๐ฟ๐บ๐๐๐ผ๐๐ท๐น
๐ Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I
Diantara para penghafal al-Qurโan saat ini, selain ada sebagian yang terlalu santai dalam menghafal karena malas, ada juga yang justru nampaknya begitu terburu-buru ingin menyelesaikan hafalannya karena saking tinggi semangatnya. Adanya semangat mereka yang tinggi untuk menghafal al-Qur’an memang sangat baik, tetapi jika semangat tersebut justru disambut dengan sikap terburu-buru hingga akhirnya banyak sesuatu yang penting yang diabaikannya ketika menghafal, maka tentu saja yang demikian itu juga tidak baik. Sangat disayangkan sekali jika seorang penghafal al-Qurโan, hanya karena ingin cepat-cepat menyelesaikan hafalannnya, akhirnya ia tidak memperhatikan cara pengucapan huruf-hurufnya, ketepatan bacaannya, waqaf-waqafnya, dan lain sebagainya. Apalagi jika yang menjadi tujuan utama bukan kualitas hafalan dan bacaan, tetapi gelar atau sertifikat โhafizhโ al-Qurโan. Inilah yang banyak terjadi saat ini.
Jika saja kecepatan menghafal al-Qur’an itu juga dapat diimbangi dengan kualitas, baik dari sisi kelancaran hafalan maupun ketepatan bacaannya, apalagi jika disertai dengan pemahaman terhadap apa yang dihafal, maka tentu saja yang demikian itu bukan sesuatu yang jelek, malah dianggap sangat baik. Karena tidak banyak orang yang mampu melakukannya kecuali mereka yang memang benar-benar dianugerahi kelebihan oleh Allah dalam hal kecerdasan.
Namun, lain lagi jika ternyata sikap terburu-buru itu sama sekali tidak diimbangi dengan kualitas hafalan dan bacaan. Hal ini justru akan malah menyulitkan penghafal itu sendiri. Karena jika hafalan al-Qur’an tidak diimbangi dengan kelancaran, apalagi tidak diimbangi dengan ketepatan bacaannya, justru akan membuat seorang penghafal kesulitan dalam menjaga hafalannya. Inilah yang menyebabkan banyak penghafal al-Qurโan saat ini harus kembali menghafal dari awal padahal sebelumnya mereka sudah sempat menyelesaikan hafalan tersebut dari awal hingga akhir. Tiada lain karena fokus tujuan mereka adalah bagaimana supaya proses menghafalnya cepat beres, tidak peduli apakah ia benar-benar lancar atau malah sebaliknya. Karena tujuannya ingin cepat beres, maka dalam proses menghafalnya sudah pasti mereka hanya mementingkan kuantitas hafalan, bukan kualitasnya. Padahal, sebagaimana dikatakan Ibn Syihab yang penulis kutip dari Jami’ Bayan al-โIlm wa Fadhlih karya Ibn โAbdil Barr (w. 463 H):
ููููุง ุชูุฃูุฎูุฐู ุงูุนูููู ู ุฌูู ูููุฉู ููุฅูููู ู ููู ุฑูุงู ู ุฃูุฎูุฐููู ุฌูู ูููุฉู ุฐูููุจู ุนููููู ุฌูู ูููุฉู
โJanganlah kamu mengambil ilmu sekaligus (dalam jumlah yang banyak), karena barangsiapa yang mengambil dengan sekaligus, maka akan hilang darinya sekaligus pula.โ
Untuk anda yang hanya berambisi bagaimana agar hafalan al-Qurโan cepat beres tanpa memperhatikan kualitasnya, anda harus ingat bahwa pada akhirnya, setelah hafalan itu benar-benar beres, baru anda akan sadar bahwa hafalan yang benar-benar anda kuasai itu ternyata hanya sedikit, malah banyak yang hilang. Jika demikian, sebenarnya anda tidak benar-benar menghafalnya, melainkan hanya sekedar membacanya. Karena yang namanya hafal itu berarti mampu mengingatnya dengan sempurna, atau minimal sebagian besar apa yang sudah dihafal itu masih terbayang, walaupun samar. Jika sama sekali anda tidak mampu mengingatnya sedikit pun, maka apa bedanya dengan yang mereka yang tidak pernah menghafal?
Saat ini, sering sekali penulis menemukan mereka yang katanya sudah selesai menghafal al-Qurโan, bahkan ketika di pesantren sudah pernah diwisuda 30 juz dan dibuktikan dengan adanya setifikat, tetapi ketika dites untuk melanjutkan bacaan ayat-ayat tertentu, ia sama sekali tidak mampu melanjutkannya. Jika saja ia masih dapat melanjutkan bacaannya walaupun tersendat-sendat, atau setidaknya bisa mengingatnya kembali ketika diluruskan hafalannya, maka ia bisa saja dimaklumi, karena sebenarnya ia masih ingat walaupun hanya samar-samar.
Tetapi jika ia sama sekali tidak mampu mengingatkan walaupun dituntun, seakan-akan ia sama sekali belum pernah membaca dan menghafalnya, maka wajar sekali timbul pertanyaan besar, kemana hafalannya selama ini? Apakah benar ia pernah menghafal? Tentu kita tidak ingin hal ini terjadi pada diri kita sendiri.
Al-Qurโan, walaupun membacanya saja berpahala, walaupun hanya sekedar pernah berhasil menghafalkannya pun sudah bisa dibilang istimewa karena tidak semua orang mampu melakukannya, tetapi alangkah baiknya jika kita bukan hanya sekedar pernah menghafalnya, bukan hanya sekedar punya setifikatnya, tetapi juga hafalan tersebut benar-benar terus melekat dalam ingatan karena usaha kita yang tak henti-hentinya untuk selalu menjaganya. Jangan sampai anda dipermalukan oleh gelar ‘hafizh’ al-Qurโan-yang selama ini anda kejar-kejar karena anda tidak mau memperhatikan bagaimana usaha anda untuk senantiasa menjaga dan memeliharanya. Yang terpenting dalam menghafal al-Qurโan itu adalah kualitas hafalan, pemahaman dan pengamalannya, bukan gelar hafizhnya.
Wallahu A’lam Bishshowab
๐๐๐ธ๐๐๐ธ๐๐๐ธ
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
๐ฑInfo & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis
๐ฐ Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130