Pertanyaan
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ustadz…saya mau bertanya… Jika ada seorang ibu wafat meninggalkan anak perempuan, berapakah hak waris anak perempuan tersebut? Dan dalam kondisi apa saja? Mohon penjelasan Ustaz.
— Afiah, Depok
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Jawaban
Oleh: Ustadz Dr. Oni Sahroni
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Salah satu referensi terkait adalah buku al-Wasith fi ‘Ilmi al-Mawarits karya Prof Dr Abdul Wahhab Hawwas dijelaskan secara detail terkait dengan bagian anak perempuan yang selanjutnya saya sarikan ulang agar lebih ringan.
Pertama-tama, perlu ditegaskan bahwa anak perempuan yang dimaksud adalah anak kandung perempuan langsung dari almarhum yang wafat (bukan cucu perempuan atau anak cucu perempuan atau selanjutnya ke bawah).
Sesungguhnya anak perempuan memiliki tiga hak waris berikut.
Pertama, mendapatkan setengah (1/2) warisan. Jadi, anak perempuan tersebut berhak atas setengah saat ia menjadi satu-satunya ahli waris (tidak ada pihak lain yang membuatnya menjadi ashabah atau mendapatkan sisa waris) atau tidak ada anak laki-laki yang sederajat.
Hal ini merujuk pada firman Allah SWT,
…وَاِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ…
“… Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan)…” (QS an-Nisa: 11).
Makna ayat ini jelas bahwa jika jumlah anak perempuan tersebut hanya satu, maka ia berhak mendapatkan setengah.
Di antara contoh masalahnya, saat seseorang wafat meninggalkan anak perempuan dan paman, maka anak perempuan berhak mendapatkan setengah sebagai ashabul furudh karena ia hanya satu-satunya anak perempuan dan tidak ada pihak lain yang mengubah haknya menjadi ashabah.
Selanjutnya, sisa warisan menjadi hak paman sebagai ashabah.
Kedua, mendapatkan dua pertiga (2/3) dari warisan dan dibagi antara mereka secara merata.
Jadi saat ada beberapa anak perempuan dan tidak ada saudara laki-laki yang mengubah hak mereka menjadi ashabah (mendapatkan sisa).
Sebagaimana firman Allah SWT,
… فَاِنْ كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ…
“… Apabila anak perempuan itu lebih dari satu, maka mereka mendapatkan 2/3 dari warisan…” (QS an-Nisa: 11).
Di antara contoh masalahnya adalah seseorang wafat meninggalkan istri, dua anak perempuan dan paman, maka istri mendapatkan 1/8 karena ada keturunan yang mewarisi.
Dua anak perempuan mendapatkan 2/3 dibagi antar mereka dengan kadar yang sama karena jumlah anak perempuan lebih dari satu dan tidak ada pihak yang mengubah hak mereka menjadi ashabah.
Selanjutnya, paman mendapatkan sisa sebagai ashabah.
Ketiga, anak perempuan mendapat hak ashabah. Jadi apabila ada anak kandung laki-laki, baik satu orang ataupun lebih menyertai satu atau dua atau lebih anak kandung perempuan.
Selanjutnya, seluruh atau sisa warisan dibagi –setelah ashabul furudh mengambil bagiannya– kepada sejumlah anak laki-laki dan anak perempuan sesuai dengan kaidah anak perempuan setengah dari anak laki-laki, di mana laki-laki mendapatkan dua bagian dan anak perempuan mendapatkan satu bagian.
Hal ini merujuk kepada firman Allah SWT,
يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ…
“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan…” (QS an-Nisa: 11).
Ayat tersebut secara tegas menjelaskan tentang hak waris anak perempuan beserta anak laki-laki dengan cara ta’shib, di mana anak perempuan setengah dari anak laki-laki sebagai ashabah.
Di antara contoh masalahnya adalah:
(a) Apabila seseorang wafat meninggalkan anak perempuan dan anak laki-laki, maka warisan dibagi kepada keduanya sebagai ashabah, di mana hak perempuan setengah dari laki-laki.
