π Pemateri: Ustadz Umar Hidayat, M.Ag
πππΊπππΊππ
Ketahuilah jika kita merasa bahagia saat orang lain mendapatkan kebahagiaan, sesungguhnya kita sedang mengantri kebahagiaan yang sama. Bahkan lebih.
Saat ada kesempatan untuk mengecewakan orang lain, tetiba kita mampu mengcencelnya, bahkan merubahnya melakukan apa yang diharapkannΓ½a; maka sungguh kemuliaan akan segera Allah datangkan kepadanya. Begitupun dengan perasaan bahagia tumbuh bagi dirinya dan juga bagi orang lain.
Membahagiakan orang lain dengan cara memberi apa yang sedang dibutuhkan, sungguh kebahagiaan itu terasa ‘nendang’ banget. Orang yang sedang mengalami kelaparan bersebab tak ada makanan yang bisa dikonsumsi, tetiba ada orang yang membagikan makanan. Sungguh bahagia dia. Begitupun orang yang memberi marasakan kebahagiaannya.
Siapa sebenarnya orang yang paling bahagia? Dialah orang yang mampu membahagiakan orang lain. Yang menegur kita disaat kita salah. Yang mau berbagi menolong saat kita berkesusahan.
Sebaliknya buat apa sebenarnya maksud hati ketika seseorang berbuat buruk kepada orang lain. Menyusahkan orang lain. Membuat sedih orang lain. Ingatlah Allah berfirman dalam qs. 17;7; “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.”
Hidup cuman sekali, bagimana agar hidup ini selalu berarti. Menemukan kebahagiaan bersama orang-orang disekitarnya membuat kita semakin memiliki arti. Bukan soal harganya atau nilai nominalnya, tetapi rasa kebersamaan, kepedulian untuk saling membahagiakan, menyamankan dan menentramkan itu penting.
Bukan pula soal status sosial, atau keturunan siapa. Tetapi keberpihakan secara tulus untuk saling menghargai dan berbagi. Senyum mereka adalah bagian kebahagiaan kami. Sebab letak kebahagiaan itu ada di dalam hati. Hati yang lapang. Hati yang merasa cukup. Hati yang penuh kesyukuran dan kesabaran. Kebahagiaan adalah bersyukur dan menghargai orang-orang disekitarnya.
Lalu bagaimana agar kita senantiasa bisa meraih kebahagiaan? Belajar dari Imam Syafi’i agar kita selalu bisa merasakan kebahagiaan tergantung pada cara kita melihat orang lain. Ada dua cara melihat menurut imam syafi’i;
1. Ainur ridhlo; positif thinking, maka dia akan menemukan sejuta alasan untuk melihat kebahagiaan bersama orang lain. Seperti mata lebah kemana saja yang di cari dan dihampiri selalu saja hal yang baik, hal yang positif, yang indah-indah.
2. Ainul syukhthi, negatif thinking, maka dia akan menemukan sejuta alasan untuk menghalangi orang lain bahagia, setidaknya tidak mengakui bahkan membencinya. Yang ia lihat hanya negtif, keburukan dan kebencian. Tidak ada alasan yang paling patut untuk disuguhkan kecuali berpikir negatif dan penuh kebencian. Seperti seekor lalat kemana saja yang dicari tempat yang buruk, kotor, bau dan jelek.
Kita bebas memilihnya, dengan segala konsekuensi di dalamnya. Toh… semua yang kita lakukan akan kembali pada diri kita masing-masing.
Karenanya ketenangan, Kebahagiaan, dan Keberkahan adalah ‘harta’ yang tak bisa dibeli oleh siapa pun. Kebahagiaan adalah pilihan sadar yang harus dipeejuangkan.
Semoga…
Wallahu A’lam
πππΈπππΈπππΈ
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
π±Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis
π° Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678