Kemenangan Tidak Selalu Membuahkan Kemajuan Tanpa Tindak Lanjut yang Nyata!

0
38
 

Pemateri: Ust. Agung Waspodo, SE, MPP

Pertempuran Anzen – 22 Juli 838

Pertempuran Anzen, atau juga disebut Pertempuran Dazimon, terjadi pada hari Senin 26 Sya’ban 223 Hijriah atau 22 July 838 di daerah Anzen/Dazimon antara pasukan Byzantium dan kekuatan Khilafah ‘Abbasiyah.

Pada waktu itu Khilafah ‘Abbasiyah sedang melancarkan sebuah ekspedisi besar dengan 2 kelompok balatentara terpisah sebagai jawaban atas keberhasilan kampanye militer Emperor Theophilos setahun sebelumnya. Tujuan utama ekspedisi ini adalah utk menghancurkan Amorion, salah satu kota besar Byzantium di Asia Kecil. Di palagan Anzen, pasukan Theophilos berjumlah lebih besar dibandingkan dengan pasukan muslimin dibawah pangeran ketundukan (vassal) Iran yg bernama Afshin.

Strategi bumi hangus tentu berbeda dengan strategi penaklukan teritorial. Sangat disayangkan jika pada periode ino upaya terstruktur lagi menyeluruh tidak dilakukan utk menyebarkan Islam ke daerah Asia Kecil (Asia Minor, atau sering disebut sebagai Anatolia di masa Turki Utsmani nantinya).

Pasukan Byzantium yg jumlahnya lebih banyak itu pada awalnya memperoleh keberhasilan dalam kontak senjata ini, tetapi ketika Emperor Theophilos memutuskan utk ikut menyerang secara langsung; maka ketiadaan sosoknya di tengah-tengah para prajurit yg tidak biasanya ini menimbulkan kepanikan. Sebuah kepanikan yg tidak ia pertimbangkan sebelumnya ini semakin menjadi-jadi hingga berkembang isu bahwa emperor telah terbunuh. Isu ini ditambah dengan serangan balik pasukan panah-berkuda Afshin yg gigih menyebabkan pasukan utama Byzantium patah arang hingga akhirnya mundur dari lapangan tempur.

🔅Pemimpin memang patut memberi teladan, namun dalam taktik militer keteladanan ini harus diletakkan dalam bingkai strategi dengan pola komunikasi yg aman lagi efektif. Dalam kasus ini, alih-alih merebut kemenangan, ternyata kesemangatan pemimpin maju ke barisan terdepan malah membuat kekacauan pada keseluruhan barisan.

Kekacauan ini, menyebabkan kontingen yg dipimpin langsung oleh Emperor Theophilos dan pasukan pengawalnya menjadi terkepung sementara di sebuah bukit sebelum berhasil meloloskan diri. Kekalahan ini menyebabkan hancurnya kota Amorion beberapa pekan kemudian, sebuah momen kemunduran dan hantaman berat bagi prestise Byzantium dalam perseteruan beberapa abad dari Perang Arab-Byzantium.

Kekalahan yang seandainya ditindak-lanjuti dengan pendudukan wilayah maka akan memberikan hasil yang optimal utk perencanaan tahun berikutnya. Yang masih menimbulkan tanda tanya adalah, apa yang menjadi alasan bagi Khilafah ‘Abbasiyah tidak menguasai wilayah yg sdh rapuh dan runtuh pertahanannya itu? Perlu banyak membaca lagi sejarah era ini.

Kekalahan ini dinilai sangat tragis untuk Byzantium pada waktu itu, namun peristiwa di Anzen dan hancurnya kota Amorion secara militer, anehnya tidak berdampak jangka panjang bagi imperium. Hal ini disebabkan karena Khilafah ‘Abbasiyah tidak meneruskan keberhasilan militer ini menjadi sebuah keuntungan yg lebih besar. Hal yg justru mencuat di sisi Byzantium adalah meningkatnya sentimen negatif terhadap ikonoklasme (iconoclasm) yg hampir selalu membutuhkan keberhasilan militer utk menjaga keabsahannya.

Stabilitas dalam negeri selalu menjadi faktor penentu berapa kuat dan lama sebuah ekspedisi militer ke wilayah luar. Ia bisa menjadi faktor pemicu namun bisa juga menjadi faktor penghambat; lawan pun harus cerdas memperhatikan momentum ini.

Tidak lama setelah wafatnya Emperor Theophilos pada tahun 842, empat tahun setelah pertempuran ini, gerakan memuja simbol-simbol relijius bergambar (icons) kembali marak sebagai penanda keberhasilan Nasrani Orthodox di seluruh penjuru kerajaan. Pertempuran Anzen dapat juga dilihat sebagai contoh betapa sulitnya militer Byzantium menghadapi ancaman pasukan panah-berkuda. Hal ini merupakan faktor militer yg besar pada abad ke-6 dan ke-7 yg kemudian berkembang menjadi kekuatan inti tradisi serta doktrin militer Byzantium.

Kekalahan tidak selalu berdampak negatif, dalam aspek militer maka kecerdasan sebuah peradaban juga dapat diukur dari seberapa cepat penyesuaian yg dilakukannya utk mengimbangi keunggulan lawan. Kemenangan tidak berdampak jauh ke depan jika tidak diimbangi oleh kesigapan utk selalu memiliki strategi dan taktik yg terus berkembang diluar pantauan lawan.

Suatu hal yg juga mencengangkan adalah pertempuran ini menjadi momen dimana Byzantium menghadapi taktik bangsa nomaden Turki dengan gaya perang Asia Tengahnya. Keturunan mereka nanti adalah bangsa Turki Saljuq yg akan menjadi antagonis bagi Byzantium dari abad ke-11 hingga seterusnya.

Agung Waspodo, masih terpana dengan mendalamnya sejarah Khilafah ‘Abbasiyah setelah 1177 tahun kemudian.

Depok, 22 Juli 2015, pagi selepas waktu subuh..


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here