🌿🌺🌸🍄🌻🍀🌼🌷🌹
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wrwb.
Teman saya bercerai dengan suaminya sekitar 4 tahun yang lalu, walaupun tidak ada perjanjian tertulis anak perempuannya ikut dengan dia dan sewaktu-waktu ikut ayahnya ketika libur sekolah. Suaminya sudah menikah lagi dan sedang menantikan anak keduanya. Teman saya ini masih sendiri dan takut untuk menikah karena dulu suaminya pernah bilang kalau dia menikah maka anaknya akan diambil suaminya, dia tanya apakah ini ancaman kalau dia tidak boleh menikah lagi, tapi suaminya bilang kalu ada dalil-dalil dalam Islam yang menyatakan kalau mantan istri menikah lagi maka hak asuh bisa diambil ayahnya, padahal yang dia tahu secara hukum kalau anaknya belum 17 tahun maka harus ikut ibu. Apakah benar ada hadits/dalil yang menyatakan kalau mantan istri menikah lagi maka hak asuh anak akan jatuh pada ayahnya, sedangkan selama ini porsi pengasuhan lebih banyak pada ibunya. Terimakasih
Jawaban
✏ Oleh: Ustadz Dr.Wido Supraha
Wa ‘alaikumussalaam warahmatullah,
Sebelumnya kami berdo’a agar Allah Swt memberikan kekuatan dan kesabaran kepada Ibu agar sentiasa tetap istiqomah di jalan Allah Swt., jalan kebahagiaan, kebenaran, dan cahaya.
Ibu, Nabi Saw., telah bersabda,
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ خَالِدٍ السُّلَمِيُّ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ عَنْ أَبِي عَمْرٍو يَعْنِي الْأَوْزَاعِيَّ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ امْرَأَةً قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ ابْنِي هَذَا كَانَ بَطْنِي لَهُ وِعَاءً وَثَدْيِي لَهُ سِقَاءً وَحِجْرِي لَهُ حِوَاءً وَإِنَّ أَبَاهُ طَلَّقَنِي وَأَرَادَ أَنْ يَنْتَزِعَهُ مِنِّي فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْتِ أَحَقُّ بِهِ مَا لَمْ تَنْكِحِي
Telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Khalid As Sulami], telah menceritakan kepada kami [Al Walid] dari [Abu ‘Amr Al Auza’i], telah menceritakan kepadaku [‘Amr bin Syu’aib], dari [ayahnya] dari [kakeknya yaitu Abdullah bin ‘Amr] bahwa seorang wanita berkata; wahai Rasulullah, sesungguhnya anakku ini, perutku adalah tempatnya, dan putting susuku adalah tempat minumnya, dan pangkuanku adalah rumahnya, sedangkan ayahnya telah menceraikannya dan ingin merampasnya dariku. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya; engkau lebih berhak terhadapnya selama engkau belum menikah. (HR. Abu Daud No. 1938)
Dari hadits di atas, Ibu didahulukan untuk mengasuh seorang anak pasca sebuah perceraian, karena umumnya Ibu memiliki seluruh sifat kasih sayang yang dibutuhkan anak dalam masa pertumbuhan.
Bagaimana jika Ibu kemudian menikah lagi? Dalam hal ini, pengasuhan anak tidak mutlak harus kemudian dipindahtangankan ke suami, namun diutamakan dapat diberikan kepada suami hingga ia dapat menentukan pilihan hidupnya sendiri. Namun begitu, prinsip kunci yang harus tetap dipegang dalam hal ini adalah pemenuhan penuh atas kebutuhan anak, yakni kasih sayang fisik, dan itu sama sekali tidak berkorelasi dengan harta. Maka sebaiknya didiskusikan antara ibu dan mantan suami, dalam fokus diskusi bagaimana agar pemenuhan atas kasih sayang ini terpenuhi. Kegagalan dalam hal ini akan berkontribusi dalam melahirkan anak yang kehilangan kasih sayang, dan turunan derivasinya cukup panjang untuk dibahas dalam kesempatan ini. Yang jelas, ayah dan ibu, harus menyadari pentingnya melahirkan anak yang shalih dan berbakti kepada keduanya, dan ini membutuhkan kerjasama kedua belah pihak, bukan egoisme masing-masing agar terlahir prinsip ta’awun, saling melengkapi antara ayah dan ibu dalam mendidik anak, meskipun tidak lagi dalam satu ikatan suci pernikahan yang sah.
Semoga Allah Swt memudahkan seluruh urusan Ibu. Amiin.
Wassalam,
supraha.com
qudwatuna.com
🌿🌺🌸🍄🌻🍀🌼🌷🌹
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
wa.me/6285279776222
wa.me/6287782223130