AQIDAH DAN KEIMANAN

Pemateri: Ustadz KH Aus Hidayat Nur

1⃣. HUBUNGAN AQIDAH DENGAN RUKUN IMAN?

Aqidah adalah iman dalam pengertian yang sebenarnya dan hal ini merupakan it”tiqod yang kokoh dalam hati (batin) yang beriman kepada  Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, dan kepada hari Akhir serta kepada  Qadar yang baik maupun yang buruk.
Hal ini disebut juga dengan rukun iman.

Iman   terdiri dari tiga unsur yang saling berhubungan tak terpisahkan satu dengan lainnya yaitu:

❣Pertama, membenarkan dan mempercayai dengan hati.

❣Kedua, mengucapkan dengan lisan (mulut), dan

❣Ketiga merealisasikan dengan amal perbuatan .

Katiganya harus ada tidak boleh terpisahkan satu sama lain.

Artinya hanya hati yang  membenarkan dan mempercayai saja tidaklah cukup , perlu pengakuan lisan dan bukti amal perbuatan.
Demikian juga pengakuan lisan yang diucapkan saja belum diterima  perlu pembuktian amal dan  kelurusan hati jangan seperti iman kaum munafikin.
Demikian juga tidak bisa disebut iman apabila hanya perbuatannya saja yang islami sedangkan hati atau ucapannya tidak beriman seperti  imannya paman Nabi yang benama Abu Tholib.

2⃣. APAKAH HUBUNGAN AQIDAH DENGAN SYARIAH?

Syariat itu terbagi dua: ittiqodiyah dan amaliyah.

Ittiqodiyah adalah hal-hal yang merupakan aktivitas hati, jiwa atau ruhaniyah. Seperti ittiqad (kepercayaan) terhadap keesaan Allah dalam rububiyah-Nya, kewajiban beribadah kepada Allah, keyakinan terhadap akeagungan dan kekuasaan Allah, serta ittiqad kepada rukun iman yang lain.
Hal ini disebut juga Ashliyah (pokok atau inti agama).

Sedangkan syariah amaliyah segala yang berhubungan dengan tatacara amal, termasuk ucapan , bacaan dan seluruh kegiatan lisanseperti sholat dengan seluruh bacaannya, zakat, puasa, dan ama-amal lainnya.
Bagian kedua ini  disebut juga far’iyah (cabang agama).

Amaliyah dibangun atas ittiqadiyah. Benar dan rusaknya amaliyah begantung pada benar dan rusaknya ittiqodiyah.

Maka aqidah atau keimanan yang benar merupakan fondamen atau landasan  bagi bangunan agama seseorang serta merupakan syarat sahnya amal. Firman Allah Azza wa Jalla,

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (AL Kahfi: 110)

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (Az zumar: 65)

Ayat-ayat yang senada dengan dua ayat di atas banyak jumlahnya di dalam Al Qur-an. Menunjukkan bahwa amal apa pun akan ditolak Allah manakala tercemar atau tercampur dengan syirik. Karena itu pendidikan Nabi kepada para sahabat Beliau yang pertama adalah pelurusan aqidah, pemurnian iman, dan pengabdian atau penyembahan kepada Allah saja…

Firman Allah:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (An Nahal: 36)

Yang dimaksud thogut adalah segala sesuatu yang dijadikan sembahan oleh manusia baik berupa benda, manusia lain, makhluk konsep, sesuatu yang diuanggap berharga, uang jabatan bahkan hawa nafsu manusia itu sendiri.  Allah menghendaki bahwa manusia harus menjauhi tahgut yaitu dengan tidak menyembahnya…  
Allah juga menyatakan bahwa keimanan kepada Allah harus sejalan dengan pengingkaran kepada thagut.

Demikian juga kepemimpinan dan loyalitas kepada Allah berseberangan dengan loyalitas kepada thagut yang diberikan oleh orang-orang kafir.

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al Baqarah: 256-257)

Syariat adalah jalan hidup yang diridhai Allah meliputi seluruh amal kebaikan  (amal soleh) yang dilakukan manusia baik dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, makhluk lain maupun alam di sekitarnya.

3⃣. APAKAH HUBUNGAN AQIDAH DENGAN AKHLAK?

Sebagaimana aqidah menjadi fondasi syariah islamiyah maka aqidah pun merupakan landasan dan pilar-pilar utama akhlak Islam. Akhlak yang mulia hanya lahir dari aqidah yang benar. Karena akhlak ini menyangkut perilaku, tatakrama , atau etika setiap muslim maka Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam menyatakan bahwa keimanan harus disempurnakan dengan akhlak mulia.

Perhatikan hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam berikut ini,
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Perbuatan dan Keyakinan yang Membuat Pelakunya menjadi Kafir dari Islam

Ustadz Farid Nu’man Hasan

Berikut ini tertera dalam kitab Minhajul Muslim, karya Syaikh Abu Bakar bin Jabir Al-Jazairi Rahimahullah:

1⃣ Siapa pun yang memaki Allah ﷻ, atau seorang Rasul dari rasul-rasul-Nya, atau malaikat-malaikat-Nya ‘Alaihimussalam, maka dia kafir.

2⃣ Siapa pun yang mengingkari rububiyah Allah ﷻ, atau risalahnya seorang Rasul, atau menyangka bahwa adanya seorang nabi setelah penutup para Nabi, Sayyidina Muhammad ﷺ, maka dia kafir.

3⃣ Siapa pun yang mengingkari sebuah kewajiban diantara kewajiban-kewajiban syariat yang telah disepakati, seperti shalat atau zakat atau shaum atau haji atau berbakti kepada kedua orang tua atau jihad misalnya, maka dia kafir.

4⃣ Siapa pun yang membolehkan hal-hal yang telah disepakati keharamannya, dan termasuk perkara yang telah diketahui secara pasti dalam agama, seperti zina, atau meminum khamr, atau mencuri, atau membunuh, atau sihir misalnya, maka dia kafir.

5⃣ Siapa pun yang mengingkari satu surat saja dalam Al-Qur’an, atau satu ayat, atau satu huruf saja, maka dia kafir.

6⃣ Siapa pun yang mengingkari satu sifat saja di antara sifat-sifat Allah ﷻ, seperti Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Pengasih, maka dia kafir.

7⃣ Siapa pun yang terang-terangan meremehkan ajaran agama baik pada kewajibannya, atau sunah-sunahnya, atau mengejeknya, atau melecehkannya, atau melempar mushaf ke tempat kotor, atau menginjaknya dengan kaki, menghina dan melecehkannya, maka dia kafir.

8⃣ Siapa pun yang meyakini tidak ada hari kebangkitan, tidak ada siksaan, dan tidak ada kenikmatan pada hari kiamat nanti, atau menganggap azab dan nikmat itu hanyalah bermakna maknawi (tidak sebenarnya), maka dia kafir.

