Hidup dan Mati Adalah Ujian

WARNA-WARNA UNTUK PAKAIAN MUSLIMAH

📝 Pemateri: Ustadzah Dra Indra Asih.

Bismillahirrahmanirrahiim

Perempuan dan lelaki sama dalam permasalahan hukum selama tidak ada dalil yang membedakan antara perempuan dan lelaki dalam hukum.

Demikian juga yg terkait hukum asal dalam warna-warna pakaian adalah halal dan diperbolehkan, kecuali jika ada dalil yang melarang warna-warna tersebut bagi lelaki dan/atau perempuan.

Mengenai dalil warna-warna yang dibolehkan adalah sebagai berikut :

🔳Hitam

Telah datang dalam hadits Ummu Salamah radhiallahu ‘anhaa ia berkata

:« لَمَّا نَزَلَتْ ?يُدَنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيبِهِنَّ? خَرَجَ نِسَاءُ الأنْصَارِ كَأَنَّ عَلَى رُؤوسِهِنَّ الْغِرْبَانَ مِنَ الأكْسِيَةِ »

Tatkala turun firman Allah  (Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka) maka keluarlah para wanita dari kaum Anshoor, seakan-akan di atas kepala-kepala mereka ada pakaian seperti burung-burung gagak”
(HR Abu Dawud)

Ummu Salamah menyamakan kain khimar yang ada di atas kepala-kepala para wanita yang dijadikan jilbab dengan burung-burung gagak menunjukkan warna hitamnya.

Dalil lain adalah hadits Ummu Kholid, ia berkata

« أُتي النبيُّ بثيابٍ فيها خَميصةُ سوداءُ صغيرةٌ فقال:« مَن تَرَون أن نكسوَ هذهِ »؟ فسكتَ القومُ. قال:« ائتُوني بأمِّ خالدٍ »، فأتيَ بها تُحمل، فأخذ الخميصةَ بيدهِ فألبَسَها وقال: أبْلِي وأخلِقي. وكان فيها عَلمٌ أخضرُ أو أصفر »

Nabi diberikan baju-baju, diantaranya ada khomiisoh kecil yang berwarna hitam.
Maka nabipun berkata, “Menurut kalian kepada siapakah kita berikan kain ini?”.
Orang-orang pada diam, lalu Nabi berkata,
“Datangkanlah kepadaku Ummu Kholid !”, maka didatangkanlah Ummu Kholid dalam keadaan diangkat (karena masih kanak-kanak), lalu Nabipun mengambil kain tersebut dengan tangannya lalu memakaikannya kepada Ummu Kholid dan berkata,
“Bajumu sudah usang, gantilah bajumu”. Pada kain tersebut ada garis-garis (corak) berwarna hijau atau kuning.
(HR Al-Bukhari, Abu Dawud, dan Ahmad)

🍀 Hijau

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari bahwasanya Rifa’ah menceraikan istrinya maka istrinyapun dinikahi oleh Abdurrahman bin Az-Zubair Al-Qurozhi.

Aisyah radhiallahu ‘anhaa berkata,

وعليها خِمارٌ أخضر، فشكَتْ إليها، وأرَتها خُضرةً بجلدها..  “

Ia memakai khimar berwarna hijau, maka iapun mengadu kepada Aisyah dan memperlihatkan kepada Aisyah adanya warna kehijau-hijauan di kulitnya….”
(HR Al-Bukhari)

🌹 Merah

Hanya boleh untuk perempuan dan tidak boleh bagi lelaki.

Dalilnya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhu, ia berkata :

رَأَى النَّبِيُّ عَلَيَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ. فَقَالَ:« أَأُمُّكَ أَمَرَتْكَ بِهَذَا؟ » قُلْتُ: أَغْسِلُهُمَا، قَالَ:« بَلْ احْرِقْهُمَا

Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam melihatku memakai dua belah baju yang mu’ashfar.
Maka Nabi berkata, “Apakah ibumu memerintahmu untuk memakai baju ini?”.
Aku berkata, “Aku cuci kedua baju ini?”,
Nabi berkata, “Bahkan bakarlah kedua baju itu”
(HR Muslim)

Dan yang dimaksud dengan dua buah baju mu’ashfar adalah dua baju yang dicelup dengan celupan berwarna merah (atau dicelup dengan warna kuning yang terbuat dari tumbuhan tertentu).

Imam An-Nawawi berkata tentang sabda Nabi  “Adapun perintah Nabi untuk membakar baju tersebut karena sebagai hukuman dan sikap keras terhadapnya dan terhadap orang lain agar meninggalkan perbuatan seperti ini.

