّ – صلى الله عليه وسلم – فَأَتَتْ بَابَ النَّبيِّ – صلى الله عليه وسلم – ، فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابينَ ،

فقالتْ : لَمْ أعْرِفكَ ، فَقَالَ :إنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولى
مُتَّفَقٌ عَلَيه

ِ وفي رواية لمسلم :تبكي عَلَى صَبيٍّ لَهَا.

​Artinya:​
​Dari Anas r.a., katanya: “Nabi s.a.w. berjalan melalui seorang wanita yang sedang menangis di atas sebuah kubur.​

​Beliau bersabda: “Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah!”​

​Wanita itu berkata: “Ah, menjauhlah daripadaku, kerana Tuan tidak terkena musibah sebagaimana yang mengenai diriku dan Tuan tidak mengetahui musibah apa itu.”​

​Wanita tersebut diberitahu – oleh sahabat beliau s.a.w. – bahwa yang diajak bicara tadi adalah Nabi SAW. Ia lalu mendatangi pintu rumah Nabi SAW tetapi di mukanya itu tidak didapatinya penjaga-penjaga pintu.​

​Wanita itu lalu berkata: “Saya memang tidak mengenai Tuan – maka itu maafkan pembicaraanku tadi.”​

​Kemudian Nabi SAW bersabda: “Bersabar – yang sangat terpuji – itu adalah di kala kedatangan musibah yang pertama.” (Muttafaq ‘alaih)​

​Dalam riwayat Muslim disebutkan: “Wanita itu menangisi anak kecilnya – yang meninggal.”​

​Keterangan:​
​Maksud “Kedatangan mushibah yang pertama,” bukan bererti ketika mendapatkan musibah yang pertama kali dialami sejak hidupnya, tetapi di saat baru terkena musibah itu ia bersabar, baik musibah itu yang pertama kalinya atau keduanya, ketiganya dan selanjutnya.​
​Jadi kalau sesudah sehari atau dua hari baru ia mengatakan: “Aku sekarang sudah berhati sabar tertimpa musibah yang kelmarin itu,” maka ini bukannya sabar pada pertama kali, sebab sudah terlambat.​

☆☆☆☆☆

Ustadz Arwani akan membahas detail dalam kajian ​AUDIO​ di bawah ini.

Selamat menyimak.

Unduh audio

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁

Dipersembahkan oleh: manis.id

📲Sebarkan! Raih pahala
====================
Ikuti Kami di:
📱 Telegram: @majelismanis
🖥 Fans Page: @majelismanis
📮 Twitter: @majelismanis
📸 Instagram: @majelismanis
🕹 Play Store
📱 Join Grup WA