9⃣ Siapa pun yang menyangka bahwa para wali lebih utama dibanding para nabi, atau menyangka bahwa ibadah telah gugur bagi para wali, maka dia telah kafir.

Semua hal ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan) umumnya kaum muslimin, setelah firman Allah Ta’ala:

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”

Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah mela’nati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal. (QS. At-Taubah: 65-66)

Maka, ayat ini menunjukkan bahwa setiap orang yang terang-terangan mengolok-olok Allah, atau sifat-sifat-Nya, atau syariat-Nya, atau Rasul-Nya, maka dia kafir.

(Selesai)

📚 Syaikh Abu Bakar bin Jabir Al-Jazairi, Minhajul Muslim, Hal. 378-379. Cet. 4. 1433H-2012M. Maktabah Al-‘Ulum wal Hikam. Madinah

Pengantar Aqidah Islamiyah

📆 Jumat, 11 Shafar 1438H / 11 Nopember 2016

📚 AQIDAH ISLAM

📝 Pemateri: Ustadz KH Aus Hidayah Nur

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

🌷. APA ITU AQIDAH?

Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti “keimanan”, “kepercayaan yang kokoh” atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.

Pondasi akidah Islam didasarkan pada hadits Jibril, yang memuat definisi Islam, rukun Islam, rukun Iman, ihsan dan peristiwa hari akhir.

Sedangkan menurut istilah (terminologi), akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.

Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepadaNya, beriman kepada para malaikatNya, rasul-rasulNya, kitab-kitabNya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari salafush shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ salaf as-shalih.

🌷. BAGAIMANAKAH KEDUDUKAN AQIDAH DALAM AJARAN ISLAM?

Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang paling penting. Ibarat suatu bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya.

Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur berantakan.

Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan diterimanya suatu amal.

🌷. BAGAIMANAKAH HUBUNGAN AQIDAH DENGAN AJARAN ISLAM LAINNYA?

Ibarat sebuah pohon,  Aqidah merupakan akar pohon sedangkan ibadah bagaikan batang dari pohon tersebut, sedangkan ajaran-ajran lain seperti akhlaq, syariah, jihad dan lain-lain .

Jika pohon itu ingin subur dan memberikan manfaat maka yang besar  maka akar dan batangnya yang lebih dahulu harus kokoh dan kuat.

Firman Allah, tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik  seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (Ibrahim: 24-25)

🌷. MENGAPA AQIDAH MERUPAKAN ILMU YANG SANGAT PENTING?

Karena setiap muslim wajib menjadikan aqidah atau keimanan sebagai landasan dari seluruh amal perbuatan dan perilakunya sehingga tidak ada satu pun yang terlepas dari keimanan.

Jika Anda ingin belajar Islam dengan urutan yang benar maka pelajarilah aqidah terlebih dahulu.

Itu sebabnya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam memprioritaskan  menanamkam aqidah kepada para sahabatnya selama 13 tahun pertama di Makkah. Para sahabat Nabi telah memiliki iman yang kokoh sebelum mereka melaksanakan seluruh ajaran syariat Al Qur-an di Madinah.

Seperti kata Abdullah bin Umar bin Khattab  Rodhiyallahu Anhuma, “Kami telah mengalami masa yang panjang dalam perjuangan Islam, dan seorang dari kami telah ditanamkan keimanannya sebelum diajarkan Al-Qur’an, sehingga tatkala satu surah turun kepada Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wa Sallam  maka ia langsung mempelajari dan mengamalkan halal-haram, perintah-larangan dan apa saja batasan agama yang harus dijaga.

Lalu aku melihat banyak orang saat ini yang diajarkan Al-Qur’an sebelum ditanamkan keimanan dalam dirinya, sehingga ia mampu membaca Al-Qur’an dari awal hingga akhir dan tak mengerti apa-apa soal perintah dan larangan dan batasan apa saja yang mesti dipelihara.”

[Kitab Al-Mustadrak ‘Alash-Shahiihain, Jilid I hlm, 35]

SYARAT-SYARAT DITERIMANYA SYAHADATAIN (Lanjutan)

📆 Rabu, 08 Shafar 1438 H/09 November 2016

📗 Aqidah

📝 Ustadzah Prima Eyza Purnama

============================
🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Assalaamu’alaikum wr.wb..

Apa kabar adik-adik pemuda Islam kebanggan umat, mudah-mudahan senantiasa dalam limpahan hidayah dan rahmat dari Allah SWT. Aamiin..

Hari ini kita lanjutkan kembali pembicaraan kita mengenai syarat-syarat diterima syahadat yang pada bahasan lalu telah selesai membahas syarat yang kedua. Kali ini kita masuk pada syarat yang ketiga.

SYARAT KETIGA:

الإِخْلاَصُ اَلْمُنَافِيْ لِلشِّرْكِ

(KEIKHLASAN YANG MENGHILANGKAN KEMUSYRIKAN)

Orang yang bersyahadat harus menjadi orang yang mukhlish, yakni ikhlash dalam syahadatnya, ikhlash bersyahadat tiada Tuhan selain Allah dan beriman kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya. Artinya, haruslah ikhlash dalam seluruh aktifitasnya baik perkataan, maupun perbuatannya, termasuk lintasan di hati dan fikirannya sekalipun.

Ikhlash artinya niat mencari keridhaan Allah Ta’ala semata-mata dalam seluruh aktifitas, tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun selain Dia, dan senantiasa membersihkan niatnya itu dari segala kotoran yang dapat merusak (keikhlashan itu).

→ Maka, orang yang ikhlash; niatnya murni, bersih, suci, dari berbagai kotoran (kemusyrikan), baik kemusyrikan yang kecil maupun yang besar. Tentu sudah difaham sebelumnya tentang kandungan Laa Ilaaha illaLaah, yang mengharuskan seorang yang beriman itu melenyapkan segala bentuk ilah (Tuhan) selain Allah, sampai ke akar-akarnya. Sebab ia telah bersyahadat (menyatakan, berjanji, dan bersumpah) untuk itu.

Lawan ikhlash adalah syirik.
Secara bahasa, syirik berarti : syirkah dan musyarakah, yang artinya:

1. Bercampurnya dua kepemilikan.
2. Ada sesuatu untuk dua orang atau lebih baik secara dzat ataupun nilainya.

Syirik adalah lawan kata dari tauhid. Secara istilah atau menurut syariat, syirik yaitu sikap menyekutukan Allah secara Dzat, sifat, perbuatan dan/atau ibadah.

Syirik secara dzat yakni menganggap/meyakini bahwa Dzat Allah itu seperti dzat makhluk-Nya. Menganggap bahwa Allah itu serupa dengan makhluk. Padahal salah satu sifat yang wajib dan mutlak bagi Allah adalah mukhalafatuhu lil hawadits (berbeda dengan makhluk). Dan di ayat terakhir surah Al-Ikhlash jelas-jelas kita mendapat penegasan dari Allah, “Dan tiada seorang pun yang menyerupai-Nya.”

