Mengqadha Shalat Untuk Orang Yang Sakit Parah

0
43

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz… Saya mau bertanya, ada kasus begini : mertua saya masuk ICU 3 hari selama itu beliau tidak bisa shalat. Anak-anaknya mengqadha setiap shalat 5 waktu untuk ibunya itu. Anaknya ada 10 setiap anak disetiap shalat wajib selalu mengqadha shalat ibunya. Sampai ibunya itu meninggal. Yang jadi pertanyaan bolehkah mengqadha orang yang sedang sakit yang tidak bisa apa-apa?

Apakah ada kewajiban anak-anak mengqadha shalat orang tuanya tatkala sakit parah?? Begitupun istri/suami yang mengqadha-kan shalat wajib istri/suami yang sedang sakit??

A_13

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃


Jawaban

Oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Seseorang atau sekelompok orang mengqadha-kan shalat orang lain yang sudah koma, adalah kesalahan. Paling tidak ada dua kesalahan:

1. Orang yang sudah koma sama seperti pikun, bahkan lebih parah dari pikun, sebab akalnya sudah tidak berfungsi, maka dia sudah tidak wajib shalat. Sehingga tidak perlu diqadha.

Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim:

وَالْمُرَادُ بِهِ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ الَّذِي زَالَ عَقْلُهُ مِنْ كِبَرٍ فَإِنَّ الشَّيْخَ الْكَبِيرَ قَدْ يَعْرِضُ لَهُ اخْتِلَاطُ عَقْلٍ يَمْنَعُهُ مِنَ التَّمْيِيزِ وَيُخْرِجُهُ عَنْ أَهْلِيَّةِ التَّكْلِيفِ وَلَا يُسَمَّى جُنُونًا لِأَنَّ الْجُنُونَ يَعْرِضُ مِنْ أَمْرَاضٍ سَوْدَاوِيَّةٍ وَيَقْبَلُ الْعِلَاجَ وَالْخَرَفُ بِخِلَافِ ذَلِكَ

“Yg dimaksud dengan pikun adalah orang jompo yang akalnya hilang karena ketuaannya. Orang jompo yang mengalami kekacauan dalam akalnya sehingga tidak bisa lagi mampu membedakan apa-apa dan *mengeluarkannya dr lingkup kepantasan menerima beban syariat (mukallaf)*. Ini tidak dinamakan gila, sebab gila itu salah satu jenis penyakit dan masih bisa diobati, hal itu berbeda dengan pikun. (‘Aunul Ma’bud, 12/52)

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid mengatakan:

والحاصل أن من وصل إلى مرحلة الخرف ، وأصبح لا يدرك الوقت ، ولا يميز بين الصلوات ، فهذا لا تجب عليه الصلاة

“Kesimpulannya, orang yang sudah sampai taraf pikun, yang membuatnya tidak mengerti waktu, tidak mampu membedakan waktu-waktu shalat, maka ini tidak wajib shalat. (Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 90189)

Bahkan, orang pingsan yang masih bisa sadar, sebagian besar ulama mengatakan tidak wajib qadha.

Dalam Al-Mausu’ah disebutkan:

لا تدارك لما فات من صلاة حال الجنون أو الإغماء عند المالكية و
الشافعية لعدم الأهلية وقت الوجوب ; لقول النبي صلى الله عليه وسلم : ( رفع القلم عن ثلاثة : عن النائم حتى يستيقظ , وعن الصبي حتى يشب , وعن المعتوه حتى يعقل )

“Tidaklah mesti melakukan shalat yang luput bagi orang yang gila atau pingsan menurut Malikiyah dan Syafi’iyyah, karena mereka tidak menyadari masuknya waktu shalat. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Pena (kewajiban) diangkat dari tiga orang:
– Orang tidur sampai dia bangun
– Anak kecil sampai dia baligh
– Orang gila sampai dia berakal. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 11/110)

2. Kalau pun wajib qadha, yang mengqadha adalah dia sendiri kalau dia nantinya sehat, bukan anaknya atau orang lain.

Bagaimana jika akhirnya wafat, bolehkan shalat untuk dihadiahkan ke mayit tersebut?

Shalat dengan niat pahalanya untuk orang yang sudah wafat adalah zona debatable para ulama. Sebagian ulama mengatakan tidak sampai dan tidak ada contohnya, sebagian lain mengatakan boleh dan sampai.

