Allah Maha Berkehendak

Akhir Jalan Mendaki (Tadabbur QS. Al-Balad) (Bag 1)

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃

📝 Pemateri: Ustadz Dr. H. Saiful Bahri, M.A

Mukaddimah: Meluruskan Persepsi

Menurut jumhur ulama dan ahli tafsir surat Al-Balad diturunkan Allah di Makkah setelah Surat Qâf.

Tema surat-surat  makkiyah sangat menonjol dalam surat ini. Apalagi secara eksplisit Allah bersumpah dengan negeri kelahiran Nabi Muhammad saw yang tak lain adalah Makkah. Dalam surat ini juga Allah menceritakan kondisi penduduk Makkah yang masih mendustakan agama Allah. Mereka silau dengan kekuatan yang mereka miliki. Mereka mengira dengan harta yang mereka kerahkan dan orang-orang yang mereka himpun akan mampu membendung kehendak Allah. Mereka takkan pernah mampu membungkam risalah kebenaran yang dibawa putra terbaik Kabilah Quraisy ini.

Seperti beberapa surat makkiyah yang lainnya, surat ini ditutup dengan pembicaraan kedahsyatan hari kiamat terutama hal-hal yang berkaitan dengannya yaitu hari pembalasan. Akhir dari nasib yang akan diterima orang-orang yang beriman dan orang-orang kafir.

Yang menarik dari pembahasan dalam surat ini adalah merupakan kelanjutan dari surat sebelumnya. Jika dalam surat Al-Fajr banyak pembahasan mengenai harta, terutama yang berkaitan dengan kesalahan persepsi mengenai harta yang berakibat pada kesalahan berikutnya yaitu: memakan harta anak yatim, harta warisan, enggan menolong fakir miskin, serta berlebihan dalam mencintai dunia, maka dalam surat ini mereka digambarkan Allah juga salah dalam menginvestasikan harta. Harta yang mereka kumpulkan dengan susah payah tersebut malah digunakan untuk menghalangi agama Allah. Maka Allah menjelaskan investasi-investasi yang beruntung, seperti: memerdeka-kan budak, memberi makan orang yang kelaparan, menyantuni fakir miskin dan anak yatim serta menyambung silaturrahmi dan menebar kasih sayang.

Harta yang diinvestasikan dalam urusan dan hal-hal tersebut akan Allah jamin keuntungannya. Mereka akan dimasukkan ke dalam golongan kanan yang dimuliakan Allah.

Sumpah dan Janji Allah

“Aku benar-benar bersumpah dengan kota Ini (Mekah)” (QS. 90: 1)

Hampir semua ulama sepakat bahwa yang dimaksud negeri yang digunakan sumpah dalam ayat di atas adalah negeri kelahiran Nabi Muhammad saw, yaitu kota Makkah. Setidaknya seperti demikian pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Atha’ dan Ibnu Zaid, seperti dituturkan Ibnu Jarir ath-Thabary.
Ibnu Katsir menambahkan  bahwa Ikrimah juga berpendapat demikian.

“Dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini”. (QS. 90: 2)

Meskipun Rasulullah saw lahir dan tinggal di Makkah, namun yang dimaksud alam ayat ini adalah bahwa kelak Nabi Muhammad akan bisa memasuki Makkah dengan tenang. Karena itu lafzah yang dipakai adalah “hillun” yang berarti halal. Karena keberadaan Rasulullah di tempat kelahirannya pun selalu identik dengan penderitaan, tekanan dan kesusahan-kesusahan yang diakibatkan dari perbuatan orang-orang kuffar Quraisy. Seolah-olah beliau “diharamkan” atau terhalang dari menikmati hidup di kampong halamannya. Bahkan dalam salah satu riwayat, beliau menangis ketika meninggalkan Makkah saat hendak berhijrah.

Pada hakikatnya beliau sangat mencintai Makkah, namun penduduknya lah yang menyia-nyiakannya dan menyakitinya bahkan mengusirnya.

Namun Allah Maha Mendengar, maka Dia kabulkan impian Rasulullah kembali ke tempat kelahirannya. Dalam keadaan tenang, terhormat dan takkan ada lagi yang mengharam-kannya dari melakukan apapun di tempat itu kecuali hanya Allah. Ini merupakan berita gembira bagi Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya. Janji Allah tersebut akan terealisasi secara sempurna kelak pada tahun ke tujuh hijriyah melalui sebuah peristiwa akbar yang diabadikan sejarah, Fathu Makkah.

Pada hari itu beliau melindungi dan memuliakan orang-orang tertentu. Beliau memaafkan kesalahan dan kejahatan musuh-musuhnya yang sebagian juga merupakan keluarganya. Tak ada dendam sedikitpun di hatinya. Namun, beliau juga memerintahkan kepada umat Islam untuk membunuh beberapa orang yang hari itu darahnya dihalalkan karena kejahatan yang tak lagi bisa ditolerir. Seperti Abdullah bin Khathl, bukan hanya karena berkhianat dengan pura-pura masuk Islam untuk memperoleh amanah Rasulullah saw tapi dia juga bersekongkol dengan musyrikin Makkah dan kembali menjadi musyrik serta membunuh seorang Anshar yang waktu itu diutus bersamanya.

Muqis bin Dhababah juga termasuk dalam daftar orang yang dicari untuk dibunuh dengan dua kesalahan yang serupa: murtad dan berkhianat serta membunuh utusan Rasulullah saw. Juga beberapa nama lain diantaranya Ikrimah bin Abu Jahal yang kemudian melarikan diri dan bersembunyi di Yaman. Akhirnya beliau masuk Islam setelah Rasul saw wafat dan setelah itu beliau menebus semua kesalahannya dengan mendermakan kemampuannya untuk membela Islam. Ikrimah pun menjadi salah seorang ulama tabi’in yang disegani.