Syirik secara sifat artinya seseorang menganggap/meyakini bahwa sifat-sifat makhluk sama dengan sifat-sifat Allah. Dengan kata lain menganggap bahwa makhluk mempunyai sifat-sifat seperti sifat-sifat Allah, tidak ada bedanya sama sekali. Secara prinsip, sifat Allah ada dua, yakni bahwa Allah itu bebas dari segala kekurangan dan kelemahan dan Allah berkumpul pada diri-Nya segala ke-Maha-an. Kuasa Allah tiada berbatas. Tiada tanding tiada banding.

Syirik secara perbuatan artinya seseorang meyakini bahwa makhluk mampu mengatur alam semesta dan rizki manusia sebagaimana kuasa dan perbuatan Allah.

Syirik secara ibadah artinya seseorang menyembah kepada selain Allah dan mengagungkannya sebagaimana seharusnya ia mengagungkan Allah serta mencintainya sebagaimana seharusnya ia mencintai Allah.
Para ulama juga mengatakan bahwa prilaku syirik ada yang tampak (zhahir) dan ada yang tersembunyi (khafiy), ada syirik besar dan ada pula syirik kecil.
Nah, orang yang ikhlash, ia selamat dan sungguh jauh dari semua bentuk kesyirikan tersebut.

● Jika masih syirik, syahadatnya tidak diterima.

Jika masih ada syirik, maka syahadatnya tidak akan diterima di sisi Allah.
Karena kita tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan pada-Nya. Sebagaimana firman Allah:

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah [98] : 5)

Allah Ta’ala juga berfirman:

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“… Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi [18] : 110)

Dalam sebuah riwayat hadits,

وَعَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ بْنِ نُفَيْل بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى بْنِ رَيَاحِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ قَرْطٍ بْنِ رَزَاحِ بْنِ عَدِيّ بْنِ كَعْبِ بْنِ لُؤَيّ بْنِ غَالِبٍ الْقُرَشِيّ الْعَدَوِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ متفق

Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh, Umar bin Khaththab ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Segala perbuatan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan (pahala) apa yang diniatkannya. Barangsiapa berhijrah (ke Madinah) untuk mencari ridha Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa berhijrah untuk mencari harta dunia atau untuk seorang perempuan yang hendak dinikahi, maka hijrahnya hanya untuk itu (tidak mendapatkan pahala di sisi Allah)’.” (Muttafaq ‘alaihi)

Dalam sebuah hadits Qudsi,  Allah SWT menegaskan menolak setiap amal perbuatan yang dilakukan bukan karena Allah:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

“Barang siapa yang melakukan perbuatan, di dalamnya terdapat persekutuan bersama-Ku dengan yang selain Aku, maka Aku tinggalkan amalnya dan sekutunya itu.” (HR. Muslim no.2985)

Juga sebuah hadits tentang apa yang diperoleh Nabi SAW dari Allah SWT dalam perjalanan Isra` Mi’raj:

وَأُعْطِيَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم ثَلاَثًا: أعْطِيَ الصلوات الخمس، وأعْطِي خواتيمَ سورة البقرة، وغُفِرَ لِمَنْ لَمْ يُشْرِكْ بِاللهِ مِنْ أُمَّتِهِ شيئًا المُقْحَماتُ

“Diberikan kepada Rasulullah saw (saat Isra Mi’raj) tiga hal: diberikan shalat lima waktu, diberikan akhir surat al-Baqarah, dan diampuni siapa saja yang tidak menyekutukan ALLAH dengan apapun.” (HR. Muslim)

Dalam Al-Qur’an, Allah menginformasikan prilaku syirik orang-orang Quraysy jahiliyah, yang walaupun mereka mengenal Allah sebagai Tuhan (karena peninggalan ajaran Nabi Ibrahim as) dan mempersembahkan qurban untuk Allah, namun pada saat yang sama mereka juga mempersembahkan sesaji kepada berhala.

Dalam QS Al-An’aam [6] : 136  disebutkan sesaji tersebut berupa tanaman dan ternak:
“… Lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: ‘Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami’. …”
Tindakan yang serupa dan semisal dengan ini masih banyak terdapat di masyarakat kita yang notabene mereka mengucapkan syahadat. Mungkin mereka tidak menyadari atau memang belum/tidak memahami. Menjadi tugas kita untuk membersihkan keimanan mereka dari segala kotoran syirik itu dengan menyeru mereka kepada tauhid dan aqidah yang benar, yakni syahadat yang ikhlash dan bersih dari segala bentuk syirik.

Bersambung…

Wallaahu a’lam bishshowab

SYARAT-SYARAT DITERIMANYA SYAHADATAIN (Lanjutan)

Rabu, 02 Shafar 1438 H/02 November 2016

Aqidah

Ustadzah Prima Eyza Purnama

============================

Assalaamu’alaikum wrwb

Adik-adik pemuda Islam harapan umat, mudah-mudahan hari ini senantiasa dalam kebaikan iman dan limpahan hidayah dari Allah SWT. Aamiin..

Mari kita lanjutkan kembali pembahasan kita mengenai syarat-syarat diterima syahadat yang pada kesempatan lalu telah selesai membahas syarat yang pertama.
Kali ini pembicaraan kita masuk pada syarat yang kedua.

SYARAT KEDUA:

اَلْيَقِيْنُ اَلْمُنَافِيْ لِلشَّكِّ

(KEYAKINAN YANG MENGHILANGKAN KERAGUAN)

Orang yang bersyahadat haruslah meneguhkan keyakinan pada dirinya, tanpa keraguan sedikit pun, tentang keesaan ALLAH dan kerasulan Nabi SAW. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al Hujurat (49) : 15,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.”

Dalam ayat tersebut jelas disebutkan bahwa yang disebut mu’minun (orang-orang beriman) yang sempurna HANYALAH ( إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ ) orang-orang yang :
→ Beriman kepada ALLAH dan Rasul-Nya.
→ Kemudian mereka TIDAK RAGU-RAGU ( ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا  )

Hal ini sekaligus memahamkan kita pada prinsip penting bahwa keiman dan keyakinan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya itu harus terus berproses dan tidak boleh berhenti berproses ke arah kesempurnaan.
Sebab, kata yang digunakan dalam ayat tersebut adalah “tsumma” (kemudian) →  ini mengisyaratkan adanya proses.
Sehingga semakin berjalan waktu, seharusnya semakin yakin dan semakin sempurna keimanan.

Yakni keimanan yang :
→ Tidak bercampur dengan keraguan dan kebimbangan.
→ Berupa keyakinan yang menenteramkan, kokoh, sempurna dan tidak menimbulkan kegelisahan.