Namun para ulama sepakat bahwa doa, sedekah, haji, dan umrah, adalah sampai pahalanya kepada mayit. Begitu pula nadzar dan waqaf yang dulu pernah direncanakan oleh mayit dimasa hidupnya, lalu kemudian ditunaikan oleh keluarganya. Semua ini tidak ada perselisihan: boleh dan sampai.

Ada pun membaca Al Qur’an, shalat, shaum, qurban, aqiqah, adalah hal yang diperdebatkan para imam sejak dulu.

1. Pihak yang membolehkan

Ini dimotori oleh Hambaliyah generasi awal dan pertengahan, serta Hanafiyah, dan sekelompok Syafi’iyyah dan Malikiyah. Alasannya adalah Qiyas dengan kebolehan sedekah, haji, dan umrah untuk mayit.

Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah berkata:

الْمَيِّتُ يَصِلُ إلَيْهِ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ الْخَيْرِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ صَلَاةٍ أَوْ غَيْرِهِ لِلْأَخْبَارِ

“Sampai kepada mayit   semua bentuk amal kebaikan, baik berupa sedekah, shalat, dan amal shalih lainnya, karena adanya riwayat tentang itu. (Imam Al Bahutiy, Syarh Muntaha Al Iradat, 3/16)

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

وعلى القول الراجح بجواز إهداء ثواب الصلاة للميت، فيجوز أن تكون هذه الصلاة جماعة أو فرادى

“Pendapat yang lebih kuat adalah BOLEHNYA menghadiahkan pahala SHALAT untuk mayit, dan boleh shalat ini dilakukan secara berjamaah atau sendirian. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 121425)

Namun demikian, Syaikh Abdullah Al Faqih tetap mengutamakan mengikuti perilaku salaf dengan melakukan hal-hal yang disepakati saja. Kata Beliau:

ولهذا فالأفضل والأكمل أن يقتصر المسلم على ما وردت به السنة كالدعاء للميت والصدقة، والصيام عنه إذا كان عليه صوم واجب، وكذلك الحج عنه إذا كان عليه حج واجب، لأدلة كثيرة

“Oleh karenanya, maka yang lebih utama dan lebih sempurna adalah seorang muslim mencukupkan diri pada apa-apa yang sampai dari Sunnah, seperti doa buat mayit, sedekah, puasa jika dia masih ada kewajiban puasa, demikian juga haji untuknya jika dia masih ada kewajiban haji, karena dalil-dalilnya banyak. (Ibid, no. 8132)

Apa yang dikatakan Syaikh tentang puasa untuk mayit adalah hal yang diperselisihkan ulama, di mana Syafi’iyah mengatakan boleh berdasarkan hadits Shahih Muslim, sementara Jumhur mengatakan tidak, kecuali puasa nadzar.

Semetara itu, Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, mengatakan bahwa hadiah pahala Shalat untuk mayit adalah BOLEH menurut banyak ulama, Namun walau pun boleh tapi hal itu BUKAN KEBIASAAN ulama salaf, dan lebih utama adalah mengikuti salaf, bukan menyelisihi mereka.

Berikut ini perkataannya:

وقد صح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه أمر بالصدقة على الميت، وأمر أن يصام عنه الصوم، فالصدقة عن الموتى من الأعمال الصالحة، وكذلك ما جاءت به السنة في الصوم عنهم. وبهذا وغيره احتج من قال من العلماء: إنه يجوز إهداء ثواب العبادات المالية والبدنية إلى موتى المسلمين. كما هو مذهب أحمد وأبي حنيفة، وطائفة من أصحاب مالك والشافعي.
فإذا أهدي لميت ثواب صيام أو صلاة أو قراءة جاز ذلك وأكثر أصحاب مالك والشافعي يقولون: إنما شرع ذلك في العبادات المالية.
ومع هذا لم يكن من عادة السلف إذا صلوا تطوعاً وصاموا وحجوا أو قرأوا القرآن، يهدون ثواب ذلك لموتاهم المسلمين، ولا بخصوصهم، بل كان عادتهم كما تقدم- أي فعل العبادة لأنفسهم مع الدعاء والصدقة للميت- فلا ينبغي للناس أن يبدلوا طريق السلف، فإنه أفضل وأكمل

“Telah Shahih dari Nabi Shalallahu’Alaihi wa Sallam bahwa Beliau memerintahkan sedekah untuk mayit, dan juga berpuasa untuk untuknya. Maka, sedekah untuk mayit adalah termasuk amal Shalih, demikian pula tentang sunahnya puasa untuk mereka. Oleh karena itu, berdasarkan ini dan selainnya, di antara ulama ada yang mengatakan: “Bolehnya menghadiahkan pahala ibadah badan dan harta kepada mayat kaum muslimin.”

