Selasa, 24 Muharram 1438H / 25 Oktober 2016
TADABUR AL- QURAN
Pemateri: DR. SAIFUL BAHRI, M.A.
BILA TAK SEMUA BUNGA WANGI
Kehidupan rumah tangga merupakan sebuah biduk yang penuh pernik-pernik. Bahkan, sekalipun itu adalah sebuah keluarga Nabi. Surat at-Tahrim, yang sedang kita tadabburi bersama ini menjelaskan salah satu pernik keluarga yang dilalui oleh Rasulullah. Sekaligus menunjukkan bahwa Rasulullah sebagai tauladan semua manusia, khususnya umat Islam. Beliau adalah seorang manusia, bukan malaikat. Hal tersebut dimaksudkan agar siapapun bisa meniru sifat-sifat terpuji beliau yang telah diabadikan dalam al-Qur’an, _“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”_ *(QS. Al-Qalam: 4)*
Surat yang turun di Madinah ini menggambarkan sedikit masalah yang terjadi antara Rasulullah saw dan isteri-isterinya. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa Rasulullah membawa Maria al-Qibthiyah ke rumah Hafshah, dan beristirahat di sana ketika Hafshah sedang tidak berada di rumahnya. Kemudian Hafshah menjumpai Rasulullah berada dalam rumahnya dengan Maria. Hafshah pun cemburu. Maka seketika itu pula Rasul pun mengharamkan Maria untuk diri beliau. Namun, riwayat ini lemah karena beberapa periwayatnya yaitu Abdullah bin Syabib seorang yang kurang kuat hafalannya. Dan Abu Said ar-Rib’iy seorang yang pandai tapi mudah lupa dan terlalu banyak bicara dan bercerita sehingga tercampur-campur riwayatnya. Sebagaimana ditegaskan Abu Ahmad al-Hakim dalam bukunya Mîzân al-`I’tidâl fi Naqdi ar-Rijâl (lihat vol. 4/118).
Adapun sebab turun ayat ini yang shahih sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim juga Abu Dawud, Rasulullah dijumpai oleh Aisyah dan Hafshah sepulang dari rumah Zainab binti Jahsy dan mereka berdua menemukan tanda-tanda Rasulullah telah meminum madu dan jamuan yang istimewa di rumah Zaenab, mereka berdua pun cemburu. Untuk menyenangkan isteri-isterinya Rasul pun mengharamkan madu. Maka turunlah teguran Allah, _“Hai Nabi, Mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”_ *(At-Tahrim: 1)*
Kemudian tatkala beliau menjelaskan sebuah rahasia tertentu kepada Hafshah. Lalu Hafshah memberitahukannya kepada Aisyah dan mereka berdua sibuk membicarakannya. Turunlah teguran Allah berikutnya, _“Dan ingatlah ketika nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: “Siapakah yang Telah memberitahukan hal Ini kepadamu?” nabi menjawab: “Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, Maka Sesungguhnya hati kamu berdua Telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan nabi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. Jika nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.”_ *(At-Tahrim: 3-5)*
Adalah sebuah keistimewaan dan kebanggaan berada di dekat Rasulullah, berada di tengah-tengah kehidupan Rasulullah. Apalagi dengan status sebagai ahli baitnya. Menjadi orang pertama yang dekat dengan sumber turunnya hukum dari Allah. Namun, keistimewaan ini tak lantas membuat ahli bait Rasulullah kebal hukum dan bebas melakukan apa saja. Karena agama Islam, risalah yang dibawa Rasulullah tak mengenal kasta. Siapapun yang baik dihargai kebaikannya dan yang salah harus dihukum atau setidaknya ditegur.
Teguran pertama yang diperuntukkan Rasulullah adalah sebuah teguran yang tegas. Apakah demi menyenangkan para isteri, beliau bisa mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah. Sekaligus sebagai contoh untuk para umatnya, terutama dalam mengarungi kehidupan keluarga. Tak jarang demi menyenangkan hati isteri seorang suami melakukan sesuatu yang dibenci oleh Allah. Dalam ayat ini, Rasul tidaklah melakukan maksiat atau melanggar larangannya, tapi beliau menahan dari sesuatu yang dibolehkan. Itu saja sudah mendapat teguran. Apalagi jika seandainya yang dilakukan adalah maksiat. Maka yang perlu diambil pelajaran adalah penyikapan terhadap perilaku isteri yang kadang memiliki kecemburuan yang berlebihan, bahkan tak jarang sangat tidak beralasan. Penyelesaian yang baik bukanlah asal isteri senang. Namun, perlu diperhatikan apakah melanggar norma agama selain tentunya dicari akar permasalahan yang sesungguhnya. Dan kemudian dibicarakan dengan baik-baik dan kepala dingin. Bahwa permasalahan cemburu juga tak jauh berbeda dengan permasalahan salah paham antara pasangan suami istri dalam berkomunikasi. Kecuali jika memang benar suami telah benar-benar melanggar hak-hak istri. Bukan sekedar praduga atau prasangka, karena kita diminta untuk menjauhi keduanya.
🔹Bersambung…🔹