Ingatlah bahwa sudah bagian dari ketetapan dan ketentuan Allah SWT bahwa dalam menjalani hidup, seorang yang beriman memang akan dihantam dengan berbagai ujian dan kesulitan yang dapat menggoyahkan dan peristiwa-peristiwa yang menggundahkannya. Bagi orang yang sempurna keimanannya, ujian-ujian tersebut tidaklah sedikit pun menggoyang dan menggoyahkan keimanannnya. Ia tetap berada dalam keyakinan/keimanan yang paripurna terhadap Allah dan Rasul-Nya. Jika ia ditimpa kesulitan, misalnya, ia sangat yakin bahwa Allah lah Dzat Yang Maha Memudahkan dan Melapangkan. Jika diuji dengan sakit, ia sangat yakin bahwa Allah lah Dzat Yang Maha Menyembuhkan. Jika ia butuh pertolongan, ia meminta pertolongan kepada Allah karena Allah lah Dzat Yang Maha Memberi pertolongan.

Dalam setiap urusan-urusannya, ia sama sekali tidak bergantung kepada makhluk. Demikian seterusnya dan seterusnya dalam setiap perkara dalam kehidupannya. Apalagi dalam hal peribadahan, ia akan menjadi orang yang sempurna ketaatan dan penyembahannya kepada Allah SWT, disebabkan keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa Allah lah satu-satunya ilah yang diTuhankan sehingga Allah lah satu-satunya Dzat Yang layak untuk disembah dan ditaati. Ia tidak mentaati sesuatu selain Allah. Tidak mentaati dukun, tukang ramal, tidak menyembah batu, kuburan, dan lain-lain yang bisa menyekutukan Allah.
Na’udzubillaahi min dzaalik…

Maka dengan demikian, bukti dari keimanan yang terus berproses ini adalah MUJAHADAH (bersungguh-sungguh). Yakni jika qalbu telah merasakan lezatnya iman dan kegandrungan kepada ketaatan, serta sudah terbangun keyakinan telah mengakar begitu kuat, niscaya akan mendorong diri untuk bersungguh-sungguh mewujudkan keimanan itu di luar qalbu, yakni dengan aplikasi amal, baik amal ibadah maupun amal sholeh (kebajikan-kebajikan) dalam bentuk yang sangat luas.

Jika ia mendapatkan realitas yang bertentangan bertentangan dengan iman, maka ia pun akan bermujahadah (bersungguh-sungguh) dengan harta dan jiwanya untuk menyeru dan mengajak kepada keimanan dan amal.

Para ulama mengatakan bahwa mujahadah itu harus memenuhi 2 syarat:

1. Sungguh-sungguh  ( جِدِّ يَّةٌ )
2. Terus-menerus  ( إِسْتِمَرَارِيَّةٌ )
Inilah Iman yang Benar.
Seperti yang disebutkan Allah dalam QS. Al Hujurat (49) ayat 15 diatas :

أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ (mereka itulah orang-orang yang benar)

→ ini maknanya: إنهم مؤمنون  (merekalah yang disebut mu’minun).
Orang beriman yang benar.

Bukan seperti yang disebutkan dalam QS Al Hujurat [49] : 14 tentang sebagian orang Badui yang mengaku beriman,

قَالَتِ الْأَعْرَابُ ءَامَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Orang-orang Arab Badui itu berkata, “Kami telah beriman”. Katakanlah (kepada mereka), “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, “Kami telah tunduk”, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

→ Mereka belum beragama dan beriman secara baik dan sempurna, masih perkataan lahiriah saja, belum menghujam di dalam hati.

Keyakinan yang sempurna ini pun semakna dengan yang diwahyukan Allah pada QS. Fushshilat (41) ayat 30 :

…إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Tuhan kami ialah ALLAH’  kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka..”

→ Sekali lagi “tsummas-taqaamuu” (kemudian mereka meneguhkan pendirian/keyakinan mereka).

Bersambung..

Wallaahua’alamu bisshawab..

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SYAHADAT

Rabu, 25 Muharam 1438 H/26 Oktober 2016

Aqidah

Ustadzah Novria Flaherti
============================

SYIRIK (MENYEKUTUKAN ALLAH)

Sikap adalah menyekutukan Allah SWT dalam zat, sifat, perbuatan dan ibadah.

® Zat yaitu Meyakini bahwa Zat Allah sama dengan zat makhluk-Nya.

® Sifat yaitu Meyakini bahwa sifat Allah sama dengan sifat makhluk-Nya.

® Perbuatan yaitu Meyakini bahwa makhluk yang mengatur alam semesta dan rezeki ummat manusia.

® Ibadah yaitu Menyembah selain Allah SWT dan mengagungkannya, mencintainya seperti kepada Allah SWT

BENTUK SYIRIK

© Menyembah patung atau berhala.

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا.

“Ingatlah ketika ia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya; ‘Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?.'” (QS. Maryam: 42)

© Menyembah Matahari.

 وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.” (QS. Fushshilat: 37)

© Menyembah Malaikat dan Jin.

وَجَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ ۖ وَخَرَقُوا لَهُ بَنِينَ وَبَنَاتٍ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يَصِفُونَ.

“Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): “Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan”, tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat- sifat yang mereka berikan.” (QS. Al-An’am: 100)

© Menyembah para Nabi.

وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ۖ ذَٰلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ ۖ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ ۚ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ ۚ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ.

“Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al-Masih itu putera Allah”. Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?.” (QS. At-Taubah: 30)

© Menyembah Rahib atau Pendeta.

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ.

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At-Taubah: 31)

© Menyembah Taghut

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ ۚ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ.

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang- orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An-Nahl: 36)

© Menyembah Hawa Nafsu.

 أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ.

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka, siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?.” (QS. Al-Jatsiyah: 23)

MACAM-MACAM SYIRIK

1. Syirik Besar (Asy-Syirkul Akbar)
• Tampak (Zhahir)
• Tersembunyi (Khafiy)

2. Syirik Kecil (Asy-Syirkul Asghar)

® Syirik Besar (Asy-Syirkul Akbar)

• Yaitu tindakan menyekutukan Allah SWT dengan makhluk-Nya. Syirik besar tak akan diampuni dan tak akan masuk surga.

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا.

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh- jauhnya.” (QS. An-Nisa: 116)

• Syirik Besar Zhahir

° Menyembah bintang, matahari, bulan, patung, batu, pohon besar, manusia, malaikat, jin dan setan.

• Syirik Besar Khafiy

° Meminta kepada orang yang telah mati dengan keyakinan mereka bisa memenuhi permintaan mereka.

° Menjadikan seseorang sebagai pembuat hukum, menghalalkan dan mengharamkan seperti halnya Allah SWT.

° Tindakan yang mengarah kepada kesyirikan, tetapi tingkatannya belum sampai keluar dari tauhid (hanya mengurangi kemurnian tauhid).

