Fiqih MuamalahUstadz Menjawab

Emas Masih dalam Cicilan, Wajib Zakat?

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz…saya mau bertanya… Apakah emas yang masih dalam proses cicilan itu wajib zakat atau tidak? Jika ia atau tidak, apa dalilnya? Jika wajib zakat, siapa yang wajib mengeluarkan zakatnya, apakah bank syariah sebagai penjual ataukah kepada nasabah sebagai pembeli? Mohon penjelasan Ustaz. — Nafisah, Makassar

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Jawaban

Oleh: Ustadz Dr. Oni Sahroni

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Coba saya jelaskan jawaban atas pertanyaan tersebut dalam poin-poin berikut.

Pertama, gambaran (tashawwur). Produk cicilan emas, di mana nasabah membeli emas di bank syariah secara angsur dengan margin menggunakan akad jual-beli murabahah.
Misalnya, si A membeli 5 gram emas logam seharga Rp 9.490.000 dengan 12 kali angsuran menggunakan akad jual-beli murabahah.

Kedua, kesimpulan. Kesimpulan ketentuan syariahnya adalah emas yang sedang dalam status angsuran atau cicilan itu tidak wajib zakat, baik oleh si pembeli (nasabah) ataupun oleh bank syariah sebagai penjual.

Sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih mensyaratkan kriteria objek wajib zakat itu sempurna dimiliki oleh wajib zakat.

Ketiga, dalil dan argumentasi. Ada banyak dalil dan ketentuan fikih zakat yang menjadi landasan kesimpulan tersebut, yaitu:

(1) Karena emas yang statusnya dalam angsuran atau cicilan belum menjadi milik pembeli secara sempurna. Begitu pula emas tersebut tidak menjadi milik penjual karena sedang dalam status pembelian secara angsur oleh pembeli.

(2) Salah satu indikator dari emas itu dimiliki, ia bisa diberikan kepada orang lain, sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh si pembeli cicilan emas ataupun oleh bank syariah sebagai penjual.

Dalam fikih zakat, kepemilikan ini dikenal dengan istilah milkiyah atau kepemilikan, di mana seseorang dikategorikan memiliki secara sempurna (milkiyah tammah) saat ia bisa melakukan transaksi apa pun seperti menjualnya, memberikannya kepada pihak lain, atau mewakafkan.

Pada saat seseorang memiliki, tetapi tidak bisa menghibahkannya dan tidak bisa memberikan kepada pihak lain, seperti emas yang sedang dalam cicilan, maka kepemilikannya dikategorikan kepemilikan yang tidak sempurna atau dalam istilah disebut milkiyah naqishah.

(3) Sebagaimana penjelasan para ulama,

ومعنى تمام الملك : أن يكون المال مملوكاً له رقبة ويدا (البحر الرائق ج ۲ ص ۲۱۸ )

“Yang dimaksud dengan kepemilikan sempurna adalah aset tersebut dimiliki olehnya, baik raqabah maupun yad-nya.” (Fikih Zakat, Yusuf al-Qardhawi, 1/130, yang menukil dari Al-Bahr Ar-Ra’iq, 2/218).

أو -كما شرحه بعض الفقهاء- أن يكون المال بيده، ولم يتعلق به حق غيره، وأن يتصرف فيه باختياره، وأن تكون فوائده حاصلة له (مطالب أولي النهى شرح غاية المنتهى ج ٢ ص ١٦)

“Atau sebagaimana dijelaskan oleh ahli fikih, harta tersebut ada di tangannya tanpa ada hak pihak lain, tanpa ada keterkaitan pihak lain dalam harta tersebut, dan ia bisa melakukan tasharruf terhadapnya, dan manfaat dari aset itu kembali kepadanya.” (Fikih Zakat, Yusuf al-Qardhawi, 1/130, yang menukil dari Mathalib Uli an-Nuha Syarh Ghayat al-Muntaha, 2/16).

Oleh karena itu, para ahli fikih berpendapat bahwa zakat tidak wajib kepada pembeli atas setiap aset dagang yang dibelinya sebelum ia menerima komoditas tersebut karena tidak ada unsur yad (kepemilikan atau serah terima) sebagaimana dimaksud.

Begitu pula tidak wajib zakat setiap aset hasil curian jika kembali kepada pemiliknya.
Salah satu hikmah dari syarat kepemilikan dalam zakat ini bahwa saat suatu aset dimiliki secara sempurna, maka pemiliknya bisa memanfaatkan aset tersebut di antaranya dengan mengelolanya, memanfaatkannya, atau menginvestasikan, baik oleh si pemilik secara langsung atau mereka yang diberikan kuasa.

Aset yang dimiliki secara sempurna ini harus disyukuri salah satunya dengan ditunaikan zakat atas aset yang menjadi miliknya.

(4) Bahwa zakat memberikan aset kepada para mustahik sehingga mereka memiliki aset yang diterima tersebut. Mengalihkan kepemilikan, itu bagian dari peralihan hak milik, karena bagaimana mungkin seseorang memberikan hak milik kepada pihak lain sesuatu yang tidak dia miliki.

Di antara dalil kepemilikan tersebut adalah firman Allah SWT,

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

“Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS at-Taubah: 103).

Kata-kata aset yang dilekatkan pada pemiliknya menunjukkan bahwa itu kepemilikan sempurna. Karena aset tersebut milik mereka dan mereka bisa memanfaatkan dengan seluruh tasharruf-nya.

(5) Sebagaimana Peraturan Menteri Agama, “Syarat harta yang dikenakan zakat mal sebagai berikut: (a) milik penuh; (b) halal; (c) cukup nishab; dan (d) haul.” (PMA No 52 Tahun 2014).

Wallahu A’lam.

Sumber: Konsultasi syariah Republika Online, 02 Mei 2025

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial

Follow Media Sosial MANIS :

IG : https://www.instagram.com/majelis_manis/?igshid=YmMyMTA2M2Y%3D

FB: http://fb.com/majelismanis

TikTok https://www.tiktok.com/@majelis_manis_

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Iman Islam
No Rek BSI : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287891088812

Related Posts

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *