Pertanyaan
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ustadz… Saya mau bertanya, Ada dilema dalam pengelolaan keuangan keluarga. Jika saya (sebagai suami) terbuka menyampaikan pendapatan atau penghasilan apa adanya dan saya serahkan kepada istri, biasanya istri enggan menyisihkan nafkah untuk orang tua saya.
Mohon pandangan Ustaz, seperti apa tuntunannya? Apa yang harus didahulukan antara transparan, sementara hak orang tua tidak ditunaikan, atau saya kelola sendiri keuangan ini, atau seperti apa?
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Jawaban
Oleh: Ustadz DR. Oni Sahroni, MA
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Jawabannya bisa saya jelaskan dalam poin-poin berikut.
Pertama, sudah maklum bahwa tidak semua rumah tangga dan keluarga itu ideal, tidak semua pasangan itu menerima tuntunan terkait, sehingga terjadi realitas pada sebagian; adanya dilema antara transparan, tetapi nafkah orang tua tidak tertunaikan atau pendapatan dikelola oleh suami, tetapi nafkah orang tua bisa ditunaikan.
Realitas ini dapat terjadi pada setiap keluarga, baik keluarga muda ataupun keluarga dewasa. Begitu pula dengan alasannya, baik karena alasan memprioritaskan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan anak-anak atau karena alasan lain.
Kedua, dibolehkan saat keuangan keluarga dikelola oleh suami tanpa sepengetahuan pasangan agar dapat memberikan nafkah kepada orang tua, dengan syarat/ketentuan.
(1) Dengan iktikad yang baik dan jujur dalam pengelolaan keuangan keluarga. (2) Adil dalam memenuhi kebutuhan keuangan istri dan anak-anak. Biaya hidup istri dan anak-anak dipastikan sudah terpenuhi terlebih dahulu sesuai kemampuan sebelum memberikan nafkah kepada orang tua dan mertua.
(3) Kondisi keuangan orang tua dan mertua membutuhkan nafkah karena jika kondisi keuangan orang tua atau mertua berkecukupan, maka menurut sebagian ulama, salah satunya Syeikh Athiyah Saqr, bahwa memberikan nafkah kepada mereka tidak wajib, dan bakti (birrul walidain) kepada mereka bisa dilakukan dengan cara lain.
(4) Bersifat sementara sebagai pilihan yang paling minim risikonya.
Ketiga, karena idealnya, suami berikhtiar untuk memenuhi biaya hidup (nafkah) istri dan anak-anak beserta orang tua secara terbuka atau transparan. Karena itu yang paling diridhai oleh istri; kecuali istri ridha dan merelakan jika keuangan keluarga dikelola semua oleh suami.
Keempat, sebagaimana ketentuan syar’i agar setiap perjanjian itu dicatat dan disaksikan (kitabah dan syahadah), di mana targetnya adalah keterbukaan (syafafiyah) dan bisa dipertanggungjawabkan.
Dan karena salah satu target berkeluarga adalah agar tugas suami atau istri sebelum mereka berkeluarga itu lebih tertunaikan. Misalnya seorang istri saat ia memiliki orang tua, maka berharap dengan ia menjadi istri dari seorang suami, kewajibannya untuk bakti kepada orang tuanya (untuk memberikan nafkah materi kepada orang tuanya) itu terbantu. Hal yang sama juga terjadi pada sang suami.
Menurut sebagian ulama, nafkah tersebut wajib saat kondisi orang tua atau mertua membutuhkan. Tetapi, jika kondisi ekonominya mampu, maka nafkah tidak wajib ditunaikan.
Ibnu al-Qayyim juga menjelaskan bahwa kewajiban nafkah tersebut pada saat kondisi orang tua membutuhkan secara finansial (Ibn al-Qayyim, Zad al-Ma’ad, 4/165).
Sebagaimana Ibnu al-Mundzir menukil, para ulama telah konsensus bahwa nafkah orang tua yang fakir dan tidak memiliki sumber pendapatan itu menjadi wajib nafkah anak.
Sedangkan Syekh ‘Athiyah Shaqr berpendapat, memberikan nafkah kepada orang tua tidak terbatas pada formalistik dengan kadar yang terbatas, tetapi bagaimana hajat-hajat mereka terpenuhi sehingga mereka terhormat dan termuliakan.
Menurut sebagian ulama, sumber nafkah orang tua bisa dari nafkah suami kepadanya, setelah tercukupi kebutuhan asasi suami dan anak-anaknya. Tradisi dan kelaziman (‘urf) di setiap tempat dan waktu itu menentukan jenis dan kadarnya. Namun, target akhir kewajiban nafkah ini adalah mendapatkan ridha orang tua.
Oleh karena itu, setiap anak berikhtiar maksimal untuk mendapatkan ridha mereka (‘Athiyah Shaqr, Maushuah al-Usrah Tahta Ri’ayah al-Islam, 5/39).
Selanjutnya, harus ada ikhtiar agar pengelolaan keuangan keluarga ini bisa dilakukan secara terbuka atau transparan agar setiap pasangan itu lapang dan ridha dengan sumber dan penyaluran penghasilan suami.
Pada saat yang sama, pasangan juga paham dan mendukung akan tanggung jawab suami atau istri untuk ikut serta menafkahi orang tuanya (jika kondisi keuangannya membutuhkan).
Misalnya, bertemu dan mencari titik kesamaan dan segera berkonsultasi pada ahlinya jika dibutuhkan agar kondisi ideal tersebut tertunaikan.
Wallahu a’lam.
Sumber: Republika 03 Mei 2023
🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : https://www.instagram.com/majelis_manis/?igshid=YmMyMTA2M2Y%3D
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130