Dalil yang lain yang menunjukan akan hal ini adalah hadits ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata,

هَبَطْنَا مَعَ رَسُولِ الله صلى الله عليه وآله وسَلَّم مِنْ ثَنِيَّةٍ فالْتَفَتَ إلَيَّ وَعَليَّ رَيْطَةٌ مُضَرَّجَةٌ بالْعُصْفُرِ فقال: مَا هذِهِ الرَّيْطَةُ عَلَيْكَ؟ فَعَرَفْتُ مَا كَرِهَ، فأَتَيْتُ أهْلِي وَهُمْ يَسْجُرُون تَنُّورًا لَهُمْ فَقَذَفْتُهَا فِيهِ ثُمَّ أتَيْتُهُ مِنَ الْغَدِ، فقال: يَا عَبْدَ اللهِ مَا فَعَلْتَ الرَّيْطَةَ، فأَخْبَرْتُهُ، فقال: ألاَ كَسَوْتَهَا بَعْضَ أهْلِكَ فإنَّهُ لاَ بَأْس بِهِ لِلنِّسَاءِ »

“Kami turun bersama Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam dari Tsaniyyah. Kemudian beliau menoleh kepadaku dengan keadaan memakai pakaian lembut yang dicelup dengan ushfur.
Maka beliau bertanya: “Apa ini yang engkau pakai?”
Maka akupun mengetahui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukainya.
Akupun mendatangi keluargaku dalam keadaan mereka menyalakan api tanur dan aku lemparkan baju itu ke dalamnya.
Kemudian aku mendatangi beliau pada besok harinya.
Beliau bertanya: “Bagaimana nasib bajumu?”
Maka aku ceritakan apa yang aku lakukan pada baju itu.
Maka beliau berkata: “Kenapa engkau tidak memakaikan baju itu pada sebagian keluargamu. Karena baju tersebut tidak apa-apa jika dipakai wanita.”
(HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad)

🌻 Kuning

Diperbolehkan bagi kaum lelaki dan tidak ada larangan untuk perempuan.

Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhumaa ia berkata

وَأَمَّا الصُّفْرَةُ فَإِنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَصْبِغُ بِهَا فَأَنَا أُحِبُّ أَنْ أَصْبغَ ِبهَا

Adapun warna kuning maka aku telah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelupkan pakaian ke warna kuning, maka aku suka untuk mencelupkan pakaian dengan warna kuning
(HR Al-Bukhari, Abu Dawud, Ahmad).

Dan dalam sunan Abu Dawud dari Ibnu Umar beliau berkata

وَقَدْ كَانَ يَصْبِغُ بِهَا ثِيَابَهُ كُلَّهَا حَتَّى عِمَامَتَهُ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencelupkan seluruh pakaiannya ke warna kuning, bahkan sorban beliau juga”
(HR Abu Dawud)

☁ Putih

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

الْبِسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فإنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكمْ، وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُم

“Pakailah pakaian-pakaian kalian yang berwarna putih, sesungguhnya itu merupakan pakaian kalian yang terbaik, dan hendaknya kalian mengkafani mayat-mayat kalian dengan kain putih”
(HR Abu Dawud, At-Thirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad)

🌈 Warna bermotif

Hadits yang menjelaskan bahwa sebagian shahabiyat memakai pakaian yang bermotif/bercorak.

‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,

كنا نساء المؤمنات يشهدن مع رسول الله صلى الله عليه و سلم صلاة الفجر متلفعات بمروطهن ثم ينقلبن إلى بيوتهن حين يقضين الصلاة لا يعرفهن أحد من الغلس

“Dahulu wanita-wanita mukminah biasa menghadiri shalat subuh bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menutupi tubuh dan kepala (mereka) dengan “muruth” mereka.
Kemudian (mereka) kembali ke rumah-rumah mereka ketika telah menyelesaikan shalat. Tidak ada seorang pun mengenal mereka karena gelap.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

“بمروطهن” : المرط -بكسر الميم- كساء مخطط بألوان. وزاد بعضهم أنها مربعة

Muruth adalah jamak dari mirath artinya adalah pakaian yang bergaris-garis dengan garis yang berwarna, dan sebagian ulama menambahkan bahwasanya pakaian tersebut kotak-kotak.
(Taisir ‘allaam Syarh Umdatil Ahkaam Kitab ash Shalat Bab al Mawaqit)

💡 Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya :

Apakah boleh seorang wanita menggunakan jilbab selain warna hitam?

Beliau –rahimahullah- menjawab :

“Seakan-akan penanya berkata : Apakah boleh seorang wanita memakai khimar (penutup jilbab bagian atas kepala?) selain berwarna hitam?.

