📝 Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I
🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹
Hukum mengucapkan amin sendiri sebenarnya terjadi perbedaan di kalangan ulama. Namun, sebagaimana disepakati, di dalam madzhab Syafi’i, hukumnya adalah sunnah secara mutlak, baik bagi imam, makmun, maupun munfarid. Imam an-Nawawi di dalam Raudhah ath-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin mengatakan:
“Disunnahkan bagi siapapun yang membaca al-Fatihah untuk mengucapkan amin, baik itu di dalam shalat maupun di luar shalat, baik dengan memanjangkan bacaannya maupun dengan memendekkannya, lafazh amin dibaca tanpa mentasydidkannya. Dan disunnahkan untuk memisahkan antara bacaan amin dengan lafazh ‘wa ladh-dhallin’ dengan berhenti sebentar dengan tujuan membedakannya dengan al-Qur’an. Kesunnahan ini berlaku baik bagi imam, makmum, maupun munfarid.”
Di antara dalil yang menunjukan kesunnahan mengucapkan amin ini di antaranya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jika imam membaca amin, maka bacalah oleh kalian amin. Karena, barangsiapa yang bacaan aminnya berbarengan dengan bacaan amin para malaikat, maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. al-Bukhari) Dalam redaksi yang disampaikan oleh Imam Ahmad di dalam Musnad-nya, Rasulullah saw. bersabda: “Jika imam membaca ‘ghairil-maghdhubi ‘alaihim wa ladh-dhallin’, maka bacalah oleh kalian amin, karena malaikat juga mengucapkan amin, dan imam juga mengucapkan amin. Barangsiapa yang bacaan aminnya berbarengan dengan bacaan amin para malaikat, maka diampuni dosanya yang telah lalu.”
Imam at-Tirmidzi juga menyampaikan riwayat dari Wa’il ibn Hajar yang mengatakan: “Aku mendengar Nabi saw. membaca ‘ghairil-maghdhubi ‘alaihim wa ladh-dhallin’ dan mengucapkan amin dengan suara yang dipanjangkan.”
Mengenai cara pengucapannya, dalam hal ini apakah dibaca jahr ataukah tidak, maka Imam an-Nawawi juga menjelaskan: “Lafazh amin ini dibaca jahr di dalam shalat jahriyah, baik oleh imam maupun munfarid. Adapun bagi makmum maka madzhab Syafl’i membacanya dengan jahr. Namun ada yang mengatakan bahwa ada juga pendapat kedua, yaitu jika imam tidak membacanya dengan jahr, maka makmun membacanya dengan jahr untuk memberitahunya. Namun jika imam membaca amin, maka makmum membacanya dengan jahr jika jumlahnya banyak, dan jika sedikit, maka tidak dibaca jahr. Dan disunnahkan juga untuk berbarengan dalam pengucapannya antara makmum dengan imam, tidak mendahuluinya dan tidak mengakhirkannya dari bacaan amin imam.”
Mengenai alasan lafazh amin tidak dibaca dengan tasydid-di antaranya seperti yang dikemukakan oleh Abu al Hasan al-Mawardi di dalam al-Hawi al-Kabir karena maknanya bisa beralih dari makna doa menjadi bermakna al-qashd (menuju atau mengunjungi), seperti dalam firman-Nya: “…dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah…” (QS. Al-Ma’idah [5]: 2). Kata ‘aamminal-baital-haram’ di dalam ayat ini berarti orang-orang yang mengunjungi Baitul Haram. Namun, sebagaimana dapat kita baca di dalam al-Iqna’ yang ditulis oleh al-Khathib asy-Syarbini, membacanya dengan tasydid juga tidak membatalkan shalat jika memang yang dimaksud adalah doa sebagaimana makna kata tersebut jika dibaca tanpa tasydid.
Wallahu a’lam.
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130






