Pertanyaan
Apakah diperbolehkan shalat tahiyatul masjid saat khatib sedang berkhutbah pada hari Jum’at?
Jawaban
Oleh: Ust. Farid Nu’man Hasan, SS
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa man waalah, wa ba’d:
Secara umum bagi jamaah shalat Jumat adalah mesti tertib dan tenang, serta perhatian terhadap khutbah Jumat. Bahkan, memerintahkan orang lain untuk diam saja juga terlarang dan termasuk yang membuat hilang kesempurnaan shalat Jumat orang tersebut.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya bahwa Nabi ﷺbersabda:
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الجُمُعَةِ: أَنْصِتْ، وَالإِمَامُ يَخْطُبُ، فَقَدْ لَغَوْتَ
Jika kamu berkata kepada kawanmu pada hari (shalat) Jumat: “Diam!” sedangkan Imam sedang berkhutbah, maka engkau telah sia-sia.” (HR. Bukhari No. 934, Muslim No. 851)
Imam An Nawawi menjelaskan maksud Laghawta adalah engkau telah mengatakan perkataan yang melalaikan, gugur, sia-sia, dan tertolak. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/138)
Bahkan Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘Anhuma begitu marah kepada orang yang berbicara saat imam khutbah.
Alqamah bin Abdullah bercerita:
أَنَّ ابْنَ عُمَرَ، قَالَ لِرَجُلٍ كَلَّمَ صَاحِبَهُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ: «أَمَّا أَنْتَ فَحِمَارٌ , وَأَمَّا صَاحِبُكَ فَلَا جُمُعَةَ لَهُ»
Bahwasanya Ibnu Umar berkata kepada laki-laki yang mengajak bicara pada sahabatnya di hari Jumat dan imam sedang khutbah: “Ada pun kamu, kamu ini keledai, sedangkan kawanmu tidak ada Jumat baginya.” (Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 26103)
Semua riwayat ini, dan yang semisalnya, merupakan larangan secara muthlaq berbicara pada saat imam sedang khutbah. Tetapi, kita dapati riwayat lain bahwa saat Nabi ﷺ sedang khutbah justru Beliau memerintahkan seorang jamaah yang baru sampai ke masjid untuk shalat tahiyatul masjid.
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
جَاءَ رَجُلٌ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ النَّاسَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ أَصَلَّيْتَ يَا فُلَانُقَالَ لَا قَالَ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ
Datang seorang laki-laki dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamsedang berkhutbah di hadapan manusia pada hari Jumat. Beliau bersabda: “Wahai fulan, apakah engkau sudah shalat?” orang itu menjawab: “Tidak.” Beliau bersabda: “Bangunlah dan shalatlah dua rakaat.” (HR. Bukhari No. 930, dan Muslim No. 875)
Perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Bangunlah ..”menunjukkan bahwa sebelumnya orang tersebut telah duduk lebih dahulu.
Oleh karena itu para ulama mengatakan bahwa terlanjur“duduk” tidaklah membuat kesunahan tahiyatul masjid menjadi gugur.(Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 2/228)
Maka kisah di atas menjadi dalil yang muqayyad (mengikat) bahwa tidak semua terlarang, sehingga spesial untuk shalat tahiyatul masjid dibolehkan walau imam sedang khutbah Jumat. Hal ini sesuai kaidah “Hamlul Muthlaq ‘Alal Muqayyad” yaitu memahami dalil yang masih umum (muthlaq) berdasarkan dalil yang sudah khusus dan terikat (muqayyad). Jadi, secara umum memang dilarang berbicara ketika imam sedang khutbah, namun dikecualikan shalat tahiyatul masjid.
Sebenarnya hal ini diperselisihkan ulama, sebagian mereka mengatakan tetap tidak boleh shalat tahiyatul masjid ketika imam sedang khutbah. Alasannya bahwa kisah di atas adalah khusus bagi laki-laki itu saja, tidak berlaku umum. Dalam riwayat Ath Thabarani diketahui bahwa laki-laki tersebut bernama Sulaik. Ada juga yang mengatakan bahwa pembolehan ini hanya berlaku pada awal Islam yang sudah dihapus. Alasan lain adalah bahwa ada seseorang yang sedang melewati punggung jamaah, lalu nabi memerintahkan duduk dan berkata “engkau telah mengganggu.” Kisah ini tidak memerintahkan shalat tahiyatul masjid tapi memerintahkan duduk. Namun semua dalil ini dikoreksi oleh Imam Ibnu Hajar Rahimahullah secara baik; bahwasanya tidak ada dasarnya mengatakan itu khusus bagi Sulaik saja, tidak benar bahwa peristiwa ini telah dihapus hukumnya sebab Salik termasuk orang yang akhir masuk Islam, lalu perintah nabi kepada seorang laki-laki untuk duduk bukan shalat tahiyatul masjid menunjukkan bahwa tahiyatul masjid bukan wajib tapi sunah, bukan menunjukkan larangan dilakukan ketika khutbah sehingga menurutnya bahwa shalat tahiyatul masjid saat imam khutbah tetap boleh. (Lihat detilnya dalam Fathul Bari, 2/407-410, ada sebelas hujjah yang dikoreksi oleh Al Hafizh Ibnu Hajar)
Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim Abadi Rahimahullah mengatakan:
والحديث فيه دليل على أن تحية المسجد تصلى حال الخطبة وقد ذهب إلى هذا طائفة من الفقهاء والمحدثين ويخففهما ليفرغ لسماع الخطبة وذهب جماعة من السلف إلى عدم شرعيتهما حال الخطبة والحديث هذا حجة عليهم وقد تأولوه بأحد عشر تأويلا كلها مردودة سردها الحافظ في فتح الباري بردودها
Hadits ini menjadi dalil, bahwa tahiyatul masjid dilakukan ketika keadaan khutbah. Inilah pendapat segolongan ahli fiqih dan ahli hadits, dan hendaknya meringankan shalatnya agar bisa langsung mendengarkan khutbah. Segolongan salaf ada yang mengingkari dibolehkan tahiyatul masjid ketika khutbah. Namun, hadits ini menjadi hujjah (baca: bantahan) atas mereka. Mereka mencoba mentakwilkannya sampai sebelas takwilan, dan semuanya tertolak, disebutkan satu persatu oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari dan beserta bantahannya. (‘Aunul MA’bud, 3/327)
Wallahu A’lam
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678