Jawaban
————–
و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته
Pernikahan beda agama, khusunya jika yg non muslim adalah PRIANYA, maka para ulama sepakat keharamannya.
📌 Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. (Al-Mumtahanah: 10)
Berkata Imam Al-Qurthubi Rahimahullah tentang ayat (maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka (muslimah) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka ):
”Yaitu Allah tidak menghalalkan wanita beriman untuk orang kafir, dan tidak boleh laki-laki beriman menikahi wanita musyrik.
(Imam Al-Qurthubi, Jamiul Ahkam, 18/63. Tahqiq: Hisyam Samir Al-Bukhari. Dar Alim Al-Kutub, Riyadh)
Dalam As-Sunnah, adalah Zainab puteri Rasulullah menikahi Abu Al-Ash yang masih kafir. Saat itu belum turun ayat larangan pernikahan yang seperti ini. Ketika turun ayat larangannya, maka meninggalkannya selama enam tahun hingga akhirnya Abu Al-Ash masuk Islam. Akhirnya nabi mengulangi pernikahan mereka dengan akad yang baru.
Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma mengatakan:
”Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengembalikan puterinya, Zainab, kepada Abu Al-Ash bin Ar Rabi setelah enam tahun lamanya, dengan pernikahan awal.
(HR. At Tirmidzi No. 1143, katanya, isnadnya tidak apa-apa. Ibnu Majah No. 2009, Abu Daud No. 2240, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak No. 2811, 6693, Ahmad No. 1876)
Imam Ibnul Qayyim mengatakan, “Dishahihkan oleh Imam Ahmad.” (Lihat Tahdzibus Sunan, 1/357). Imam Al-Hakim menshahihkannya, katanya sesuai syarat Imam Muslim. (Al Mustadrak No. 6693). Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan: hasan. (Tahqiq Musnad Ahmad No. 1876). Syaikh Al-Albani menshahihkannya. (Irwa Al-Ghalil No. 1961)
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan bahwa larangan tersebut adalah ijma, katanya:
”Dan, telah menjadi ijma (konsensus) yang kuat atas haramnya wanita muslimah menikahi orang-orang kafir.
(Imam Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 15/203. Mawqi Al-Islam)
Kemudian …
Bagaimana anak yg dihasilkan dari pernikahan itu? Maka anak tersebut tidak sah dinasabkan ke ayah biologisnya. Sebab lahir dr perzinahan.
Jika anak itu wanita, maka dia boleh menikah dgn ber-walikan wali hakim, atau istilah kita; penghulu, yaitu wali yg berasal dari negara.
Ini sesuai hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
السلطان ولي من لا ولي لها
Sultan (negara) adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali. (HR. At Tirmidzi, Abu Daud, dll. Hasan)
Demikian.
Wallahu a’lam.