🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃
📝 Pemateri: Ustadzah Rochma Yulika
Menjadi manusia baru mungkin seperti itu tepatnya. Sebenarnya ketika ingin menjadi manusia baru atau suasana baru atau mungkin cara hidup baru, hal itu sudah ada dalam agama kita. Apa itu? Yakni hijrah itu sendiri sebuah keadaan yang menjadikan manusia berubah menjadi baru dan selalu melakukan pembaharuan terhadap amal dan akhlak yang sesuai dengan syariat.
Mengapa kita harus melakukan pembaruan dalam banyak hal ketika kita menjalani “New Normal” (dibaca hijrah)? Karena manusia tidak selalu dalam satu keadaan mengingat betapa sering berubahnya kondisi keimanan yang kadang bertambah dan berkurang. Maka menjaganya dalam kebaikan butuh keistiqomahan dalam beramal.
Istiqomah sendiri bukan keadaan yang stagnan, tapi selalu berproses dan progres dalam melakukan ibadah agar imannya terjaga. Kita tentu sudah sangat paham bahwa iman kita bertambah seiring dengan ketaatan dan berkurang selaras dengan kemaksiatan. Oleh karena itu dibutuhkan konsistensi dalam melakukan amal dan selalu mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan.
Sebulan kita menjalani Ramadhan. Orang memahami Ramadhan dalam arti yang sempit yakni bulan kita beramal. Namun bila kita memahami secara lebih luas justru Ramadhan itu adalah bulan dimana kita berlatih untuk beramal sebagai modal kita menjalani 11 bulan berikutnya sampai kita bertemu Ramadhan lagi.
Mengapa setahun sekali kita harus ditempa oleh Ramadhan? Lantaran Allah tahu bahwa akan ada kondisi manusia mengalami penurunan maknawiyah maka dari itu butuh diupgrade.
Setelah tiba syawal, suasana euforia lebaran biasanya melenakan diri kita. Bagaimana tidak? Kita ketemu saudara, kita ketemu banyak makanan, asyik ngobrol sembari ngemil. Itu tradisi yang dari tahun ke tahun akan kita temui. Bahkan kita pun termasuk pelakunya. Lantas kita lalai untuk tilawah, shalat pun buru-buru segera menemui tamu. Padahal kita tahu itu hanya tradisi yang berlalu. Apakah salah? Tidak! Banyak kebaikannya tetapi jangan lalai tugas kita dan pemenuhan hak Allah yang sudah kita lakukan selama Ramadhan.
Apakah amal-amal kebaikan yang terbiasa kita kerjakan di bulan itu pudar setelah puasa berakhir?
Jawabannya ada pada kisah berikut ini:
Imam Bisyr bin al-Harits al-Hafi pernah ditanya tentang orang-orang yang (hanya) rajin dan sungguh-sungguh beribadah di bulan Ramadhan, maka beliau menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang sangat buruk, (karena) mereka tidak mengenal hak Allah kecuali hanya di bulan Ramadhan, (hamba Allah) yang shaleh adalah orang yang rajin dan sungguh-sungguh beribadah dalam setahun penuh”.
Demi Allah, inilah hamba Allah Ta’ala yang sejati, yang selalu menjadi hamba-Nya di setiap tempat dan waktu, bukan hanya di waktu dan tempat tertentu.
Masa pandemi covid ini ada hal yang berbeda. Satu sisi kita syukuri karena kita lebih banyak di rumah dan untuk melakukan banyak ibadah jauh lebih mudah.
Contoh saja ketika kita bepergian melintasi banyak kota karena harus mudik dan sebagainya, saat harus menyegerakan syawal atau bayar hutang puasa berat. Nunggu nanti stay di rumah. Betul? Nah saat ini kesempatan kita untuk mendidik diri kita istiqamah menjalankan amaliyah Ramadhan di bulan setelahnya.
Banyak dari cerita yang kita dapati dan pengalaman spiritual dari kawan yang mengatakan bahwa mereka sejak tanggal 2 syawal sudah menjalankan puasa. Dan merasakan kembali kehadiran Ramadhan dalam hidupnya.
Ternyata Ramadhan tak meninggalkan kita bukan? Kita masih bisa puasa secara berurutan dengan penuh semangat. Kita juga bisa mengisi waktu dengan menambah tilawah yang tidak cukup 1 juz dalam sehari. Dan tentu masih banyak amalan Ramadhan yang terus kita jalankan secara istiqamah di luar bulan Ramadhan terutawa syawal ini.
Syawal bermakna peningkatan. Meningkat semangatnya, meningkat amalnya, meningkat banyak hal. Bukan hanya berat badan ya yang meningkat.
Nah bagaimana sih kita menjaga keistiqamahan dalam beramal tersebut?
Sesungguhnya pembahasan istiqamah adalah pembahasan yang sangat penting, dan ajaran yang agung, layak bagi setiap muslim dan muslimah untuk memperhatikannya dengan perhatian yang besar.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ. نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ. نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami adalah Allah.’ Kemudian mereka istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, ‘Janganlah kalian takut dan janganlah merasa sedih, dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepada kalian. Kami adalah pelindung-pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan akhirat, di dalamnya kalian memperoleh apa yang kalian inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kalian minta. Sebagai hidangan (bagi kalian) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. Fushshilat: 30-32).
Pertama, ingatlah bahwa kematian akan datang kapan saja maka jangan sampai kita merugi dengan keadaan amal yang lebih buruk dibanding sebelumnya.
Kedua, ingatlah tentang surga dan keridlaan Allah serta panasnya neraka bila tak segera menuju Allah dengan amal kebaikan.
Ketiga, ingatlah bahwa kesempatan tidak akan berulang menghampiri kita. Dan ketika ada waktu yang kita sia-siakan maka ada kesempatan bagi kita karena waktu terus berjalan dan meninggalkan kita.
Keempat, hitunglah seberapa bekal untuk layak tinggal di surga dan bandingkan dengan amalan salafusshalih yang sangat pantas bersanding dengan Rasulullah kelak dan menatap wajah Nya. Sangat jauh rentang amal kita dengan mereka.
Kelima, bertaubatlah karena beratnya kita beramal disebabkan oleh keburukan dan dosa kita. Perbanyak istighfar dari banyak kesalahan yang tak disadari atau disadari. Kita ingat salah satu nasihat dari Khalifaj Utsman bin Affan yang mengatakan, “Bila hatimu bersih tak akan pernah kenyang membaca Al Quran.” Bukan hanya al Quran yang senantiasa ringan kita baca tetapi amal yang lain karena Syekh Imam Ghazali mengatakan “Pekerjaan yang berat adalah membaca Al Quran nmaka kita harus memulainya dengan Ta’awudz”
Keenam, bersungguh-sungguhlah, bermujahadahlah, paksa diri untuk melakukan amal ibadah. Jika perlu dibuat aturan sendiri dan target sehingga kita berupaya sepenuhnya untuk menjalankan apa yang telah kita buat. Memberi reward pada diri sendiri boleh juga menghukum diri sendiri ketika malas juga sangat dianjurkan maka ada istilah mu’aqobah yakni kita harus memberi sanksi ketika diri lalai beramal.
Ketujuh, berdoalah untuk meminta diberikan jalan mudah beribadah. Jika perlu shalat hajat untuk diberikan apa yang kita harapkan.
Semoga Allah istiqomahlan kita dalam menjalankan amal keshalihan hingga ajal menjemput kita.
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : https://www.instagram.com/majelis_manis/?igshid=YmMyMTA2M2Y%3D
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130