Jawabannya adalah : boleh.

Boleh perempuan untuk memakai khimar yang selain berwarna hitam dengan syarat khimar tersebut tidak seperti gutrohnya lelaki (gutroh adalah kain penutup kepala yang sering digunakan oleh penduduk Arab Saudi).

Kalau khimar tersebut seperti gutrohnya lelaki maka hukumnya haram karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat para lelaki yang meniru-niru perempuan dan melaknat perempuan yang menyerupai kaum lelaki.

Jika khimarnya berwarna putih akan tetapi wanita tersebut tidak memakainya sebagaimana cara pakai lelaki maka jika penggunaan khimar berwarna putih tersbut merupakan adat penduduk negerinya maka tidak mengapa untuk dipakai.

Adapun jika pemakaian khimar putih tidak biasa menurut adat mereka maka tidak boleh dipakai karena hal itu merupakan pakaian syuhroh (ketenaran/tampil beda) yang terlarang” (Fatwa Nuur “alaa Ad-Darb)

💎 KESIMPULAN:

Hadits-hadits diatas menunjukan akan bolehnya memakai pakaian berwarna hitam, hijau, dan merah bagi perempuan dengan nash dari Nabi, dan ini juga berlaku bagi kaum lelaki berdasarkan hukum asal yang telah lalu penjelasannya.

Kecuali warna merah yang khusus boleh bagi perempuan.

Adapun warna putih dan kuning serta warna lain boleh juga bagi perempuan dengan dasar hukum asal tentang bolehnya menggunakan seluruh warna karena tidak ada dalil yang melarangnya atau mengkhususkannya.

🌿🌴🌿🌴

Dipersembahkan oleh : manis.id

📲 Follow IG MANIS: http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Gemar Berbuat Baik

Yuk ber-Ihsan

📝 Pemateri: Ust. DR. Wido Supraha

Suatu ketika Nabi Saw. ditanya malaikat berwujud manusia tentang tiga hal utama, yakni Islam, Iman, dan Ihsan (HR. Muslim, No. 8).

Ihsan diperkenalkan kepada umat sebagai tingkatan penghambaan kepada Allah Swt yang tertinggi dengan arahan untuk beribadah kepada Allah Swt seakan-akan melihat-Nya, dan meskipun manusia tidak dapat melihat-Nya, maka dilanjutkan dengan arahan untuk menghadirkan keyakinan bahwa Allah pasti melihat manusia.

Demikianlah pengajaran Malaikat tentang Dinul Islam, sehingga teks hadits ini disebut sebagai Induk Sunnah oleh Al Imam Al-Qurthubi, dikarenakan mengandung hal-hal yang bersifat umum dan mencakup seluruh tugas-tugas ibadah yang zhahir dan yang bathin, sebagaimana penegasan Al-Qadhi Iyadh, rahimahumallahu.

🔎Al Imam An-Nawawi rahimahullah ketika mensyarah hadits riwayat Imam Muslim ini mengingatkan bahwa teks penjelasan ihsan disini merupakan salah satu dari jawami’ al-Kalim yang diberikan kepada Nabi Saw. Hal ini karena tentunya tidak mungkin manusia melihat Rabb-nya secara zhahir, karena melihat tabir wajah-Nya akan menjadi puncak kenikmatan kelak.

Seandainya manusia diperkenankan melihat-Nya saat ini niscaya manusia dapat dipastikan akan begitu mudahnya untuk mengkonsentrasikan zhahir dan batinnya menuju kesempurnaan amal.

Namun karena hal itu tidaklah mungkin di dunia, maka menghadirkan keyakinan seperti ini menjadi tantangan tersendiri bagi manusia sehingga membawa manusia kepada maqam musyahadah.

Inilah posisi yang diinginkan Allah Swt untuk orang-orang yang khusus. Ketika seorang manusia ditakdirkan dapat menyaksikan-Nya, sang Raja, tentu ia akan malu berpaling kepada selain-Nya atau menyibukkan hatinya dengan selain-Nya. Maka maqam ini juga menjadi maqam para shiddiqin.