Sebagaimana pendapat Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, segolongan dari pengikut Imam Malik dan Imam Asy Syafi’iy.

“Maka, jika dihadiahkan pahala untuk mayit berupa pahala puasa, atau SHALAT, atau membaca Al Qur’an, hal itu BOLEH. Tapi, MAYORITAS para pengikut Malik dan Asy Syafi’iy mengatakan itu hanya disyariatkan pada ibadah HARTA saja. Disamping memang hal ini TIDAK PERNAH menjadi kebiasaan kaum salaf, jika mereka shalat, puasa, haji, membaca Al Qur’an, menghadiahkan pahalanya tidak untuk mayit kaum muslimin, dan tidak pula dikhususkan untuk mereka. Bahkan dahulu kebiasaan mereka -seperti yang dijelaskan sebelumnya – bahwa bersamaan dengan ibadah untuk diri mereka sendiri mereka juga berdoa dan bersedekah untuk mayit. Maka tidak sepatutnya manusia mengganti jalan kaum salaf, karena itu lebih utama dan lebih sempurna. (Al Fatawa Al Kubra, 3/37)

Sementara itu, ada pula yang mengatakan kebolehan ini hanya khusus shalat Sunnah, itulah yang masyhur di kalangan Hambaliyah.

Imam Al Bahutiy mengatakan:

ولو صلى فرضاً وأهدى ثوابه لميت لم يصح في الأشهر، وقال القاضي: يصح

“Seandainya shalat wajib lalu pahalanya dihadiahkan untuk mayit maka itu TIDAK SAH menurut pendapat yang terkenal (dalam madzhab Hambali). Al Qadhi berkata: SAH.” (Syarh Al Muntaha Al Iradat, 1/385)

2. Pihak Yang Mengatakan Tidak Sampai

Alasannya adalah karena hal ini tidak ada dasarnya, dan perkara peribadatan tidak bisa diqiyaskan.

Inilah mayoritas Malikiyah dan Syafi’iyah, seperti yang dikatakan Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah:

أَمَّا وُصُولُ ثَوَابِ الْعِبَادَاتِ الْبَدَنِيَّةِ: كَالْقِرَاءَةِ وَالصَّلَاةِ وَالصَّوْمِ فَمَذْهَبُ أَحْمَد وَأَبِي حَنِيفَةَ وَطَائِفَةٍ مِنْ أَصْحَابِ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ إلَى أَنَّهَا تَصِلُ وَذَهَبَ أَكْثَرُ أَصْحَابِ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ إلَى أَنَّهَا لَا تَصِلُ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ

“Ada pun sampainya pahala ibadah badaniyah seperti membaca Al Qur’an, SHALAT, dan shaum, maka madzhab Ahmad, Abu Hanifah, dan segolongan pengikut Malik dan Asy Syafi’iy bahwa semua ini SAMPAI. Ada pun mayoritas pengikut Malik dan Asy Syafi’iy mengatakan itu TIDAK SAMPAI. Wallahu a’lam.
(Majmu’ Al Fatawa, 24/324)

Ini juga pendapat Hambaliyah kontemporer, seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah;

أما الصلاة لها، فلا أصل لذلك؛ لأنه لم يشرع لنا أن نصلي عن الأموات 

“Ada pun Shalat untuknya (mayit) itu tidak ada dasarnya, karena kita tidak disyariatkan shalat untuk orang yang sudah wafat. (Lihat: https://www.binbaz.org.sa/fatawa/1091)

Fatwa Al Lajnah Ad Daimah no. 7482, menyebutkan justru itu BID’AH, sebab hal itu tidak ada dasarnya:

 لا يجوز أن تهب ثواب ما صليت للميت، بل هو بدعة لأنه لم يثبت عن ا لنبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ ولا عن الصحابة ـ رضي الله عنهم

“Tidak boleh menghadiahkan pahala shalat yang Anda lakukan untuk mayit, bahkan itu bid’ah karena itu tidak Shahih dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidak pula dari sahabat Radhiallahu Anhum.”

Maka, lebih baik dan tidak kontroversi adalah lakukan amal-amal yang pasti ada dalam Sunnah saja seperti mendoakan, sedekah, haji, dan umrah. Walau tetap tasamuh (lapang dada) terhadap perbedaan yang ada.

Demikian. Wallahu a’lam

🍃🍃🌺🍃🍃🌺🍃🍃


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : https://www.instagram.com/majelis_manis/?igshid=YmMyMTA2M2Y%3D

Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here