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka, perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 264)

® Syirik Kecil (Asy-Syirkul Asghar)

• Syirik Kecil Zhahir.

° Berupa pernyataan ataupun perbuatan.

° Contoh bersumpah dengan nama selain Allah, seperti “Demi Nabi!”, “Demi Ka’bah!”.

° “Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah SWT, ia telah kafir dan musyrik.” (HR. Tirmidzi)

 ° Contoh lain: memakai jimat dengan keyakinan jimat itu akan memberikannya keselamatan.

• Syirik Kecil Khafiy

° Berupa niat atau keinginan, seperti riya’ dan sum’ah.

° Contohnya: membaca Al-Qur’an dengan merdu agar dipuji orang lain.

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ. الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ.

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya.” (QS. Al-Ma’un: 4-6)

BAHAYA SYIRIK

• Kezaliman yang nyata (QS. 31:13)
• Sumber khurafat
• Sumber ketakutan dan kesengsaraan (QS. 3:151)
• Merendahkan derajat manusia (QS. 22:31)
• Menghancurkan kecerdasan manusia (QS. 10: 18)
• Tak akan mendapatkan ampunan dan kekal di neraka selama-lamanya (QS. 5:72)

SEBAB-SEBAB SYIRIK

• Kebodohan
• Lemahnya iman
• Taklid buta (QS. 7: 28)

® Sumber
• Al-Qur’anul Kariim
• Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah. 2009- Modul Tarbiyah Islamiyah. Jakarta: Rabbani Press
• Iman Rukun Hakikat dan yang Membatalkannya; Muhammad Nuaim Yasin; alih bahasa Tete Qomarudin; Assyamil Press;  Bandung 2001

Perbuatan dan Keyakinan Yang Membuat Pelakunya menjadi kafir dari Islam

Jumat, 20 Muharram 1438H / 21 Oktober 2016

AQIDAH

Pemateri: Ustadz Farid Nu’man Hasan

Berikut ini tertera dalam kitab Minhajul Muslim, karya Syaikh Abu Bakar bin Jabir Al Jazairi Rahimahullah:

1. Siapa pun  yang memaki Allah ﷻ, atau seorang Rasul dari rasul-rasulN, atau malaikat-malaikatNya ‘Alaihimussalam, maka dia kafir.

2. Siapa pun yang mengingkari rububiyah Allah ﷻ, atau risalahnya seorang Rasul, atau menyangka bahwa adanya seorang nabi setelah penutup para Nabi, Sayyidina Muhammad ﷺ, maka dia kafir.

3. Siapa pun yang mengingkari sebuah kewajiban diantara kewajiban-kewajiban syariat yang telah disepakati, seperti shalat atau zakat atau shaum atau haji atau berbakti kepada kedua orang tua atau jihad misalnya, maka dia kafir.

4. Siapa pun yang membolehkan hal-hal yang telah disepakati keharamannya, dan termasuk perkara yang telah diketahui secara pasti dalam agama, seperti zina, atau meminum khamr, atau mencuri, atau membunuh, atau sihir misalnya, maka dia kafir.

5. Siapa pun yang mengingkari satu surat saja dalam Al Quran, atau satu ayat, atau satu huruf saja, maka dia kafir.

6. Siapa pun yang mengingkari satu sifat saja di antara sifat-sifat Allah ﷻ, seperti Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Pengasih, maka dia kafir.

7. Siapa pun yang terang-terangan meremehkan ajaran agama baik pada kewajibannya, stau sunah-sunahnya, atau mengejeknya, atau melecehkannya, atau melempar mushaf ke tempat kotor, atau menginjaknya dengan kaki, menghina dan melecehkannya, maka dia kafir.

8. Siapa pun yang meyakini tidak ada hari kebangkitan, tidak ada siksaan, dan tidak ada kenikmatan pada hari kiamat nanti, atau menganggap azab dan nikmat itu hanyalah bermakna maknawi (tidak sebenarnya), maka dia kafir.

9. Siapa pun yang menyangka bahwa para wali lebih utama dibanding para nabi, atau menyangka bahwa ibadah telah gugur bagi para wali, maka dia telah kafir.

Semua hal ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan) umumnya kaum muslimin, setelah firman Allah Ta’ala:

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”

“Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah mela’nati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal.”
 (QS. At Taubah: 65-66)

Maka, ayat ini menunjukkan bahwa setiap orang yang terang-terangan mengolok-olok Allah, atau sifat-sifatNya, atau syariatNya, atau RasulNya, maka dia kafir.

Maroji:
Syaikh Abu Bakar bin Jabir Al Jazairi, Minhajul Muslim, Hal. 378-379. Cet. 4. 1433H-2012M. Maktabah Al ‘Ulum wal Hikam. Madinah

Perbuatan dan Keyakinan yang Membuat Pelakunya menjadi Kafir dari Islam

Rabu, 18 Muharam 1438 H/19 Oktober 2016

Aqidah

Ustadz Farid Nu’man Hasan

============================

Berikut ini tertera dalam kitab Minhajul Muslim, karya Syaikh Abu Bakar bin Jabir Al-Jazairi Rahimahullah:

1. Siapa pun yang memaki Allah ﷻ, atau seorang Rasul dari rasul-rasul-Nya, atau malaikat-malaikat-Nya ‘Alaihimussalam, maka dia kafir.

2. Siapa pun yang mengingkari rububiyah Allah ﷻ, atau risalahnya seorang Rasul, atau menyangka bahwa adanya seorang nabi setelah penutup para Nabi, Sayyidina Muhammad ﷺ, maka dia kafir.

3. Siapa pun yang mengingkari sebuah kewajiban diantara kewajiban-kewajiban syariat yang telah disepakati, seperti shalat atau zakat atau shaum atau haji atau berbakti kepada kedua orang tua atau jihad misalnya, maka dia kafir.

4. Siapa pun yang membolehkan hal-hal yang telah disepakati keharamannya, dan termasuk perkara yang telah diketahui secara pasti dalam agama, seperti zina, atau meminum khamr, atau mencuri, atau membunuh, atau sihir misalnya, maka dia kafir.

5. Siapa pun yang mengingkari satu surat saja dalam Al-Qur’an, atau satu ayat, atau satu huruf saja, maka dia kafir.

6. Siapa pun yang mengingkari satu sifat saja di antara sifat-sifat Allah ﷻ, seperti Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Pengasih, maka dia kafir.

7. Siapa pun yang terang-terangan meremehkan ajaran agama baik pada kewajibannya, atau sunah-sunahnya, atau mengejeknya, atau melecehkannya, atau melempar mushaf ke tempat kotor, atau menginjaknya dengan kaki, menghina dan melecehkannya, maka dia kafir.

8. Siapa pun yang meyakini tidak ada hari kebangkitan, tidak ada siksaan, dan tidak ada kenikmatan pada hari kiamat nanti, atau menganggap azab dan nikmat itu hanyalah bermakna maknawi (tidak sebenarnya), maka dia kafir.