Ketika Jibril hadir untuk mengajarkan ad-din (آتاكم يعلمكم دينكم), maka Ihsan adalah bagian yang tidak terpisahkan untuk ditegakkan dalam kehidupan seorang muslim. Allah Swt. telah berfirman,

وَأَحۡسِنُوٓاْ‌ۛ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ

“Berbuat ihsan-lah kalian semua, sesungguhnya Allah mencintai kaum muhsinin.” (Q.S. Al-Baqarah/2:195)

إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَـٰنِ وَإِيتَآىِٕ ذِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنڪَرِ وَٱلۡبَغۡىِ‌ۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّڪُمۡ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berlaku adil dan berbuat ihsan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Q.S. An-Nahl/16:90)

وَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱلۡعَزِيزِ ٱلرَّحِيمِ (٢١٧) ٱلَّذِى يَرَٮٰكَ حِينَ تَقُومُ (٢١٨) وَتَقَلُّبَكَ فِى ٱلسَّـٰجِدِينَ (٢١٩

“Dan bertawakkallah kepada [Allah] Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, Yang melihat kamu ketika kamu berdiri [untuk shalat], dan [melihat pula] perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. (Q.S. Asy-Syu’ara/26:217-219)

🔎Al Imam Ibn Katsir menegaskan bahwa ihsan merupakan tingkatan ketaatan yang tertinggi, “.و هو آعلى مقامات الطاعة” (Muhammad ‘Ali Ash-Shabuni, Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir, Jilid 1, Beirut: Dar al-Fikr, Tanpa Tahun, hlm. 172).

🔎Sufyan bin Uyainah mengatakan, “Ihsan adalah seseorang yang batinnya lebih baik dari zhahirnya, و الإحسان آن تكون سريرته آحسن من علا نيته” (Ibid, Jilid 2, hlm. 343)

🔎Syaikh Musthafa Dieb al-Bugha mengatakan bahwa ihsan adalah ikhlas dan itqan (profesional), berbuat dengan rapi, sempurna, dan sebaik mungkin dalam amal yang disyariatkan.

🔎Syaikh As-Sa’di mendefinisikan bahwa ihsan adalah mencurahkan semua kemanfaatan dari jenis apapun, kepada makhluk apapun. Hal ini sebagai konsekuensi  bersungguh-sungguhnya manusia dalam menunaikan hak-hak Allah secara ikhlas, menyempurnakannya, sehingga ia pun wajib berbuat baik berkenaan dengan hak-hak makhluk, sebagaimana sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya Allah Swt mewajibkan untuk berbuat ihsan atas segala sesuatu, إنّ الله كتب الإحسان على كلّ شيء” (HR. Muslim No. 1955). Maka dalam perkara apapun (tidak hanya khusus kepada manusia) hendaknya seorang muslim berlaku ihsan dimulai dari penunaian hak-hak sesama manusia (Q.S. An-Nisa/4:36), memberi kemanfaatan yang lebih kepadanya, hingga menolak perbuatan buruk manusia dipandang sebagai tingkatan ihsan terbesar (Q.S. Fushshilat/41: 34-35), hingga kemudian berbuat ihsan kepada alam dan seisinya.

🔎Sa’id bin Muhammad Daib Hawwa menyebutkan bahwa dalam pengajaran Jibril kepada Nabi Saw tentang ihsan, mengandung dua maqam: 1. Muraqabah dan 2. Musyahadah.

Jika MURAQABAH  ialah merasakan bahwa Allah melihatmu,
maka MUSYAHADAH adalah menghadirkan perasaan seakan-akan melihat Allah dalam ibadah yang dilakukan.

Inilah ciri hidupnya hati. Sekuat tenaga dengan jalan dzikir dan fikir untuk wushul (sampai di tujuan) kepada maqam iman dan yaqin yang pernah dinikmati oleh para sahabat, tabi’in dan pengikut mereka, adalah pekerjaan penting kaum beriman, dan ini mudah jika hati tidak sakit dan berpenyakit, dan tidak mengikuti langkah-langkah ahli bid’ah dan orang-orang jahil. (Al-Mustakhlash fi Tazkiyatil Anfus, Darus Salam)

🔎Syaikh Abdullah Nashih ‘Ulwan menjelaskan bahwa

💡merasakan kesertaan Allah Swt,
💡merasakan keagungan-Nya di setiap waktu dan keadaan,
💡serta merasakan kebersamaan-Nya dikala sepi dan ramai

itulah yang dikenal dengan istilah MURAQABAH.
Ia adalah aktifitas ihsan dengan
💡melahirkan ikhlas ketika melaksanakan ketaatan,
💡taubat total ketika melakukan kemaksiatan,
💡 sentiasa menjaga adab dan selalu bersyukur pada hal-hal yang mubah,
💡selalu mendahulukan ridha atas musibah.