“Dan demi bapak dan anaknya”. (QS. 90: 3)

Sebagian mufassirin berpendapat bahwa yang dimaksud bapak di sini adalah Adam. Ada juga yang mengatakannya Nuh atau Ibrahim as. Sedangkan Imam al-Mawardi mengatakan bahwa yang dimaksud “bapak” di sini adalah Nabi Muhammad saw dan “anak” adalah umatnya.
Hal tersebut karena ada konsideran yang disebut di dua ayat sebelumnya yang membicarakan tentang beliau.

Namun, Imam al-Alusy lebih memilih penafsiran umum terhadap ayat ini yaitu setiap bapak dan keturunannya. Ini untuk menujukkan kekuasaan Allah. Bapak hanyalah merupakan salah satu sebab keberadaan anaknya, namun pada hakikatnya yang menjadi penentu dan pencipta hanyalah Allah Yang Maha Kuasa.

Akibat Salah Persepsi

“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah”. (QS. 90: 4).

Yang dimaksud dengan “كبد” adalah kesulitan dan kesusahan yang ditemui manusia dalam kehidupannya. Baik yang berupa kepayahan fisik yang bisa dirasakan oleh tubuh manusia dan penyakit-penyakit yang dideritanya, ataupun kepayahan psikis yang hanya bisa dirasakan seperti rasa sedih dan takut.

Dalam Surat al-Insyiqaq Allah juga menjelaskan makna lain dari kepayahan ini, yaitu kerja dan usaha yang keras.

“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya” (QS. 84: 6)
karena ketika di dunia manusia telah berusaha bekerja keras untuk memenuhi segala keperluan hidupnya.

Sebagian di antara mereka bahkan berlebihan hingga melupakan hak jasadnya untuk beristirahat. Sebagian lagi bahkan melupakan Allah, Dzat yang membuatnya berkecukupan dalam kehidupannya.

Sebagian manusia menyadari kekeliruannya, sehingga ia pun semakin bekerja dan berusaha keras untuk memenuhi hak-haknya, keluarganya, masyarakat sekelilingnya, dan tentunya Allah.

Dalam keadaan payah seperti yang dijelaskan di atas, sebagian manusia juga memiliki orientasi hidup yang salah dan persepsi yang tidak benar tentang kehidupannya.

“Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa atasnya? Dan mengatakan: “Aku telah menghabiskan harta yang banyak”. Apakah dia menyangka bahwa tiada seorangpun yang melihatnya?”. (QS. 90: 5-7)

Setidaknya ada tiga kesalahan persepsi orang-orang kafir yang kemudian bisa menyebabkan mereka memusuhi Rasulullah dan ajaran yang dibawanya.

Kesombongan yang melampaui batas sehingga ia merasa menjadi orang yang berkuasa. Dengan kedudukan dan posisi sosial serta harta yang melimpah menyebabkan seseorang lupa bahwa ada Dzat Yang Maha Kuasa.

Bahwa yang mereka namakan “kebaikan” adalah mempertahankan posisi mereka meskipun dengan menghabiskan harta. Maka tak masalah jika harta yang mereka peroleh baik dengan jalan baik atau tidak benar mereka mubadzirkan karena tak mengerti prioritas investasi yang benar.

Dengan merasa bahwa tak seorang pun bisa mengawasi gerak-geriknya, maka ia bisa seenaknya berbuat, meskipun itu melawan hati nurani dan menzhalimi diri sendiri serta orang lain.

Sadarkah ia, bahwa harta yang ia cari dan kemudian mereka mubadzirkan kelak akan ditanya oleh Allah dari mana ia mendapatkannya dan ke mana saja ia habiskan?

Seharusnya orang-orang yang salah persepsi di atas sadar akan karunia Allah yang luar biasa yang dalam surat ini hanya disinggung beberapa saja, yang berkaitan dengan misi besar surat ini.

“Bukankah kami telah memberikan kepadanya dua buah mata. Lidah dan dua buah bibir. Dan kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan”. (QS. 90: 8-10)

Dua mata, lidah, dua bibir adalah sekian dari nikmat Allah yang melekat dalam jasad manusia. Bahkan ia bisa melihatnya sendiri dengan berdiri di depan cermin, maka ia akan segera mendapatinya.

Seharusnya ia bisa melihat. Dengan dua mata. Bahkan seandainya satu matanya ditutup pun ia masih akan tetap bisa melihat nikmat Allah swt. Lantas apa yang membuatnya buta dan tak mampu melihat karunia Allah yang sangat tak terbatas ini. Lidah dan bibirnya pun tak digunakan dalam koridor syukur terhadap Allah.

Justu ia menggunakan untuk melawan Allah. Mobilisasi massa untuk melawan ajaran Allah.

Bukan hanya itu, Allah juga telah menyediakan dua jalan; yaitu jalan kebaikan dan jalan kegelapan. Masing-masing jalan dengan gamblang dijelaskan Allah ujung serta konsekuensi yang akan diterima bagi setiap penempuh jalan tersebut. Jalan kebenaran dan kebaikan akan dipilih oleh orang-orang yang cerdas yang tahu prioritas amal dan kerja.

Sebaliknya, yang mengamblil jalan pintas karena hati mereka tertutup

Dua Jalan, Dua Konsekuensi

(Bersambung bag2)

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *