Ketika Banyak yang Iri Saat Kita Menghafal Al-Qur’an

0
137

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

📝 Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I

Dalam bahasa Arab, iri ini dikenal dengan sebutan hasad, sedangkan pelakunya disebut hasid atau hasud.

Irinya mereka kepada para penghafal al-Qur’an setidaknya dapat dibedakan ke dalam dua jenis iri. Ada iri yang negatif, di mana seseorang tidak suka ketika orang lain mendapat nikmat, tak jarang malah mengusahakan agar nikmat tersebut hilang darinya, bahkan bisa saja ada keinginan di dalam hatinya untuk merampas nikmat tersebut. Namun ada juga iri yang postif, yaitu ketika seseorang menginginkan nikmat yang diperoleh orang lain, tetapi tanpa ada sedikit pun perasaan di hatinya agar nikmat itu hilang dari orang tersebut. Iri yang satu ini lebih dikenal dengan sebutan ghibthah. Kesimpulannya, hasad adalah perbuatan tercela, sementara ghibthah tidak tercela (terpuji).

Orang yang iri dengan kategori pertama biasanya hidupnya tidak bahagia, sebagaimana pepatah Arab; alhasud la yasud (orang yang iri itu tidak akan bahagia). Jika orang lain iri, dalam hal ini tidak suka kalian menghafal al-Qur’an, maka kalian sebagai orang yang sadar bahaya iri semacam ini, jangan sekali-kali ikut membenci mereka. Bahkan seharusnya kalian berusaha menyelamatkan mereka dari bahayanya sifat iri tersebut. Tetap cintai mereka, niscaya mereka sadar dari kesalahannya itu. Rasulullah saw. bersabda:

“Kalian tidaklah masuk surga hingga kalian beriman, dan kalian tidaklah beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim)

Sebagai penghafal al-Qur’an, sudah saatnya kalian menampilkan sikap-sikap dan perilaku-perilaku yang mulia, sehingga orang lain juga berkeinginan menghafal al-Qur’an bersama kalian karena timbulnya ghibthah di dalam hati mereka. Bahkan, Rasulullah saw. sendiri dengan jelas menyebutkan bahwa iri kepada para penghafal dan pembaca al-Qur’an merupakan salah satu jenis iri yang sangat mulia. Beliau bersada:

“Tidak ada hasad (yang terpuji dan dibenarkan) kecuali pada dua orang; seseorang yang diberikan oleh Allah karunia berapa al-Qu’ran, kemudian ia membacanya di waktu malam dan siang hari, lalu salah seorang tetangganya mendengarkan (bacaan al-Qur’an)nya dan berkata: (Duhai kiranya aku diberi seperti yang diberikan kepada si Fulan, sehingga aku bisa mengamalkan seperti yang diamalkannya’, dan seorang yang dilimpahkan oleh Allah baginya harta, kemudian ia membelanjakannya di (jalan) yang benar, lalu ada orang lain berkata: ‘Duhai kiranya aku diberi seperti yang diberikan kepada si Fulan, sehingga aku bisa mengamalkan seperti apa yang diamalkannya’.” (HR. Ahmad).

Hasad yang dimaksud oleh Rasulullah saw. dalam hadits tersebut adalah ghibthah. Ibn Hajar al-‘Asqalani (w. 852 H) di dalam Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari mengatakan bahwa hasad yang disebut dalam hadits tersebut adalah hasad majazi, bukan yang haqiqi sebagaimana pengertian hasad yang dikemukakan di atas.

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : https://www.instagram.com/majelis_manis/?igshid=YmMyMTA2M2Y%3D

Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here