Pertanyaan
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ustadz… Saya mau bertanya, ada program penempatan dana di bank syariah dalam bentuk tabungan dengan akad mudharabah yang akan mendapatkan hadiah di awal penempatan dengan di-hold sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan. Misalnya dana Rp 500 juta dibekukan selama 6 bulan akan mendapat hadiah senilai Rp 4,175 juta.
Bagaimana ketentuan fikihnya? Mohon penjelasan Ustaz. — Anwar, Bogor
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Jawaban
Oleh: Ustadz Dr. Oni Sahroni
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Jawaban atas pertanyaan tersebut akan dijelaskan dalam poin-poin berikut.
Pertama, gambaran program atau produk secara utuh. Agar penggalan cerita di atas dapat dipahami dengan benar, coba saya buatkan cerita lengkapnya sebagaimana dalam kaidah al-hukmu ‘ala syai’in far’un ‘an tashawwurihi (hukum atas suatu perkara bergantung pada gambaran yang tepat atasnya).
Gambaran tentang program atau produk ini harus diketahui dan dipahami dengan benar, karena jika pengetahuannya tidak utuh maka kesimpulannya juga akan keliru.
Cerita lengkapnya bisa diilustrasikan sebagai berikut. Penabung menempatkan dananya Rp 500 juta di bank syariah dengan tenor (hold) selama 6 bulan dengan skema atau perjanjian atau akad bagi hasil.
Nasabah penabung akan mendapatkan dua benefit. (1) Bagi hasil dari penempatan Rp 500 juta selama 6 bulan dengan akad mudharabah. (2) Hadiah dari bank syariah berupa barang senilai Rp 4,175 juta dari kantong bank syariah.
Kedua, sesungguhnya setiap nasabah yang menempatkan dananya di bank syariah itu pada umumnya melalui salah satu atau lebih dari tiga jenis penempatan, yaitu giro, tabungan, atau deposito.
Dari sisi akad, deposito hanya menggunakan akad mudharabah mutlaqah. Sedangkan tabungan dan giro itu dapat menggunakan akad mudharabah atau wadi’ah.
Akad wadi’ah itu pada praktiknya menjadi akad qardh (inqalabatul wadi’atu qablan), karena saldo giro atau tabungan wadi’ah digunakan oleh bank syariah.
Berdasarkan praktik jenis dana pihak ketiga (DPK) ini, maka bisa disimpulkan jika deposito dan sebagaian tabungan atau giro itu mengggunakan akad mudharabah atau bagi hasil. Sedangkan sebagian tabungan atau giro itu menggunkan akad wadiah yad adh-dhaman.
Ketiga, akadnya adalah mudharabah bukan wadi’ah atau yad adh-dhamanah dan bukan juga qardh.
Karena perjanjian penabung atau pihak yang menempatkan dananya dengan bank syariah itu perjanjian mudharabah (bagi hasil), di mana si penabung akan mendapatkan bagi hasil sesuai tenornya (6 bulan), maka dalam perjanjian mudharabah itu dibolehkan pengelola atau mudharib memberikan hadiah kepada pemilik modal atau shahibul mal.
Keempat, hadiah tersebut bukan dana tunai, tetapi barang (sil’ah). Hadiah yang dimaksud (Rp 4,175 juta) itu sebenarnya hanya nilai, tetapi yang diberikan bukan uang tetapi barang (sil’ah).
Di samping itu, hadiah juga tidak diambil dari bagi hasil, karena keuntungan dan bagi hasil dari mudharabah itu akan dibagi kepada para pihak sesuai dengan perjanjian.
Kelima, hadiah itu diperbolehkan (mubah).
Kesimpulan tersebut didasarkan pada referensi berikut.
(a) Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, hadiah tersebut diperbolehkan dengan beberapa syarat.
(1) Seluruh rukun dan ketentuan akad mudharabah itu dipenuhi. (2) Hadiah bersumber dari dana pengelola/mudharib (LKS). (3) Hadiah promosi yang diberikan lembaga keuangan syariah (LKS) kepada nasabah harus dalam bentuk barang dan/atau jasa, tidak boleh dalam bentuk uang (Fatwa DSN MUI No 86/DSN-MUI/XII/2012 tentang Hadiah dalam Penghimpunan Dana Lembaga Keuangan Syariah).
(b) Putusan otoritas fatwa di negara lain dan praktik di bank syariah besar di luar negeri. Beberapa otoritas bank sentral di luar negeri itu membolehkan promo dalam produk tabungan mudharabah yang dipraktikkan oleh bank-bank syariah di negara-negara tersebut.
Di antaranya putusan Bank Negara Malaysia bahwa hadiah dibolehkan untuk tabungan yang menggunakan akad mudharabah. Sumber dana untuk hadiah tidak boleh diambil dari dana mudharabah, tetapi dari dana bank syariah sendiri.
Fatwa Nadwa al-Baraka nomor 23;
“Bank syariah boleh memberikan hadiah kepada para deposan atau pemilik tabungan mudharabah dengan syarat hadiah tersebut tidak menyebabkan keuntungan menjadi fix karena dijamin.
Juga dengan catatan, hadiah ini bersumber dari dana bank dan bukan bersumber dari keuntungan usaha bersama tersebut. Karena dana di rekening itu milik mereka, sedangkan bank berperan sebagai pengelola dana dengan pembagian keuntungan, di mana ia mendapatkan keuntungan dari usaha yang dikelolanya.
Dan karena pengelola tidak boleh memberikan hadiah dari aset usaha mudharabah. Juga karena pada saat pengelola menjamin modal, maka itu tidak dibolehkan menurut syariah.”
Dewan Pengawas Syariah Bank Bilad; “Boleh memberikan hadiah kepada pemilik tabungan mudharabah. Hal ini karena hadiah tersebut adalah tiket wisata perjalanan, voucher menginap di hotel, atau layanan gratis dan sejenisnya.”
Keenam, perjanjiannya bukan utang piutang. Jadi tidak ada perjanjian utang piutang atau qardh antara penabung dengan bank syariah.
Hal itu dibuktikan dengan perjanjian yang dituangkan antara penabung dengan bank syariah.
Oleh karenanya, tidak berlaku kaidah kullu qardin jarra naf’an fahua riba idza kana masyruthan fihi naf’un lil muqridh (Setiap utang piutang yang mendatangkan manfaat adalah riba jika dipersyaratkan bagi yang berpiutang atau muqridh).
Begitu pula tidak berlaku hadis, “Apabila seseorang memberi utang, maka janganlah ia mengambil hadiah.” (HR al-Bukhari).
Karena perjanjian yang digunakan dalam produk tersebut adalah mudharabah bukan wadi’ah (yad adh-dhaman).
Wallahu A’lam
Sumber: Konsultasi Syariah Republika Online, 4 Desember 2023
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130







