📝 Pemateri: Ustadz Dr. H. Saiful Bahri, M.A
🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃
Dalam suasana _‘âm al-huzni_ seperti saat ini, kita kehilangan banyak ulama, tokoh-tokoh bangsa, sebagian keluarga kita dan teman-teman sejawat serta beberapa orang yang kita cintai. Tetapi bukan berarti kita terus larut dalam kesedihan. Kita harus _move on_ dan mengikuti arahan Nabi Muhammad SAW, untuk menggaungkan takbir di hari-hari ini. Membesarkan nama Allah, bertakbir, bertahmid dan bertasbih kepada-Nya. Karena Allah adalah Dzat yang Mahaagung dan Mahabesar, melebihi apapun yang ada termasuk cobaan dan wabah penyakit yang saat ini mendera kita.
Allah selalu memiliki cara dan momen untuk menumbuhkan optimisme pada hamba-hamba-Nya.
Setelah peluang-peluang kebaikan Allah buka di bulan Ramadan, Dia buka pula peluang kebaikan puasa di bulan Syawwal. Bulan Dzulqa’dah sebagai bulan haram dan kemudian berbagai kebaikan Allah buka di bulan Dzulhijjah.
Amal-amal baik di bulan ini bahkan tiada yang sanggup menandinginya, kecuali seseorang yang keluar dari rumahnya membawa harta dan jiwanya, berniat _jihad fi sabilillah_ kemudian ia tidak kembali karena gugur sebagai syahid.
Ibadah kurban adalah salah satu ibadah khusus di bulan Dzul Hijjah. Di dalamnya terdapat spirit pengorbanan luar biasa, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalâm. Yaitu pengorbanannya dari sejak memupuk kesabaran menghadapi kaumnya dan ayahnya yang lebih suka mendukung rezim yang zhalim, hingga sabar menanti sang buah hati berpuluh-puluh tahun lamanya, dan sampai harus dihadapkan pada sebuah cobaan berat meninggalkan istri dan anaknya di tempat yang tiada kehidupan di dekat Baitullah al-Haram.
Pun saat ia menemuinya kembali setelah lebih sewindu, Allah kembali mengujinya dengan perintah menyembelih putra kesayangannya.
Namun, ujian terakhir ini tidak benar-benar terjadi karena Allah mengantikan Ismail putra beliau dengan seekor domba. Inilah yang kemudian menjadi spirit ibadah kurban hingga saat ini.
Islam datang dengan paradigma kurban yang berbeda. Kurban tidaklah berbentuk persembahan kepada makhluk, kepada sesembahan atau diperuntukkan kepada selain Allah.
Islam memberi makna kedalaman kurban sebagai representasi kedekatan kepada Allah, sebagaimana makna kebahasaan kurban sekaligus menjadi tujuannya yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Kurban tidak terfokus pada daging binatang ternak yang disembelih, bukan juga pada darahnya atau bulu-bulunya. Tetapi, lebih fokus pada ketaatan kepada Allah.
Spirit inilah yang utama dalam ibadah kurban. Kemanfaatan daging kurban diperuntukkan kembali kepada pengurban, ia boleh memakan sebagiannya. Sebagian lainnya diberikan kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan, baik yang memintanya atau yang tidak memintanya.
Daging kurban tersebut harus disembelih pada waktunya sesuai syariat, yaitu pada waktu setelah menunaikan shalat Idul Adha hingga akhir hari tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzul Hijjah. Adapun distribusinya bisa longgar dan memungkinkan untuk dilakukan setelahnya. Misalnya jika ada perencanaan distribusi untuk para pengungsi atau orang-orang yang lebih membutuhkan.
Mari kita dengarkan jawaban Nabi Ismail ketika ayahnya menyampaikan perintah Allah untuk menyembelihnya.
“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyâ’alLâh kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (Ash-Shâffât: 102)
Jawaban Ismail mengajarkan kita tiga hal penting:
Dia memanggil ayahnya dengan panggilan sayang (yâ abati) meskipun selama ini ayahnya jauh secara fisik tapi efektif dalam pembinaan akidah melalui ibunya.
“Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu” (if’al mâ tu’mar) menandakan bahwa dia sangat paham siapa yang memerintah ayahnya.
(ستجدني إن شاء الله من الصابرين)
“insyâ’alLâh kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Adalah sebuah motivasi untuk sungguh-sungguh berusaha menjadi seorang penyabar kemudian berserah diri pada Allah dari usaha yang dilakukannya.
Energi positif dari pernyataan Ismail adalah mendidik anak-anak yang kelak akan menjadi generasi penerus ini selalu kuat mental dan prinsip serta kokoh akidahnya. Seberapa berat cobaan yang dihadapi, dengan mudah ia akan katakan “insyâ’alLâh kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Untuk menjadi pribadi yang sabar secara benar tidaklah mudah, perlu kedewasaan, perlu tempaan matang, perlu kokohnya pertautan kepasrahan kepada Allah. Anak kecil ini menjadi dewasa. Sangat berbeda dengan anak-anak sekarang umumnya yang dewasa secara biologis, namun sayangnya rapuh secara prinsip dan ideologis serta psikologis.
Jika para ayah dan ibu sudah sekokoh keluarga Ibrahim sedangkan anak-anak kecilnya memiliki kepasrahan dan ketakwaaan seperti Ismail. Maka tak perlu ada yang kita khawatirkan terhadap bangsa ini. Seberat apapun masalah dan kondisi yang dihadapi, motivasi kepasrahan dan optimisme Nabi Ismail akan menjadi spirit kebangkitan dari berbagai keterpurukan.
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678