⬆Inilah tangga menuju taqwa menuju derajat para muttaqin yang mulia. (Runaiyatud Da’iyah, Kairo: Darussalam, Cetakan ke-2, 1986)

Jika manusia berlaku ihsan, tentunya karena metode-nya yang juga ihsan, tidak lain balasan yang ia terima dari Allah Swt juga ihsan, terbaik dari sisi Allah Swt, persis seperti janji Allah Swt,

هَلۡ جَزَآءُ ٱلۡإِحۡسَـٰنِ إِلَّا ٱلۡإِحۡسَـٰنُ

“Tidak ada balasan ihsan kecuali juga ihsan.” (Q.S. Ar-Rahman/55:60)

Terbaik dari sisi Allah Swt, bukanlah sekedar terbaik dalam cara pandang manusia. Allah tegaskan bahwa Allah Swt. akan selalu memberikan balasan yang jauh lebih baik dari perbuatan baik manusia, sebagaimana penegasan-Nya,

لِّلَّذِينَ أَحۡسَنُواْ ٱلۡحُسۡنَىٰ وَزِيَادَةٌ۬‌ۖ وَلَا يَرۡهَقُ وُجُوهَهُمۡ قَتَرٌ۬ وَلَا ذِلَّةٌ‌ۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ أَصۡحَـٰبُ ٱلۡجَنَّةِ‌ۖ هُمۡ فِيہَا خَـٰلِدُونَ

“Bagi orang-orang yang berbuat ihsan, ada pahala yang terbaik dan tambahannya, wajah mereka tidak ditutupi debu hitam dan kehinaan. Mereka itulah penghuni Surga, mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Yunus/10:26)

Dunia adalah kesempatan bagi manusia untuk berbuat ihsan, area yang telah disiapkan Allah Swt untuk manusia melahirkan ihsan-nya sangatlah luas, sebagai firman-Nya,

قُلۡ يَـٰعِبَادِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمۡ‌ۚ لِلَّذِينَ أَحۡسَنُواْ فِى هَـٰذِهِ ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٌ۬‌ۗ وَأَرۡضُ ٱللَّهِ وَٲسِعَةٌ‌ۗ إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّـٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَيۡرِ حِسَابٍ۬

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat ihsan di dunia akan memperoleh kebaikan (hasanah),  Bumi Allah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Q.S. Az-Zumar:10)

Rahmat Allah Swt sangat mudah turun bagi orang-orang yang senang berlaku ihsan di dunia, maka jadikanlah seluruh kehidupan kita untuk sentiasa ihsan kepada Allah Swt, dan kemudian ihsan kepada para makhluk Allah Swt.

وَلَا تُفۡسِدُواْ فِى ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَـٰحِهَا وَٱدۡعُوهُ خَوۡفً۬ا وَطَمَعًا‌ۚ إِنَّ رَحۡمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ۬ مِّنَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah Allah Swt. memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut [tidak akan diterima] dan harapan [akan dikabulkan].

Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-A’raf/7:56)

Suatu ketika Abu Dzar r.a. bertanya, “Wahai Rasulullah Saw! Bagaimana menurutmu jika seseorang melakukan kebaikan, lalu ia mendapatkan pujian dari orang lain?”
Rasulullah Saw menjawab, “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin, تلك عاجل بشرى المؤمن” (HR. Muslim No. 2642).

Yuk ber-ihsan !

🌿🌴🌿🌴


Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678

Al Qur'an Nutrisi Akal dan Jiwa

Konsep Kebahagiaan Dalam Islam

📝Dr. Wido Supraha

Terminologi bahagia sebagai sebuah realitas hakiki hanya diulang satu kali, sebagaimana jalan cahaya pun hanya satu di antara ragam kezhaliman, merujuk kepada realitas kebenaran yang juga satu bersama satu realitas rahmat Allah yang melahirkan keberkahan yang banyak dan terus menerus.

Allah Swt. berfirman di dalam Surat Huud [11] ayat 105-108,

يَومَ يَأتِ لا تَكَلَّمُ نَفسٌ إِلّا بِإِذنِهِ ۚ فَمِنهُم شَقِيٌّ وَسَعيدٌ
فَأَمَّا الَّذينَ شَقوا فَفِي النّارِ لَهُم فيها زَفيرٌ وَشَهيقٌ
خالِدينَ فيها ما دامَتِ السَّماواتُ وَالأَرضُ إِلّا ما شاءَ رَبُّكَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ فَعّالٌ لِما يُريدُ
۞ وَأَمَّا الَّذينَ سُعِدوا فَفِي الجَنَّةِ خالِدينَ فيها ما دامَتِ السَّماواتُ وَالأَرضُ إِلّا ما شاءَ رَبُّكَ ۖ عَطاءً غَيرَ مَجذوذٍ

Di kala datang hari itu, tidak ada seorangun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia; Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih); Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki; