๐ฟ๐บ๐๐๐ผ๐๐ท๐น
๐ Pemateri: Ustadz Dr. Oni Sahroni, M.A
Sesuatu bisa dikategorikan maslahat apabila menjadi bagian dari salah satu maqashid syariah, tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadist, serta tidak bertentangan dengan maslahat yang lebih besar.
Kesimpulan ini sebagaimana yang dijelaskan panjang lebar oleh Syekh Ramadhan Al-Buthi dalam kitabnya Dhawabith Al-Maslahah. Di dalam buku ini, beliau menjelaskan bahwa rambu-rambu maslahat ada tiga hal.
Batasan pertama : maslahat termasuk bagian dari maqashid syariah. Maqashid syariah atau tujuan yang Allah SWT inginkan pada makhluk-Nya itu ada lima hal:
1. Memenuhi hajat agamanya,
2. Memenuhi hajat jiwanya,
3. Memenuhi hajat akalnya,
4. Memenuhi hajat keturunannya, dan
5. Memenuhi hajat hartanya.
Karena itu, setiap perilaku yang bertujuan untuk memenuhi kelima hajat itu adalah maslahat. Sebaliknya, setiap perilaku yang menghilangkan kelima hal tersebut ialah mafsadat. Oleh karena itu, seluruh ulama dan umat Islam telah sepakat bahwa syariah ini diturunkan untuk memenuhi kelima hajat tersebut.
Asy-Syathibi menyimpulkan, maslahat adalah memenuhi tujuan Allah SWT yang ingin dicapai pada setiap makhluk-Nya. Tujuannya ada lima, yaitu menjaga agamanya, jiwanya, akalnya, keturunannya, dan hartanya.
Standarnya adalah setiap usaha yang bertujuan melindungi lima maqashid ini termasuk maslahat. Sebaliknya, setiap usaha yang bertujuan menghilangkan lima maqashid ini termasuk madarat. Misalnya memenuhi hajat finansial hamba adalah tujuan syariat ini maka setiap praktiknya yang bertujuan untuk memenuhi hajat ini adalah maslahat.
Batasan kedua: tidak bertentangan dengan Al-Quran dan sunnah. Seluruh ulama, baik ulama masa sahabat, tabiโin, maupun imam mazhab, telah berkonsensus (berijma’) bahwa maslahat seperti ini batal dan tidak berkekuatan hukum karena Al-Quran dan sunnah adalah sumber hukum (al-ashl) dan maslahat adalah salah satu muatan hukumnya (al-farโu), tidak mungkin muatan hukum bertentangan dengan sumber hukum. Oleh karena itu, maslahat yang bertentangan dengan sumber hukum bukanlah maslahat.
Misalnya firman Allah SWT,
ููุฃูุญูููู ุงูููููู ุงููุจูููุนู ููุญูุฑููู ู ุงูุฑููุจูุง
“…padahal Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Ayat ini menjelaskan perbedaan hukum jual beli dan hukum riba. Jual beli hukumnya boleh, sedangkan riba hukumnya haram. Ketentuan hukum yang ada dalam ayat ini tidak bisa dibatalkan dengan maslahat.
Batasan ketiga: tidak bertentangan dengan maslahat yang lebih besar. Maslahat menjadi berkekuatan hukum jika tidak bertentangan dengan maslahat yang lebih besar. Jika terdapat maslahat yang lebih besar, maslahat yang lebih kecil menjadi batal.
Setiap hukum fikih tidak akan melahirkan maslahat atau tidak mengandung maslahat kecuali jika maslahat tersebut sesuai dengan hukum tersebut. Maslahat bisa sesuai dengan hukum tersebut jika tidak bertentangan dengan maslahat yang lebih besar atau setara.
Wallahu a’lam.
================
Follow And Join
๐ฒFb, IG, Telegram: @onisahronii
๐ฒ Twitter : @onisahroni
๐๐๐บ๐๐๐บ๐๐
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
Follow Media Sosial MANIS :
IG : https://www.instagram.com/majelis_manis/?igshid=YmMyMTA2M2Y%3D
FB: http://fb.com/majelismanis
TikTok https://www.tiktok.com/@majelis_manis_
๐ฑInfo & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis
๐ฐ Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Iman Islam
No Rek BSI : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287891088812






