Assalamu’alaikum, ustadz/ustadzah…saya bulan november bernazar jika saya naik pangkat bulan april maKa saya akan traktir teman2 ngajar,tapi tenyata ada kendala sehingga kenaikkan pangkat saya ditunda sampe oktober tahun ini. apakah nazar saya hrs tetap dilaksanakan?mohon penjelasannya. #A 42
Jawaban
————–
و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته
Apakah bernadzar itu boleh (mubah), mendapat pahala (sunnah), kurang baik (makruh) atau dilarang (haram)?
Ada beberapa pendapat ulama yang berbeda karena adanya dalil Quran dan hadits yang juga bermacam-macam. Intinya, nadzar sebaiknya dihindari. Tapi kalau sudah terjadi, maka wajib (harus) dipenuhi kalau nadzarnya berkaitan dengan ibadah. Seperti tersebut dalam hadits sahih:
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِه
Barangsiapa yang bernadzar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nadzar tersebut. Barangsiapa yang bernadzar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah memaksiati-Nya.
(HR. Bukhari no. 6696)
A. Nadzar itu Sunnah (baik dan mendapat pahala)
Dalil dari Quran:
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ
“Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nadzarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Al Baqarah 2:270)
B. Nadzar itu Makruh (sebaiknya tidak dilakukan)
Dalil dari hadits:
نهي النبي عَنِ النَّذْرِ قَالَ إِنَّهُ لاَ يَرُدُّ شَيْئًا ، وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ
Nabi melarang untuk bernadzar, beliau bersabda: ‘Nadzar sama sekali tidak bisa menolak sesuatu. Nadzar hanyalah dikeluarkan dari orang yang bakhil (pelit)’. (HR. Bukhari Muslim)
لاَ تَنْذُرُوا فَإِنَّ النَّذؒرَ لاَ يُغْنِى مِنَ الْقَدَرِ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ
Janganlah bernadzar. Karena nadzar tidaklah bisa menolak takdir sedikit pun. Nadzar hanyalah dikeluarkan dari orang yang pelit. (HR. Muslim)
HUKUM MENUNAIKAN/MELAKSANAKAN NADZAR
(1) Nazar taat dan ibadah, hukumnya wajib ditunaikan dan bila dilanggar harus membayar kaffarah (tebusan).
(2) Nazar mubah, yaitu bernazar untuk melakukan suatu perkara yang mubah/diperbolehkan dan bukan ibadah maka boleh memilih melaksanakannya atau membayar kafarah. Sebagian ulama bahkan membolehkan untuk tidak menunaikan nadzarnya dan tidak perlu membayar kafarah (tebusan)
(3) Nazar maksiat, nazarnya sah tapi tidak boleh dilaksanakan dan harus membayar kaffarah. Sebagian ulama berpendapat tidak perlu membayar kafarah (tebusan) berdasarkan hadits Nabi:
لا نذر في معصية الله ولا فيما لا يملك العبد
Tidak ada nadzar dalam maksiat pada Allah …
(HR Muslim)
(4) Nazar makruh, yaitu bernazar untuk melakukan perkara yang makruh maka memilih antara melaksanakannya atau membayar kaffarah.
(5) Nazar syirik, yaitu yang ditujukan untuk mendekatkan diri kepada selain Allah maka nazarnya tidak sah dan tidak ada kaffarah, akan tetapi harus bertaubat karena dia telah berbuat syirik akbar
Menyimak penjelasan di atas berarti nadzar yang dilakukan termasuk nadzar mubah jadi kembali ke anti mau menunaikan atau bagaimana.
Wallahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadzah Nurdiana