Kenapa Satu Al-Quran Banyak Aliran dan Mazhab?

0
173

🌿🌺🍂🍀🌼🍄🌷🌹

📝 Pemateri: Slamet Setiawan, S.H.I

Ada pertanyaan sering dilontarkan orang, mengapa umat Islam di sana-sini banyak aliran dan madzhab, bahkan satu sama lain berkonflik, sementara mereka hanya mengakui satu Al-Quran dan hadis? Pertanyaan ini kelihatannya sederhana, tetapi tersimpan dibenak banyak orang, khususnya mereka yang memahami Islam secara dangkal. Perbedaan aliran lebih banyak berhubungan dengan masalah aqidah dan teologi, sedangkan perbedaan madzhab lebih banyak berhubungan dengan masalah fiqih dan hukum Islam.

Al-Quran memang hanya satu dan seluruh redaksinya diakui sama di seluruh dunia Islam, dari zaman dahulu sampai sekarang. Tidak ada sedikit pun penambahan atau pengurangan. Bahkan penulisannya pun tetap dipertahankan, sekalipun beberapa diantaranya tidak lagi sesuai dengan gaya penulisan bahasa Arab modern. Demikian pula dengan hadis, meskipun periwayatannya lebih banyak bersifat maknawi, tetapi para ulama hadis telah berhasil menetapkan kriteria pemeliharaan yang amat ketat, jauh lebih ketat dibanding dengan metode ilmu-ilmu sosial modern. Tingkat keadilan, muruah, kecerdasan, kejujuran, dan ketaqwaan menjadi penentu validitas sebuah hadis. Dengan demikian sulit sekali terjadinya pemalsuan hadis apalagi setelah dilakukan komputerisasi hadis.

Perbedaan aliran dan mazhab dalam Islam sangat dimungkinkan, bahkan Al-Quran dan hadis sendiri mengisyaratkan kemungkinan itu. Ada ungkapan Al-Qur’an menarik untuk disimak.

‏ ‏لا تدخلوا من باب واحد وادخلوا من أبواب متفر

“Janganlah kamu bersama-sama masuk dari satu pintu, dan masuk lah dari pintu pintu yang berbeda-beda.” – QS. Yusuf ayat 67

Dalam hadis nabi juga pernah dikatakan, “perbedaan pendapat di kalangan umatku adalah rahmat”. Al-Qur’an dan hadis mengisyaratkan perbedaan dan diversity sebagai sunnatullah dan manusiawi. Namun demikian Al-Quran dan hadis selalu mengajak untuk ke arah titik temu, bukan hanya sesama umat Islam tetapi juga untuk seluruh agama dan berbagai etnik.

Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan aliran dan mazhab itu muncul. Ada faktor internal dan ada faktor eksternal. Dalam soal aliran, misalnya terdapat beberapa isyarat yang berbeda-beda (namun tidak bertentangan) tentang otonomi manusia. Apakah perbuatan manusia itu otonom atau share dengan Tuhan. Kalau share siapa yang memiliki share lebih besar. Aliran Jabbariyah berpendapat perbuatan manusia sesungguhnya adalah perbuatan Tuhan, manusia sama dengan robot. Aliran Asyariyah berpendapat perbuatan manusia share dengan Tuhan, tetapi share manusia lebih sedikit menurut Maturidi Bukhara, Dan share manusia lebih besar menurut Maturidi Samarkand. Lain halnya aliran Mu’tazilah yang menganggap perbuatan manusia sepenuhnya adalah perbuatanya sendiri, karena Tuhan telah menganugrahkan kekuatan memilih bagi manusia. Dari aliran yang fatalistik sampai aliran liberal sama-sama mengaku berdasar pendapatnya kepada Al-Quran dan hadis.

Contoh lain, posisi Al-Quran bagi manusia. Ada yang memposisikannya sebagai sumber informasi, yaitu hukum dan segala akibatnya diketahui setelah adanya Al-Qur’an, jadi tidak ada efek hukum bagi mereka yang belum sampai dakwah Nabi (nilai-nilai Al-Qur’an) terhadapnya. Sedangkan kelompok lain memposisikannya sebagai faktor konfirmasi, yaitu sebelum ada Al-Qur’an atau sebelum dakwah Nabi sampai di dalam diri seseorang sudah harus taat kepada hukum-hukum kemanusiaan. Manusia melalui akal, naluri, intuisi, pasti tahu membedakan mana yang baik dan yang buruk. Al-Quran datang sebagai sumber konfirmasi apakah hasil olah nalar yang melahirkan nilai dan norma di dalam masyarakat itu benar atau salah. Kedua kelompok ini merasa didukung juga oleh sejumlah ayat dan hadis.

