Pertanyaan
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ustadz… Saya mau bertanya, saya saat ini melanjutkan usaha orang tua jualan di toko. Saya mohon penjelasan Ustaz seputar adab-adab sebagai seorang penjual
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Jawaban
Oleh: Ustadz DR. Oni Sahroni, MA
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Pertama, motif atau niat. Mendedikasikan seluruh aktivitas termasuk aktivitas usaha untuk Allah SWT dan merawat komitmen dengan ibadah dan khidmat. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan…” (HR Bukhari Muslim).
Niat yang baik itu ditentukan dengan cara berjualan apakah baik atau tidak, dan peruntukan penghasilan atau keuntungannya digunakan untuk apa.
Terkait dengan motif ini mungkin di-list peruntukan yang halal seperti kemandirian ekonomi, biaya pendidikan keluarga, serta biaya kesehatan, dan nafkah untuk orang tua.
Kedua, paham atau berilmu secara proporsional, terus meningkatkan keilmuan yang mendasar seputar aktivitas yang digelutinya.
Disebutkan bahwa Umar bin Khaththab RA pernah mengusir pedagang yang tidak memahami fikih jual-beli sebagaimana diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, “Tidak boleh berjual-beli di pasar kita, kecuali orang yang benar-benar telah mengerti fikih (muamalah) dalam agama Islam.”
Dalam riwayat yang lain sebagaimana dinukil oleh Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqhus Sunnah, ketika beliau membahas tentang fikih jual-beli, “Tidak boleh berjualan di pasar kita kecuali orang yang memiliki pemahaman (fikih), jika tidak maka dia akan makan hasil riba, baik ketika dia menghendaki maupun tidak.”
Jika pekerjaannya sebagai penjual, maka paham terkait dengan fikih dan adab sebagai penjual, kriteria barang yang dijual, cara menentukan harga, dan tuntunan lainnya.
Ketiga, halal, di antaranya dengan memastikan barang yang dijual itu halal, ada perjanjian tertulis ataupun lisan antara pembeli dan penjual atau pihak yang terkait, termasuk perjanjian dengan pihak ketiga jika ada.
Juga di antaranya saat pembeli melakukan pembayaran dengan transfer, maka rekening yang digunakan itu adalah rekening syariah.
Keempat, tidak melanggar aturan, baik kesepakatan bersama di komunitas tertentu atau aturan regulasi.
Kelima, attitude atau akhlaqiyat. Di antaranya, (1) Semaksimal mungkin memudahkan, baik dalam proses perjanjian, pembayaran, dan hal-hal lain terkait dengan kewajiban pembeli.
Sebagaimana firman Allah SWT, “…Dia telah memilih kamu dan tidak menjadikan kesulitan untukmu dalam agama…” (QS al-Hajj: 78).
Dan sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Permudahlah dan jangan mempersulit, berikanlah kabar gembira dan jangan menakut-nakuti.” (HR Bukhari Muslim).
“Dari Aisyah RA, ia berkata, Rasulullah jika diberikan pilihan antara dua hal, beliau memilih pilihan yang mudah selama bukan dosa.” (HR Abu Daud).
(2) Amanah, sebagai penjual yang memiliki tanggung jawab untuk men-delivery barang kepada pembeli dan kewajiban lainnya sesuai kesepakatan dengan ihsan. Salah satu tagetnya adalah kepuasan pembeli.
Sebagaimana firman Allah SWT, “…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya …” (QS al-Baqarah: 283).
(3) Memastikan persetujuan pembeli dalam perjanjian terkait dengan harga, waktu, dan teknis serah terima barang. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya jual-beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
Dan hadis, “…Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
Dan saat terjadi transaksi di mana pembeli tidak setuju tetapi dipaksa oleh sistem atau karena kebutuhan, maka transaksi ini akan menyisakan kekecewaan dan merugikan pembeli. Jika ini terjadi, maka ini menjadi salah satu hal yang mengurangi atau menghapus keberkahan dalam jual-beli.
(4) Saat ada perselisihan dan miskomunikasi, maka berkomunikasi, kompromi, merelakan hak, dan memudahkan itu menjadi pilihan.
Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Dari sahabat Jabir bin Abdullah RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Allah memberikan rahmat kepada hamba yang toleran saat menjual, saat membeli, dan saat melakukan tuntutan (menagih utang).” (HR Bukhari, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
Sumber: Republika 07 Agustus 2023
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678