9. Siapa pun yang menyangka bahwa para wali lebih utama dibanding para nabi, atau menyangka bahwa ibadah telah gugur bagi para wali, maka dia telah kafir.

Semua hal ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan) umumnya kaum muslimin, setelah firman Allah Ta’ala:

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”

Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah mela’nati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal. (QS. At-Taubah: 65-66)

Maka, ayat ini menunjukkan bahwa setiap orang yang terang-terangan mengolok-olok Allah, atau sifat-sifat-Nya, atau syariat-Nya, atau Rasul-Nya, maka dia kafir.

(Selesai)

Syaikh Abu Bakar bin Jabir Al-Jazairi, Minhajul Muslim, Hal. 378-379. Cet. 4. 1433H-2012M. Maktabah Al-‘Ulum wal Hikam. Madinah

Syarat-Syarat Di Terimanya Syahadat

Rabu, 04 Muharam 1437 H/ 05 Oktober 2016

Aqidah

Ustadzah Prima Eyza

Syarat-Syarat Di Terimanya Syahadat

============================

Assalaamu ‘alaikum wrwb..

Apa kabar, adik-adik…??  Kita bertemu kembali dalam seri materi Aqidah yang kali ini mengangkat tema tentang “Syarat-Syarat Diterimanya Syahadatain”.

Syahadatain, yakni ucapan dua kalimat syahadat, bukanlah sekedar perkataan ringan yang hanya mewakili kebiasaan, rutinitas, atau sebatas slogan-slogan keIslaman kita. Melainkan rangkaian dua kalimat tersebut adalah ikrar, janji, dan sekaligus sumpah kita bahwa tidak ada Ilaah yang dituhankan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad saw itu adalah benar utusan-Nya. Maka, para ulama merangkum dalil-dalil dan penjelasan tentang konsekuensi atau syarat-syarat yang harus dipenuhi agar syahadat tersebut diterima sebagai syahadat yang benar di sisi Allah.

Hasan al Bashri rahimahullah, seorang ulama tabi’in, pernah bertanya kepada seseorang, “Apa yang engkau persiapkan untuk kematian?”  Orang itu mengatakan, “Persaksian (syahadat) Laa Ilaaha illallaah.”  Hasan al Bashri mengatakan,”Sesungguhnya bersama persaksian itu ada syarat-syarat (yang harus dipenuhi).”  (Siyaar A’laamin Nubalaa’ [4/584]).

Dalam atsar yang lain juga disebutkan:

قِيلَ لِوَهْبِ بْنِ مُنَبِّهٍ أَلَيْسَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مِفْتَاحُ الْجَنَّةِ قَالَ بَلَى
وَلَكِنْ لَيْسَ مِفْتَاحٌ إِلَّا لَهُ أَسْنَانٌ فَإِنْ جِئْتَ بِمِفْتَاحٍ لَهُ أَسْنَانٌ فُتِحَ لَكَ وَإِلَّا لَمْ يُفْتَحْ لَكَ

Ditanyakan kepada Wahab bin Munabbih, “Bukankah Laa Ilaaha illallaah itu merupakan kunci surga?”  Wahab menjawab, “Benar. Tetapi tidak dinamakan kunci kalau tidak mempunyai gerigi. Jadi, jika kamu datang dengan membawa kunci bergerigi tentu kamu akan dibukakan, dan jika tidak demikian, pasti tidak dibukakan untukmu.” (Hilyatul Awliyaa’ (4/66), (at Taarikhul Kabiir [1/95]).

Wahab bin Munabbih adalah juga salah seorang ulama tabi’in. Beliau murid dari beberapa orang sahabat Nabi saw, diantaranya Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abu Sa’id al-Khudriy, Nu’man bin Basyir, Jabir bin Abdillah, dan Ibnu Umar. Imam Bukhari meriwayatkan hadits yang melalui jalur Wahab bin Munabbih tidak kurang dalam 2 riwayat, sedangkan Imam Muslim meriwayatkan tidak kurang dari 4 hadits.

Kandungan makna dari apa yang dikatakan oleh Wahab bin Munabbih di atas adalah bahwa tidak cukup bagi seseorang hanya sekedar mengucapkan syahadat sebatas lafaz-lafaz di lisan saja. Melainkan lebih jauh dari itu, ia haruslah menjalankan konsekuensi atau syarat-syarat dari ucapan syahadat tersebut. Konsekuensi/syarat dari ucapan syahadat adalah ibarat gerigi bagi sebuah kunci. Adalah benar bahwa syahadat Laa Ilaaha illallaah adalah kunci surga, namun konsekuensi yang harus dilaksanakan setelah mengucapkan syahadat tersebut adalah gerigi yang menentukan apakah pintu (surga) itu bisa terbuka atau tidak oleh kuncinya.

Jadi, syahadat yang memenuhi syarat itu bagaikan kunci yang bergerigi. Apabila salah satu gerigi kunci patah, maka kunci tersebut tentu tidak bisa digunakan. Maka, syahadat yang dikatakan sebagai kunci surga tentu tidak akan berfungsi sebagai pembuka pintu surga jika salah satu konsekuensi/syarat-syarat syahadat tersebut tidak terpenuhi. Sehingga, syarat-syarat syahadat itu tidak bisa tidak, harus terpenuhi semuanya, tidak boleh ada yang rusak atau tidak sempurna.

SYARAT PERTAMA:

الْعِلْمُ اَلْمُنَافِيْ لِلْجَهْلِ

1⃣ ILMU YANG MENIADAKAN KEBODOHAN

Seseorang yang bersyahadat harus memiliki ilmu tentang syahadat yang diucapkannya. Orang yang bersyahadat tanpa mengetahui dan memahami makna/kandungannya, maka syahadatnya tidak diterima.

Allah berfirman:

شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ وَالْمَلائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”  (QS Ali ‘Imran [3] : 18)

Dalam ayat diatas sangat jelas bahwa subjek yang diakui syahadat (persaksian)-Nya hanyalah tiga pihak, yakni: Allah, malaikat, dan orang-orang yang berilmu. Bermakna pula bahwa syahadat orang-orang yang berilmu bahkan disejajarkan dengan syahadatnya Allah dan para malaikat.
Disebutkannya syahadat orang yang berilmu setelah syahadatnya malaikat dalam ayat tersebut juga merupakan pujian dari Allah, bahwa syahadat orang-orang yang berilmu adalah syahadat yang:
kokoh dan benar.
Paling kuat ikatannya kepada Allah (sebagaimana para malaikat).

