Pertanyaan
السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
Ustadz… Saya mau bertanya, jika shalat Maghrib di jamak dengan Isya karena posisi macet di jalan atau kereta. Sementara ada bayi yang menunggu di rumah, apa dibolehkan? (Linda-Jakarta)
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃
Jawaban
Oleh: Ustadz Abdullah Haidir, Lc
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاتة
Bismillah walhamdulillah, amma ba’du.
Hukum asal dari pelaksanaan shalat lima waktu adalah dilakukan pada waktunya masing-masing, sebagaimana firman Allah Taala;
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103)
Namun dalam syariat Islam terdapat keringanan (rukhshah) untuk menggabungkan dua shalat yang dilakukan pada satu waktu, dikenal dengan istilah jamak shalat, jika ada alasan-alasan yang dibenarkan syariat. Di antara alasan tersebut adalah; Safar berdasarkan pendapat mayoritas ulama, atau hujan dan sakit, berdasarkan pendapat sebagian ulama. Tentu syarat dan ketentuan berlaku.
Di luar itu, sejumlah ulama membolehkan melakukan jamak shalat jika seseorang berada dalam situasi dan kondisi yang sangat sulit dan dilematis untuk melakukan shalat pada waktunya masing-masing. Di antara kasus yang banyak terjadi, khususnya di kota-kota besar adalah saat menghadapi kemacetan sangat berat yang sulit baginya untuk berhenti atau shalat di kendaraan.
Disebutkan dalam kitab Kifayatul Akhyar yang merupakan syarah dari kitab Matan Taqrib dan menjadi salah satu kirab rujukan fikih dalam mazhab Syafii,
بل ذهب جماعة من العلماء إلى جواز الجمع في الحضر للحاجة لمن لا يتخذه عادة وبه قال أبو إسحاق المروزي ونقله عن القفال وحكاه الخطابي عن جماعة من أصحاب الحديث واختاره ابن المنذر من أصحابنا وبه قال أشهب من أصحاب مالك، وهو قول ابن سيرين، ويشهد له قول ابن عباس رضي الله عنهما أراد أن لا يحرج أمته حين ذكر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم {جمع با لمدينة بين الظهر والعصر والمغرب والعشاء من غير خوف ولا مطر} فقال سعيد بن جبير: لم يفعل ذلك؟ فقال:لئلا يحرج أمته فلم يعلله بمرض ولا غيره
“Bahkan sejumlah ulama membolehkan jamak bagi mereka yang tidak dalam safar, jika ada hajat dan tidak dijadikan sebagai kebiasaan. Pendapat seperti ini dipegang oleh Abu Ishak Almarwazi, dia mengutipnya dari Qaffal. Alkhatthabi meriwayatkan dari sejumlah ulama hadis dan pendapat ini dipilih oleh Ibnul Munzir, ulama dari kalangan mazhab kami. Asyhab dari kalangan ulama Maliki juga berpendapat demikian. Ini adalah pendapat Ibnu Sirin yang diperkuat oleh ucapan Ibnu Abbas saat berkata, ‘Beliau (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) tidak ingin memberatkan umatnya.” Ketika diriwayatkan hadis yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW. menjamak shalat Zuhur dengan Ashar, dan Magrib dengan Isya bukan dalam keadaan takut maupun hujan lebat. Maka saat Said bin Jubair bertanya, ‘Mengapa Rasulullah SAW melakukan hal itu (jama’ shalat)?’ Ibnu Abbas berkata, ‘Rasulullah SAW tidak ingin memberatkan umatnya.” Beliau tidak memberikan alasan sakit atau alasan lain,” (Kifayatul Akhyar, hal. 140-141, Darul Khair, cet 1, 1412 H – 1991M)
Namun demikian, tentu saja pilihan ini tidak diambil kecuali dalam kondisi mendesak serta tidak menggampangkan permasalahan, dan juga sebagaimana dinyatakan, tidak dijadikan sebagai kebiasaan. Artinya, jika mudah baginya untuk shalat pada waktunya masing-masing, misalnya dapat singgah di sebuah masjid dengan mudah, hendaknya jamak shalat tidak dijadikan pilihan. Atau hendaknya, belajar dari pengalaman, dia mengambil antisipasi, jika diperkirakan ada kemacetan di tengah perjalanan yang membuatnya sulit untuk shalat pada waktunya, maka keberangkatannya ditunda atau dia shalat terlebih dahulu jika sudah masuk waktu, baru kemudian berangkat.
Wallahu a’lam.
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130