Selalu Ingin Muraja’ah dengan Tempo yang Cepat

0
133

📝 Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

Di antara hal yang paling sering nampak dari seorang penghafal al-Qur’an adalah kebiasaannya dalam memuraja’ah hafalan dengan tempo yang cepat. Sebenarnya bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan jika kecepatan bacaan itu dapat diimbangi dengan tajwidnya, pengucapan huruf tepat serta cara waqaf yang sesuai. Namun, jika ternyata kecepatan bacaan tersebut tidak diiringi dengan tajwid yang benar, maka tentu saja hal itu tidak diperkenankan.

Meski demikian, walaupun kecepatan bacaan tersebut dapat diimbangi dengan tajwid yang sempurna, seorang penghafal al-Qur’an hendaknya tidak menjadikannya sebagai satu-satunya cara yang selalu ia gunakan untuk mengulang hafalannya. Di lain kesempatan, ia juga harus terbiasa membacanya dengan pelan dan penuh penghayatan. Karena dengan cara membaca pelanlah biasanya seseorang akan mudah untuk mentadabburi al-Qur’an. Dan seorang penghafal al-Qur’an memang sudah semestinya tidak hanya dapat sekedar hafal, tetapi juga menghayati dan mentadabburinya.

Jika kami perhatikan, paling tidak ada tiga hal yang melatarbelakangi mengapa seorang penghafal al-Qur’an ingin selalu mengulang hafalannya dengan tempo yang cepat. Yang pertama, kemungkinan karena memang saking terbiasanya ia membaca dengan cepat, pada akhirnya ia kesulitan jika harus membacanya dengan tempo yang pelan. Inilah di antara yang banyak terjadi di kalangan penghafal al-Qur’an saat ini. Sebenarnya ini juga bukan sesuatu yang tercela, karena yang penting ia dapat menjaga hafalannya dengan baik. Imam Malik-sebagaimana dikutip oleh Muhammad Makki Nashr al-Jiraisi di dalam Nihayah al-Qaul al-Mufid fi ‘Ilm at-Tajwid bahkan pernah mengatakan: “Sebagian orang jika ia membaca dengan cepat maka itu lebih mudah baginya, sedangkan jika ia membaca dengan tartil justru malah salah. Maka semua sebenarnya tergantung dari bacaan mana yang dianggap mudah, dan ini adalah termasuk hal yang diluaskan (boleh memilih).”

Namun, tentu saja yang utama adalah jika seorang penghafal al-Qur’an dapat mempraktekkan kedua- duanya. Di satu kesempatan ia dapat membaca dengan cepat, dan di kesempatan lainnya ia dapat membaca dengan pelan. Dan untuk bisa mencapainya tentu harus adanya latihan. Sepengetahuan penulis termasuk apa yang juga disampaikan oleh para guru penghafal al- Qur’an-adalah bahwa jika seorang penghafal punya kemampuan membaca hafalannya dengan tartil, maka besar kemungkinan ia juga akan mampu membacanya dengan cepat, dan tidak berlaku sebaliknya. Maka, yang pertama harus anda latih adalah bagaimana agar anda dapat terbiasa mengulang hafalan dengan tempo yang pelan.

Yang kedua, bisa saja yang melatarbelakangi seorang penghafal al-Qur’an membaca hafalannya dengan cepat adalah karena adanya keinginan untuk dapat menyelesaikan kewajiban mengulang hafalannya dalam waktu secepat mungkin. Bisa jadi memang karena malas, bisa jadi juga karena sedikitnya waktu yang dapat ia sempatkan untuk mengulang hafalannya. Apapun alasannya, tetap saja menurut kami bahwa membaca hafalan dengan pelan diiringi dengan penghayatan adalah sesuatu yang tidak boleh diabaikan begitu saja. Ibn Katsir di dalam Fadha’il al-Qur’an-nya menyampaikan bahwa Abu Jamrah pernah berkata kepada Ibn ‘Abbas ra.: “Aku adalah orang yang cepat dalam membaca al-Qur’an, dan aku biasa mengkhatamkan al-Qur’an dalam tiga hari.” Maka Ibn ‘Abbas berkata:

لأَنْ أَقْرَأ الْبَقَرَة فِي لَيْلَةٍ فَادْبُرَهَا وَأَرَتْلَهَا أَحَبُّ إِلى مِنْ أَنْ أَقْرَأَ كَمَا تَقُولُ

“Bagiku, membaca Surah al-Baqarah dalam waktu satu malam sambil mentadabburi maknanya serta membacanya dengan tartil lebih aku sukai daripada membaca seperti yang engkau ceritakan.”

Sementara yang ketiga, bisa juga kebiasaan membaca hafalan dengan cepat itu karena memang tujuannya adalah supaya pahala yang didapatkan dari bacaannya juga lebih banyak, mengingat pahala bacaan al-Qur’an adalah dihitung perhuruf. Dan sebenarnya memang benar demikian adanya, sehingga semakin banyak yang dibaca maka semakin banyak pula pahala yang akan didapatkan darinya. Namun, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibn al-Jazari di dalam an-Nasyr fi al-Qiraat al- Asyr, tetap saja yang utama adalah membacanya dengan tartil, walaupun konsekuansinya sudah pasti apa yang dibaca itu tidak sebanyak ketika seseorang mengutamakan kecepatan bacaan. Pendapat inilah menurut beliau yang menjadi pegangan kalangan salaf maupun khalaf. Alasannya adalah bahwa tujuan diturunkannya al-Qur’an sendiri adalah untuk dipahami dan diamalkan, sedangkan membaca dan menghafalkannya sendiri kedudukannya hanya sebagai wasilah untuk bisa memahaminya.

Ibn al-Jazari kemudian menyampaikan sebuah riwayat bahwa Mujahid pernah ditanya tentang dua orang yang shalat, di mana yang satu membaca Surah al-Baqarah dan yang satunya lagi membaca Surah al-Baqarah sekaligus Surah Ali Imran, namun ruku’ dan sujud keduanya berbarengan. Mujahid kemudian mengatakan:

الذي قرأ البقرة وحدها أفضل

“Yang hanya membaca Surah al-Baqarah saja, maka itulah yang lebih utama.”

Kesimpulannya, baik membaca dengan cepat maupun dengan pelan, keduanya sama-sama baik, walaupun memang yang dipandang lebih utama adalah membacanya dengan pelan. Dan seorang penghafal al- Qur’an seharusnya bisa mempraktekkan keduanya dengan baik. Namun, jikapun memang anda hanya mampu menguasai satu cara saja, maka usahakanlah yang anda usahakan dan anda pilih itu adalah cara supaya anda bisa membacanya dengan pelan dan penuh penghayatan. Itu lebih baik daripada anda hanya bisa membacanya dengan tempo cepat dan terburu-buru.

Wallahul Muwaffiq ilaa aqwamith thoriiq

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here