Dalam Al Quran, Allah juga memerintahkan agar kita memiliki ilmu (memahami) لاإله إلا الله (yakni ucapan syahadat tauhid kita). Allah berfirman:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا الله …

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah …”  (QS Muhammad [47] : 19)

Kata  فَاعْلَمْ  yang maknanya: ketahuilah/fahamilah/ilmuilah, dalam ayat tersebut disampaikan dalam bentuk perintah. Hukum asal dari setiap bentuk perintah dalam Al Quran adalah WAJIB. Sehingga ayat tersebut dengan jelas-jelas memahamkan kepada kita bahwa Allah memerintahkan untuk wajib mempelajari/memahami  لَا إِلَهَ إِلا الله , yakni syahadat kita. Sekali lagi, perintahnya adalah : mengilmui/mempelajari hingga faham.
Untuk apa? Agar syahadat tersebut menjadi pondasi yang kokoh bagi keimanan kita. Syahadat yang hanya sekedar ikut-ikutan saja, tidak difahami dan diilmui, maka tidak akan menghasilkan keimanan yang kokoh dan teguh. Ingatlah bahwa keimanan itu akan senantiasa diuji (QS Al Ankabuut [29] : 2-3)
→ Bagi yang punya ilmu (faham), akan mantap dalam menjalani ujian.
→ Bagi yang hanya ikut-ikutan, tentu akan mudah goyah dan jatuh.

Dalam salah satu haditsnya, diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا الله دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Barangsiapa mati sedangkan dia mengetahui (memahami/memiliki ilmu) لا إله إلا الله  maka ia masuk surga.” (HR. Muslim)

Maka, mati dengan mengilmui/memahami syahadat adalah bagian dari ajaran Nabi saw.

Disamping itu, tentulah kita faham tentang kaitan erat antara ilmu dan komitmen. Yakni bahwa pengetahuan/ilmu itu akan melahirkan keyakinan yang mantap. Keyakinan yang mantap akan melahirkan kesetiaan. Kesetiaan akan melahirkan komitmen. Demikianlah orang-orang yang mengilmui dan faham akan syahadatnya. Ia akan yakin, setia, dan komitmen melaksanakan segala konsekuensi dari syahadatnya.
Tepatlah nasehat Imam Bukhari :

 الْعِلْمُ قَبْلَ الْقَوْلِ وَالْعَمَلِ

“Ilmu itu sebelum berucap
dan berbuat (beramal).”  (Dalam Shahih al-Bukhari, kitab “al-‘Ilmu”,
bab “al-‘Ilmu Qobla al-Qoul wa al-‘Amal”)

Diriwayatkan pula bahwa pernah terjadi sebuah dialog antara Rasulullah saw dan pemuka-pemuka Quraisy,

فَقَالَ أَبُو طَالِبٍ يَا ابْنَ أَخِي إِنَّ قَوْمَكَ يَشْكُونَكَ يَزْعُمُونَ أَنَّكَ تَشْتُمُ آلِهَتَهُمْ وَتَقُولُ وَتَقُولُ وَتَفْعَلُ وَتَفْعَلُ
فَقَالَ يَا عَمِّ إِنِّي إِنَّمَا أُرِيدُهُمْ عَلَى كَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ تَدِينُ لَهُمْ بِهَا الْعَرَبُ وَتُؤَدِّي إِلَيْهِمْ بِهَا الْعَجَمُ الْجِزْيَةَ
قَالُوا وَمَا هِيَ نَعَمْ وَأَبِيكَ عَشْرًا
قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
قَالَ فَقَامُوا وَهُمْ يَنْفُضُونَ ثِيَابَهُمْ وَهُمْ يَقُولُونَ { أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ }.

“Musyrikin Quraisy tengah mengadukan Rasul saw —yang menda’wahkan Islam— kepada Abu Thalib. Rasul saw datang dan hendak duduk di sebelah paman beliau tetapi Abu Jahal benci sehingga tidak ada lagi tempat duduk kecuali di dekat pintu.
Abu Thalib berkata kepada Rasul saw,“Wahai anak saudaraku, kaummu mengadukanmu dan menuduhmu bahwa kamu telah menghina tuhan-tuhan mereka dan kamu berkata ini-itu serta berbuat ini-itu.”
Rasul saw menjawab,“Wahai Pamanku, sesungguhnya aku hanyalah menginginkan dari mereka SATU KALIMAT. Dengan kalimat itu ditundukkan bagi mereka bangsa Arab, dan disampaikan kepada mereka jizyah dari bangsa Non-Arab.”
Musyrikin Quraisy lalu berkata,”Ya, demi bapakmu, sepuluh (kalimat pun kami mau)!”
Rasul saw berkata,”(Ucapkanlah) لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ.”
Rasulullah saw lalu bersabda,”Mereka langsung berdiri sambil mengibaskan pakaian mereka dan berkata, ‘Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.’ (QS Shaad [38] : 5)
Kemudian Rasulullah saw membacakan hingga ayat 8.”
(HR. Ahmad dalam Musnad Ahmad, bab Bidayah Musnad Abdullah bin Abbas, Juz 7, hlm. 277)

Nah, lihatlah orang-orang kafir dan musyrik itu, mereka tidak mau mengucapkan  لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ  karena mereka tahu arti dan maknanya (sebab mereka berbahasa Arab), bahwa tidak ada yang boleh dituhankan melainkan hanya Allah saja satu-satunya. Sementara mereka menyembah ratusan berhala, mereka percaya ramalan, mereka meyakini dukun dan tukang tenung, dan lain-lain prilaku jahiliyah yang bermuatan syirik (mempersekutukan Allah).
Maka kita, yang betul beriman, betul berTuhan hanya kepada Allah saja dan terus-menerus mengucapkan syahadat, tentulah harus memahami dan meyakini kebenaran mutlak makna yang terkandung di dalam syahadat tersebut.

Rasulullah saw juga mengajarkan kita untuk memperbaharui/menyegarkan iman dengan mengucapkan  لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ.
Rasulullah saw bersabda:

جَدِّدُوا إِيمَانَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ نُجَدِّدُ إِيمَانَنَا قَالَ أَكْثِرُوا مِنْ قَوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا الله

“Perbaharuilah iman kalian.” Ditanyakan, “Wahai Rasulullah, bagaimana caranya kami memperbaharui iman kami?” Bersabda Rasulullah saw, “Perbanyaklah mengucapkan  لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ.”  (HR. Ahmad)

Tentu syahadat yang dimaksudkan dapat memperbaharui keimanan adalah syahadat yang difahami. Karena syahadat yang difahami, semakin diucapkan akan semakin diyakini dan semakin kuat komitmen kepada syahadat tersebut. Banyak mengucapkan syahadat tanpa memahami maknanya, tentu tidak juga akan bisa menghayati dan menepatinya, sehingga tidak berpengaruh apa-apa untuk memperbaharui keimanan.

