a. Ada unsur ketidakpastian (gharar).
Premi yang dibayarkan oleh peserta sebagai harga beli dengan objek jual berupa mitigasi risiko atas kesehatan. Harga belinya atau premi yang dibayar pasti, sedangkan risiko kesehatan yang dibeli itu tidak pasti. Oleh karena itu, adanya surplus underwriting atau defisit underwriting merupakan ketidakpastian yang tidak diperkenankan dalam Islam.
▪Sesuai dengan hadits Rasulullah SAW, yang diriwayatkan Abu Hurairah, bahwa ia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah melarang jual beli al-hashah (dengan melempar batu) dan jual beli gharar.” (HR. Muslim)
b. Unsur ribawi
Premi yang diterima oleh perusahaan asuransi ditempatkan di instrumen ribawi, seperti deposito di bank konvensional atau obligasi (surat utang). Dua instrumen tersebut merupakan transaksi ribawi atau pinjaman berbunga yang diharamkan sesuai dengan kaidah
كل قرض جر نفعا فهو ربا
“Bahwa setiap pinjaman yang memberikan manfaat yang disyaratkan kepada kreditor adalah pinjaman berbunga.”
2. Sementara itu, asuransi profesi dikatakan syariah apabila dua unsur yang diharamkan di atas tidak ada. Dengan demikian, asuransi syariah memiliki beberapa karakteristik:
a. Supaya unsur ketidakpastiannya tidak terjadi, dana kepesertaan atau premi tersebut tidak lagi sebagai harga beli, tetapi sebagai hibah/tadabbaru/tanahuts. Seluruh premi yang dibayarkan peserta tidak lagi menjadi milik perusahaan, tetapi milik entitas kelompok peserta asuransi.
b. Jika terjadi surplus underwriting, tidak ada yang dizalimi karena premi tersebut milik kelompok peserta asuransi. Begitu pula jika terjadi defisit underwriting, tidak ada yang dizalimi karena setiap peserta sudah melepaskan haknya dan menghibahkannya untuk menjadi milik peserta asuransi.
c. Begitu pula dengan transaksi ribawi sudah dihilangkan dengan cara premi tersebut diinvestasikan hanya dalam instrumen sesuai syariah, seperti deposit di bank syariah juga sukuk.
3. Untuk menilai apakah asuransi profesi dokter sesuai syariah atau tidak, bisa diukur dengan poin-poin di atas. Jika substansi asuransi profesi sesuai dengan asuransi konvensional di poin 1 maka tidak diperkenankan dan jika asuransi profesi sesuai dengan poin 2 maka diperkenankan.
Wallahu a’lam