Maka anak perempuan tidak mendapatkan haknya sebagai ashabul furudh karena ada anak laki-laki menyertainya.
(b) Apabila seseorang wafat meninggalkan istri dan anak perempuan dan anak laki-laki, maka istri mendapatkan 1/8 dan sisanya itu untuk anak laki-laki dan anak perempuan.
(c) Apabila seorang perempuan wafat meninggalkan suami, ayah, ibu, dua anak perempuan, dan dua anak laki-laki, maka suami mendapatkan seperempat sebagai ashabul furudh karena ada keturunan yang mewarisi.
Sedangkan ayah dan ibu itu masing-masing mendapatkan seperenam dari harta warisan karena ada keturunan yang mewarisi.
Sedangkan sisanya untuk dua anak perempuan dan dua anak laki-laki dengan merujuk pada kaidah anak perempuan setengah dari anak laki-laki.
(d) Apabila ada seseorang wafat meninggalkan tiga anak laki-laki dan tiga anak perempuan, maka aset warisan dibagi menjadi sembilan bagian.
Setiap anak laki-laki mendapatkan dua bagian, dan setiap anak perempuan mendapatkan satu bagian.
Keempat, saat jumlah anak perempuan itu dua orang. Nash tidak menjelaskan hak dua anak perempuan. Apakah haknya setengah (1/2) seperti hak satu anak perempuan, atau 2/3 karena disamakan dengan lebih dari dua anak.
Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat. Di antaranya:
(i) Ibnu Abbas berpendapat bahwa keduanya berhak mendapatkan setengah, seperti halnya satu anak perempuan.
(ii) Sedangkan mayoritas sahabat dan mayoritas ahli fikih berpendapat bahwa ia mendapatkan dua pertiga seperti halnya tiga anak perempuan.
Penulis kitab al-Wasith fi ‘Ilmi al-Mawarits memilih pendapat mayoritas sahabat dan ahli fikih sebagai pendapat pilihan.
Di antara alasannya, sebagaimana dilansir Prof Dr Abdul Wahab Hawwas bahwa dalil dan argumentasi kedua pendapat dan kemudian sampai pada satu kesimpulan bahwa argumentasi yang digunakan Ibnu Abbas itu lemah.
Hal ini karena saat nash menyebutkan sesuatu itu tidak berarti menafikan hal yang tidak disebutkan. Dan karena pandangan mazhab Ibnu Abbas menyebabkan pada hak dua saudara perempuan itu lebih besar daripada dua anak perempuan.
Padahal dari sisi kekeluargaan, anak perempuan itu lebih kuat daripada dua saudara perempuan.
Oleh karena itu, penulis kitab al-‘Adzbu al-Faidh menyebutkan ungkapan dari asy-Syarif al-Armawi,
صح عن ابن عباس رضي الله عنهما رجوعه عن ذلك وصار اجماعا إذ الإجماع بعد الاختلاف حجة.
“Bahwa telah benar dilansir dari Ibnu Abbas bahwa ia telah mengoreksi pendapatnya (sehingga hak dua anak perempuan itu seperti hak tiga anak perempuan) telah menjadi konsensus para ulama karena ijma’ setelah adanya perbedaan pendapat.”
Syansyuri meriwayatkan telah terjadi ijma’ ataupun konsensus para ulama bahwa dua anak perempuan itu seperti tiga anak perempuan.
Ia mengatakan,
ما روى عن ابن عباس رضي الله عنهما فمنكر لم يصح عنه
“Yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas itu mungkar dan tidak sah.” (Prof Dr Abdul Wahhab Hawwas dalam al-Wasith fi ‘Ilmi al-Mawarits melansir dari al-Adzbu al-Faidh hal 52).
Waallahu a’lam.
Sumber: Konsultasi syariah Republika Online, 05 Mei 2025
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
Follow Media Sosial MANIS :
IG : https://www.instagram.com/majelis_manis/?igshid=YmMyMTA2M2Y%3D
FB: http://fb.com/majelismanis
TikTok https://www.tiktok.com/@majelis_manis_
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Iman Islam
No Rek BSI : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287891088812