SYARAT KEDUA:

اَلْيَقِيْنُ اَلْمُنَافِيْ لِلشَّكِّ

KEYAKINAN YANG MENGHILANGKAN KERAGUAN

Wallaahu a’lam bishshowab…

– Bersambung –

Dipersembahkan oleh:
www.manis.id

Sebarkan! Raih pahala
============================
Ikuti Kami di:
– Telegram : @majelismanis
– Fans Page : /majelismanis
– Twitter : @grupmanis
– Instagram : @majelismanis
– Play Store : Majelis Iman Islam
– Join Grup WA : http://bit.ly/2dg5J0c

Syurutu Qabulisy Syahadatain

📆 Rabu, 04 Muharam 1437 H/ 05 Oktober 2016

📗 Aqidah

📝 Ustadzah Novria Flaherti, S.si.

📖 Syurutu Qabulisy Syahadatain
============================
🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Adik-adik MFT Syahadat yang kita ucapkan merupakan azaz/landasan dari rukun Islam. Dengan syahadat yg kita ucapkan maka kita menjadi muslim.. Agar diterimaNya syahadat yang kita ucapkan, ada syaratnya.. Beberapa syarat antara lain… ( lanjutan dari 1. Ilmu yang menolak kebodohan dan 2. Keyakinan yang menolak keraguan)

3⃣Keikhlasan dan bebas dari kemusyrikan

Syahadatain harus diucapkan dengan ikhlas karena Allah dan tidak ada niat lain selain mengharap ridhaNya. Niat yang tidak ikhlas termasuk syirik, padahal Allah tidak mengampuni dosa kemusyrikan.

Allah berfirman dalam Alquran surat Al-Bayyinah ayat :5

وَمَاۤ اُمِرُوْۤا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَـهُ الدِّيْنَ    ۙ  حُنَفَآءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ  
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).”

Dan dalam surat Ak-Kahfi Ayat: 110, Allah SWT berfirman:

قُلْ اِنَّمَاۤ اَنَاۡ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَاۤ اِلٰهُكُمْ اِلٰـهٌ وَّاحِدٌ  ۚ  فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْالِقَآءَ رَبِّهٖ فَلْيَـعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًـاوَّلَايُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖۤ اَحَدًا

“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia menyekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya”.

4⃣ Jujur bukan Dusta

Syahadat harus diucapkan dengan sejujurnya, bukan dengan dusta. Kemunafikan merupakan perbuatan yang sangat tercela sehingga Allah menyiksa orang-orang munafik diatas neraka.

Allah berfirman dalamAl-Quran surat Al- Baqorah ayat: 8-9
وَمِنَ النَّاسِ  مَنْ يَّقُوْلُ اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَبِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِيْنَ
“Dan di antara manusia ada yang berkata, “Kami beriman kepada Allah dan hari akhir,” padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.”
(QS. Al-Baqarah: Ayat 8)
يُخٰدِعُوْنَ اللّٰهَ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا  ۚ  وَمَا يَخْدَعُوْنَ اِلَّاۤ اَنْفُسَهُمْ  وَمَا يَشْعُرُوْنَ
“Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari.”
(QS. Al-Baqarah: Ayat 9)

Dan Quran Surat Al-Ahzab ayat 23-24, Allah SWT berfirman:
مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ رِجَالٌ صَدَقُوْا مَا عَاهَدُوا اللّٰهَ عَلَيْهِ ۚ  فَمِنْهُمْ مَّنْ قَضٰى نَحْبَهٗ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّنْتَظِرُ   ۖ   وَمَا بَدَّلُوْا تَبْدِيْلًا
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya),”
(QS. Al-Ahzab: Ayat 23)

لِّيَجْزِيَ اللّٰهُ الصّٰدِقِيْنَ بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ الْمُنٰفِقِيْنَ اِنْ شَآءَ اَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ    ؕ  اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا  
“agar Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan mengazab orang munafik jika Dia kehendaki, atau menerima tobat mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
(QS. Al-Ahzab: Ayat 24)

5⃣ Cinta yang menolak kebencian

Syahadatain harus disertai dengan kecintaan bukan dengan kebencian ataupun pura2 cinta. Hal ini akan dapat dicapai bila proses syahadatain dilakukan melalui syarat-syarat diatas.

Firman Allah dalam QS Al-Baqorah ayat :165

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ  ؕ  وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ  ؕ  وَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ ۙ   اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًا ۙ  وَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal).”

Dan QS Al-Anfal ayat: 2
Allah SWT berfirman:

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal,”
(QS. Al-Anfal: Ayat 2)

6⃣ Menerima yang jauh dari penolakan

Tidak ada alasan untuk menolak syahadatain dan konsekuensinya karena ia hanya akan mendatangkan
Kebaikan di dunia maupun di akhirat.

Allah SWT berfirman:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ  حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْۤ اَنْفُسِهِمْ  حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
(QS. An-Nisa’: Ayat 65)

7⃣ Pelaksanaan yang jauh dari sikap statis atau diam

Para ulama menyebut bahwa iman harus meliputi keyakinan di hati, ikrar dengan lisan, dan amal dengan angota badan.

Dalam QS An-Nur ayat 51 dan 46, Allah SWT berfirman:

اِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذَا دُعُوْۤا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ لِيَحْكُمَ  بَيْنَهُمْ اَنْ يَّقُوْلُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا  ؕ  وَاُولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami taat.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. An-Nur: Ayat 51)

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَ اٰ تُوا الزَّكٰوةَ وَاَطِيْـعُوا الرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul (Muhammad), agar kamu diberi rahmat.”
(QS. An-Nur: Ayat 56)

Dan dalam QS Luqman, Allah SWT berfirman:
وَمَنْ يُّسْلِمْ وَجْهَهٗۤ اِلَى اللّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ  بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى  ؕ  وَاِلَى اللّٰهِ عَاقِبَةُ الْاُمُوْرِ
“Dan barang siapa berserah diri kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul (tali) yang kukuh. Hanya kepada Allah kesudahan segala urusan.”
(QS. Luqman: Ayat 22)

Jika syarat-syarat diterimanya syahadat telah terpenuhi, maka akan terdapat pada diri seorang muslim itu kerelaan untuk diatur oleh Allah SWT, Rasulullah dan Islam dalam kehidupannya sehari-hari tanpa adanya keberatan karna rasa cintanya akan Rabbnya dan Rasulnya.

Semoga kita selalu istiqamah berada di jalan ini, jalan kebenaran hingga sampai ke garis finish, syurgaNya kelak… aamiin.

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

Dipersembahkan oleh:
www.iman-islam.com

📲Sebarkan! Raih pahala
============================
Ikuti Kami di:
📱 Telegram : https://is.gd/3RJdM0
🖥 Fans Page : https://m.facebook.com/majelismanis/
📮 Twitter : https://twitter.com/grupmanis
📸 Instagram : https://www.instagram.com/majelismanis/
🕹 Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=id.manis