Dalam soal perbedaan madzhab dan hukum, demikian pula halnya. Para ulama masing-masing mendasarkan pendapatnya kepada Al-Quran dan atau hadis, tetapi wujud mazhabnya berbeda satu sama lain. Contoh yang sering diangkat ialah masalah furu’iyah, misalnya perkara yang membatalkan wudu. Kata “lamasa” (bersentuhan dengan perempuan) di dalam surat Al-Ma’idah ayat 6, melahirkan empat madzhab. Imam Syafi’i berpendapat yang membatalkan wudu kalau menyentuh perempuan yang dewasa dan bukan mahram. Meskipun berlawanan jenis dan bukan mahram kalau masih belum dewasa, tidak membatalkan wudu. Dalam pendapat lamanya, Imam Syafii tidak memasukkan laki laki dan perempuan tua bangka membatalkan wudu, tetapi ketika ia pindah ke Mesir ia menjumpai sepasang kakek-nenek berpeluk mesra tanpa diikat tali perkawinan, lalu ia mengeluarkan kakek nenek sebagai orang yang tidak membatalkan wudu. Imam Malik berpendapat bahwa kata “lamasa” dalam ayat tersebut berarti menyentuh dengan syahwat, sepanjang tidak ada nafsu syahwat di dalam bersentuhan dengan lawan jenis maka wudu tidak batal. Imam Abu Hanifah berpendapat, kata “lamasa” sesungguhnya bahasa simbolik, berarti bersetubuh. Sepanjang tidak melakukan persetubuhan maka yang bersangkutan tidak batal wudhunya.

Contoh lain kata “quro’” dalam surat Al-Baqarah ayat 228, dalam tradisi bahasa Arab dapat diartikan dengan bersih/suci dan kotor. Jika diartikan suci maka masa iddah seorang perempuan lebih panjang daripada jika diartikan kotor. Imam Syafii mendukung pendapat pertama dan Imam Abu Hanifah mendukung pendapat kedua. Contoh lainnya, Kata ‘waqarna” dalam surat Al-Ahzab ayat 33 dapat juga dibaca “waqirna”. Jika dibaca “waqarna” berarti menetaplah di dalam rumah kalian wahai para perempuan dan kalau dibaca “waqirna” maka berarti bersenang-senanglah di dalam rumah kalian para perempuan. Implikasi hukumnya, kalau dibaca dengan bacaan pertama perempuan harus menetap di rumah. Boleh keluar rumah asal dengan mahram atau ada keperluan darurat. Sedangkan kalau bacaan kedua berarti perempuan boleh keluar rumah.

Perbedaan mazhab dan hukum dalam dunia Islam lebih gampang terlihat dibanding dengan perbedaan aliran. Di beberapa negara Afrika termasuk Mesir, Sudan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, kita akan menjumpai lebih banyak orang yang melakukan shalat subuh dengan menggunakan doa qunut dan membaca basmalah sebelum Al-Fatihah, karena negara-negara ini lebih banyak dipengaruhi oleh mazhab Imam Syafii. Sementara negara-negara lain ada yang bermazhab Maliki, yang tidak menekankan doa qunut dan menganggap basmalah bukan bagian dari surat Al-Fatihah, sehingga tidak perlu dikeraskan di dalam membacanya.

Perbedaan aliran dan mazhab dalam Islam sebanyak apapun dapat ditolelir sepanjang tidak keluar dari prinsip-prinsip ajaran Islam. Prinsip ajaran Islam berpangkal pada rukun iman dan rukun Islam. Sepanjang sebuah aliran atau mazhab tidak keluar dari koridor ini maka sepanjang itu pula tidak bisa disebut aliran sesat. Kita tidak boleh dengan mudah menyesatkan apalagi mengkafirkan orang hanya karena mereka berbeda dengan praktik yang selama ini kita amalkan. Contohnya, ajaran Wahabiyah, meskipun beberapa pengamalannya tidak identik dengan pengamalan mainstream Sunni, namun kita tidak berhak mengatakan mereka ajaran atau aliran sesat sepanjang masing masing mengakui dan komitmen terhadap prinsip dasar tersebut.

Yang menjadi masalah ialah Ahmadiyah Qodian (Jemaat Ahmadiyah Indonesia), karena masih mengisyaratkan ada nabi setelah nabi Muhammad, meskipun di akuinya sebagai nabi terakhir membawa syariat. Mirza Ghulam Ahmad masih dianggap sebagai nabi, sekalipun syariat yang dibawa nya adalah syariat yang dibawa nabi Muhammad. Berbeda dengan Ahmadiyah Lahor (Gerakan Ahmadiyah Indonesia), yang hanya menganggap Mirza Ghulam Ahmad hanya sebagai mujaddid.

Sekalipun di sana sini ada perbedaan pendapat, bahkan berbeda agama sekalipun, Islam tidak pernah mentolerir tindakan anarkis. Dari sejak awal Al-Quran dan hadis memperkenalkan adanya agama lain selain Islam, adanya kitab suci lain selain Al-Quran dan adanya beragam aliran dan mazhab. Dalam menyikapi perbedaan seperti ini, sebuah kalimat penting perlu kita camkan keluar dari kalangan Hukama: tanda Petik orang yang suka menyalahkan orang lain berarti masih harus belajar, “orang yang sudah mulai menyalahkan dirinya sendiri berarti orang itu sudah sedang belajar, dan orang yang tidak lagi menyalahkan siapa siapa berarti orang itu sudah ‘arif dan sudah selesai pelajarannya.”

Wallahu A’lam Bishshowab

🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : https://www.instagram.com/majelis_manis/?igshid=YmMyMTA2M2Y%3D

Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here