Kitab Ath Thaharah (bersuci) (8) – Bab Al Miyah (Tentang Air)

0
44

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁 
 
📝 Ustadz Farid Nu’man Hasan, SS.

📚Hadits 8 

Al Hafizh Ibnu Hajar juga menambahkan:

وَلِأَبِي دَاوُدَ: – وَلَا يَغْتَسِلُ فِيهِ مِنْ اَلْجَنَابَةِ 

📌 Dan pada riwayat Abu Daud: “Janganlah mandi janabah padanya (fiihi).”

Lengkapnya adalah:

لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ وَلَا يَغْتَسِلُ فِيهِ مِنْ الْجَنَابَةِ

 📌 Janganlah salah seorang kalian kencing pada air tergenang dan janganlah  mandi janabah padanya.

📚Takhrij Hadits:

🔹          Imam Abu Daud dalam Sunannya No. 70
🔹          Imam An Nasa’i dalam Sunannya No. 398
🔹          Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 9596
🔹          Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 285
🔹          Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 1064
🔹          Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya No.  1257
🔹          Imam Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalamKanzul ‘Ummal No. 26422

📚Status Hadits:

 🔹          Hadits ini dishahihkan oleh Imam Ibnu Hibban, dengan dimasukkannya hadits ini dalam kitab Shahihnya.
 
🔹          Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad menceritakan bahwa semua perawi hadits ini, adalah jujur dan terpercaya. (Lihat rinciannya dalam Syarh Sunan Abi Daud,  1/286)
 
🔹          Syaikh Al Albani menilai: hasan shahih. (Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 70)
 

📚Kandungan hadits:

📋1⃣ .       Hadits ini sama dengan sebelumnya, yakni larangan kencing di air diam, dan larangan mandi dalam keadaan junub di air diam, atau larangan mandi janabah di air yang telah dikencingi.
 
📋2⃣ .       Hikmah dilarangnya mandi di air tergenang adalah karena air tersebut memiliki potensi besar tidak aman dari najis dan kotoran yang berasal dari manusia dan hewan. Biasanya ini terjadi pada air tergenang yang berada di alam terbuka seperti kubangan, empang, kolam ikan, bahkan kolam renang, yang semuanya tidak dialirkan sehingga tidak terganti dengan air yang baru. Maka, maka itulah sebabnya  menjadi terlarang.
 
⚠Namun, sebagaian fuqaha berpandangan lain, bahwa larangan orang junub untuk mandi di air tergenang, disebabkan karena keadaan junub mereka membuat air tersebut menjadi rusak, dan tidak layak dijadikan air untuk mandi dan bersuci; seakan air itu juga menjadi junub karenanya
 
Al ‘Allamah Ibnu At Turkumani Rahimahullah menjelaskan hal tersebut berserta alasannya:

فاستدل به بعض الفقهاء على ان اغتسال الجنب في الماء يفسده لكونه مقرونا بالنهي عن البول فيه

📌Sebagian ahli fiqih berdalil dengan hadits ini, bahwa mandinya orang junub pada air maka itu bisa merusakkannya, alasannya adalah karena hal ini dibarengi dengan pernyataan larangan kencing di dalamnya. (Al Jauhar An Naqiy, 8/323)
 
🔑Jadi, sebagaimana kencing di air yang tergenang bisa merusak air tersebut, maka orang junub yang  nyebur di dalamnya juga bisa merusakannya, oleh karenanya keduanya dilarang dalam hadits ini.
 
Tetapi, pemahaman ini dipandang lemah dan bertentangan dengan riwayat berikut:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَفْنَةٍ فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَتَوَضَّأَ مِنْهَا أَوْ يَغْتَسِلَ فَقَالَتْ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ جُنُبًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمَاءَ لَا يُجْنِبُ 

📌Dari Ibnu Abbas, katanya: “Sebagian istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mandi dijafnah (bak besar), lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang untuk berwudhu dari air tersebut atau dia mandi. Berkatalah isterinya kepadanya: ‘Wahai Rasulullah, saya sedang keadaan junub.’ Maka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab; “Sesungguhnya air tidaklah junub.” (HR. Abu Daud No. 68, At Tirmidzi No. 65, katanya: hasan shahih. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 859, Ibnu Hibban No. 1248, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 355)
 
📋3⃣ . Adapun air tergenang yang memang berasal dari air tanah yang suci dan bersih, telaga, mata air, sungai,  atau air tadah hujan, lalu semuanya ditampung di bak mandi, tempayan, tangki air, atau ember, yang semuanya pada asalnya adalah suci dan bersih secara meyakinkan. Maka, semua ini –walau termasuk air diam karena memang diwadahkan- adalah boleh dimanfaatkan karena bersih dan sucinya, baik keperluan makan minum, atau bersuci dan mandi. Ini dibenarkan oleh syara’ selama air tersebut tidak terkena najis yang membuatnya berubah warna, bau, dan rasa (sebagaimana pembahasan pada hadits 1-4), dibenarkan pula oleh ‘urf (kebiasaan) yang berlaku pada masyarakat kaum muslimin dari zaman ke zaman tanpa ada yang mengingkarinya. Sebab, air pada wadah-wadah ini jauh dari kemungkinan terkena najis dan kotoran, kecuali memang sengaja dibuat demikian.
 
Wallahu A’lam

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🍁🌹


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here