Pertanyaan
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ustadz… saya ingin bertanya, saya punya usaha di bidang konveksi (home industry), bekerja sama dengan sistem jual-putus barang dengan pihak online shop. Pihak online shop memberikan uang down payment (DP) untuk produksi barang. Apakah usaha konveksi seperti ini wajib zakat? Bagaimana penghitungan zakatnya? Mohon penjelasan Ustaz. — Anto, Bandung
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Jawaban
Oleh: Ustadz Dr. Oni Sahroni
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Jawaban atas pertanyaan tersebut akan dijelaskan dalam poin-poin berikut.
Pertama, gambaran (tashawwur). Umumnya bisnis konveksi dimaknai dengan sebuah usaha produksi pakaian yang dibuat dengan massal.
Konveksi secara lebih spesifik adalah industri kecil skala rumah tangga yang merupakan tempat pembuatan pakaian jadi seperti kaus, kemeja, jaket, celana, dan sebagainya.
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa usaha konveksi itu jualan barang, bukan bisnis jasa. Baik karena penjualan hasil produksi itu lebih dominan dari jasa menjahit atau karena yang dominan penjualan barang jadi.
Jadi, bisnis konveksi itu seperti penjual barang pada umumnya seperti penjual properti, penjual kendaraan bermotor, penjual alat bangunan, dan lain-lain.
Bedanya, bisnis konveksi selain berjualan mereka juga yang menyediakan bahannya.
Kedua, bisnis konveksi itu wajib zakat merujuk kepada zakat perdagangan (zakat tijarah), di mana ia memproduksi barang yang dipesan atau dibeli oleh konsumen (online shop).
Zakat perdagangan itu wajib ditunaikan zakatnya saat mencapai minimum (senilai) 85 gram emas, ditunaikan sebesar 2,5 persen setelah melewati satu tahun.
Setahu penulis, hingga saat ini belum ada standar akuntansi yang menjelaskan formulasi perhitungan zakat perdagangan sebagai referensi.
Oleh karena itu, berkembang beberapa model perhitungan zakat, di antaranya:
(1) Contoh simulasi penghitungannya sebagai berikut. Persediaan Rp 100 juta, kas Rp 120 juta, piutang lancar 30 juta, utang usaha 35 juta, dan kewajiban jangka pendek Rp 25 juta.
Zakatnya: [(100 juta + 120 juta + 30 juta) – (35 juta + 25 juta)] X 2,5% = Rp 4.750.000.
Pola perhitungan tersebut menyimpulkan bahwa 2,5 persen itu tidak langsung dari keuntungan, tetapi mempertimbangkan inventori sebagai objek trading dalam model perhitungan zakat.
Sebagaimana yang ditegaskan dalam hadis Rasulullah SAW,
“Dari Samurah bin Jundub, ia berkata, “…Sesungguhnya Rasulullah SAW memerintah kami untuk mengeluarkan zakat dari yang kami persiapkan untuk jual-beli (berniaga).” (HR Abu Daud dan Imam Malik dalam al-Muwatha’).
Kesimpulan model perhitungan tersebut secara lebih tegas didasarkan pada penafsiran para ahli fikih. Di antaranya Maimun bin Mahran yang disebutkan oleh Abu ‘Ubaid dalam kitab al-Amwal sebagai berikut,
قَالَ مَیْمُوْن بن مَهْرَان : إِذَا حَلَّتْ عَلَيْكَ الزَّكَاة : فَانْظُرْ مَا كَانَ عِنْدَكَ مِنْ نَقْدٍ أَوْ عَرْضٍ فَقَوِّمْهُ قِيْمَةَ النَّقْدِ، وَمَا كَانَ مِنْ دَيْنٍ فِي مَلَاةٍ فَاحْسِبْهُ ثُمَّ اِطْرَحْ مِنْهُ مَا كَانَ عَلَيْكَ مِنَ الدَّيْنِ، ثُمَّ زَكِّ مَا بَقِیَ.
Maimun bin Mahran berkata, “Apabila telah sampai haul waktu zakatmu, maka lihatlah aset yang kau miliki seperti uang tunai atau barang dagangan, kemudian valuasi. Begitu pula dengan piutang yang bisa ditagih, kemudian hitunglah semuanya dan kurangi dengan utang yang menjadi kewajibanmu, kemudian tunaikan zakat dari sisanya.”
(2) Sebagian menghitung zakat perdagangan langsung dari keuntungan bersih. Jadi jika keuntungan bisnis konveksi dalam satu tahun itu minimum mencapai senilai 85 gram emas, maka itu wajib zakat.
Hal ini karena otoritas seperti Ikatan Akuntan Indonesia belum mengeluarkan simulasi perhitungan sebagai rujukan. Dan juga merujuk pada ketentuan umum kriteria wajib zakat bahwa salah satu kriterianya adalah fadhlan ‘anil hawa’ij al-ashliyah wa ad-duyun al-hallah (setelah dikurangi utang jatuh tempo dan kebutuhan mendasar).
Dalam konteks perdagangan atau bisnis, keuntungan bersih itu sudah dikurangi biaya operasional usaha.
Dan karena jika dilihat dari sisi maqashid, pola perhitungan dalam penjelasan Maimun bin Mahran intinya ingin sampai pada kesimpulan berapa keuntungan bersihnya.
Oleh karena itu, jika ada model lain yang dilakukan oleh para akuntan, auditor, atau para pedagang hingga sampai kepada keuntungan bersih, maka sesungguhnya angka itu lah yang menjadi target untuk menentukan nishab dan tarif zakat.
Wallahu A’lam.
Sumber: Konsultasi syariah Republika Online, 24 September 2024
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : https://www.instagram.com/majelis_manis/?igshid=YmMyMTA2M2Y%3D
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130