Fiqih MuamalahUstadz Menjawab

Hukum Asuransi Pinjaman Kredit

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz…Ada salah satu jamaah yang ibunya meninggal setelah meminjam uang di bank Rp 60 juta. Pinjaman itu diasuransikan oleh bank (asuransi taspen) dengan membayar premi Rp1,2 juta di awal. Setahun kemudian ibu ini meninggal. Dia baru membayar cicilan bank Rp 4 juta, masih ada sisa utang Rp 56 juta. Pihak asuransi kemudian membayarkan sisa utang itu (Rp56 juta).

👥 Pihak ahli waris setelah mengetahui bahwa asuransi ini tidak syar’i, merasa tidak tenang karena takut ibunya akan dihisab atas uang asuransi ini. Mereka pun menjual aset milik mereka untuk mengembalikan uang Rp56 juta itu ke pihak asuransi. Artinya mereka tidak ingin utang almarhumah dibayarkan oleh asuransi sehingga mereka ingin mengembalikannya.

👤 Mohon arahan dari Ustadz, bagaimana seharusnya sika para ahli waris ini? Apakah yang ingin mereka lakukan sudah benar?

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃


Jawaban

Oleh: Ustadz Dr. Oni Syahroni, M.A

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

♻ Jawaban atas pertanyaan tersebut bisa dijelaskan dalam poin-poin sebagai berikut.

💵 Transaksi pinjaman utang piutang di bank konvensional, begitu juga transaksi asuransi atas pinjaman di asuransai konvensional, tidak diperkenankan dalam Islam karena dua hal.

1⃣ Transaksi utang piutang antara almarhumah dan bank konvensional itu telah menempatkan posisi almarhumah sebagai debitur dan bank konvensioanal sebagai kreditor.

🌹 Setiap kelebihan dari pokok pinjaman yang dibayarkan almarhum kepada bank konvensional itu adalah bunga atau dikenal dengan riba jahiliyah (riba dain, riba qard, atau riba nasa’i).

📖 Setiap kelebihan atas pokok pinjaman ini tidak diperkenankan dan termasuk dosa besar sebagaimana tiga ayat Al-Qur’an,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً

📝 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda ….” (QS. Ali Imran: 130)

وَاَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَوا

📝 “padahal Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ….” (QS. Al-Baqarah: 275)

يَايُّهَا الَّذِىْنَ أَمَنُوْا التَّقُوْا اللهَ وَذَرُوْا مَابَقِيَ مٍنَ الرِّبَوا

📝 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 278)

❎ Dengan demikian, transaksi almarhumah untuk mendapatkan fasilitas pinjaman tersebut tidak diperkenankan dalam Islam atau haram hukumnya.

2⃣ Transaksi asuransi sebagaimana yang dipraktikkan di asuransi konvensional saat ini juga tidak diperkenankan karena ada dua titik penyimpangan.

📌 Penyimpangan pertama adalah dari aspek funding di mana premi yang dibayarkan oleh peserta asuransi itu dianggap sebagai harga beli. Sementara itu, yang dijual oleh asuransi adalah mitigasi risiko atas gagal bayar atau meninggal dan lain-lainnya. Yang dibayar itu pasti setiap bulan, sedangkan yang dibeli tidak pasti karena risiko meninggal, cacat, kecelakaan, meninggal, atau gagal bayar. Dalam bahasa asuransi, itu disebut transfer of risk. Dalam bahasa fikih, disebut gharar (ketidakpastian) yang dilarang,

📜 sesuai dengan hadits Rasulullah SAW,

نَهَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

Dan sesuai dengan pernyataan 📝 Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa,

الخطر خطران خطر التجارة الذي لا بد منه

🚫 Bahwa risiko itu dibagi dua: risiko yang boleh adalah risiko yang melekat dalam bisnis, sedangkan risiko yang dilarang adalah risiko yang bersifat spekulatif sebagaimana yang terjadi dalam asuransi.

📌 Penyimpangan kedua dalam asuransi adalah seluruh premi peserta asuransi ditempatkan di pinjaman berbunga, baik deposito bank konvensional maupun obligasi.

3⃣ Dengan demikian, pinjaman berbunga yang dilakukan almarhumah, begitu juga paket asuransi atas pokok pinjaman tersebut, tidak diperkenankan dalam Islam.

❇ Selanjutnya, saya pribadi melihat jika ahli waris mempunyai kamampuan secara finasial untuk mengganti uang tersebut maka akan lebih baik (afdhal aula) untuk mengganti uang tersebut dan menyedekahkan nominal pinjaman tersebut atau asuransi kepada dhuafa dan fakir miskin. Karena status dana nonhalal atau dana haram itu tidak boleh dimanfaatkan oleh pemiliknya, tetapi harus diserahkan atau disalurkan kepada para dhuafa dan fakir miskin.

❇ Yang harus dibayarkan bukan pokok pinjaman melainkan nominal bunga atas pokok pinjaman, sedangkan pokok pinjaman itu halal. Dengan demikian, yang harus diganti adalah bunga atas pinjaman.

Wallahu a’lam.

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial

Follow Media Sosial MANIS :

IG : https://www.instagram.com/majelis_manis/?igshid=YmMyMTA2M2Y%3D

FB: http://fb.com/majelismanis

TikTok https://www.tiktok.com/@majelis_manis_

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Iman Islam
No Rek BSI : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287891088812

Related Posts

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *