🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹
📝 Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I
Para ulama sendiri sebenarnya berbeda pendapat mengenai apakah urutan surah dalam al-Qur’an bersifat tauqifi atau ijtihadi. Namun, pendapat yang dipegang oleh mayoritas ulama adalah bahwa urutan surah-surah di dalam mushaf al-Qur’an merupakan hasil ijtihad para shahabat Nabi saw. Hal ini di antaranya terbukti dengan adanya perbedaan urutan surah-surah di dalam mushaf-mushaf shahabat sebelum pengumpulannya pada zaman khalifah “Utsman ibn “Affan. Di antara contohnya misalnya mushaf Ubay ibn Ka’ab yang dimulai dengan surah al-Fatihah, kemudian al-Baqarah, an-Nisa’, Ali ‘Imran, dan al-An’am. Mushaf Ibn Mas’ud dimulai dengan al-Baqarah, an-Nisa’, kemudian Ali ‘Imran, dengan perbedaan urutan yang sangat banyak. Ada juga mushaf ‘Ali yang disusun berdasarkan urutan turunnya, dimulai dari al-‘Alaq, al-Muddatstsir, Qaf, dan al-Muzzammil.
Mengenai bacaan surah al-Qur’an di dalam shalat yang tidak sesuai urutan mushaf ini, Imam an-Nawawi di dalam at-Tibyan fi Adab Hamalah al-Qur’an mengatakan: “Jika seseorang yang shalat membaca surah tanpa muwalah, yaitu dengan membaca surah yang bukan lanjutan dari surah sebelumnya, atau membacanya tidak sesuai dengan urutan mushaf, maka hal itu diperbolehkan.”
Di antara dalilnya adalah sebagaimana yang kami sampaikan pada pembahasan tentang hukum membaca lebih dari satu surah setelah al-Fatihah, yaitu berkaitan dengan riwayat bahwa pernah ada salah seorang imam shalat dari kalangan Anshar di masjid Quba’ yang selalu membuka bacaan surahnya dengan bacaan al-Ikhlash. Ada juga riwayat yang cukup populer, yaitu dari Hudzaifah ibn al-Yaman ra.-sebagaimana disampaikan oleh Imam Muslim di dalam Shahih-nya-yang pernah bercerita: “Aku pernah shalat bersama Nabi saw. pada suatu malam. Beliau membuka bacaan surahnya dengan al-Baqarah. Akupun mengira bahwa beliau akan ruku’ pada ayat keseratus, tapi kemudian (seratus ayat pun) berlalu. Selanjutnya akupun mengira beliau akan membaca al-Baqarah dalam satu kali shalat (dengan dibagi dalam dua raka’at), tapi ternyata berlalu juga. Maka akupun mengira lagi bahwa beliau akan ruku’ setelah selesai membacanya, tetapi kemudian beliau melanjutkannya dengan surah an-Nisa’ hingga selesai. Kemudian beliau juga melanjutkan bacaannya dengan surah Ali ‘Imran hingga selesai…” Dari riwayat ini jelas sekali bahwa Rasulullah saw. membaca al-Baqarah, an-Nisa’, baru kemudian Ali ‘Imran, padahal dalam urutan mushaf justru Ali ‘Imran terletak sebelum an-Nisa’. Maka ini menunjukkan bahwa membaca surah tidak sesuai urutannya di dalam mushaf adalah diperbolehkan walaupun dalam satu raka’at.
Meskipun hukumnya boleh, tapi tentu saja yang paling utama dan sunnah adalah membacanya sesuai dengan urutan mushaf. Apa yang pernah dilakukan Nabi saw. dalam riwayat di atas, yaitu membaca surah an-Nisa’ sebelum surah Ali ‘Imran-sebagaimana dikatakan oleh Syamsuddin ar-Ramli di dalam Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj-hanya sebatas untuk menerangkan bahwa hal itu memang diperbolehkan.
Syihabuddin al-Qalyubi di dalam Hasyiyahnya atas kitab Kanzur Raghibin Syarhu Minhajut Thalibin karya Jalaluddin al-Mahalli mengatakan: “Disunnahkan membaca al-Qur’an (di dalam shalat) sesuai dengan urutan mushaf secara muwalah, sehingga jika seseorang membaca surah an-Nas dalam raka’at pertama, maka pada raka’at kedua ia hendaknya membaca dari permulaan surah al-Baqarah.”
Wallahu a’lam bishshowab
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130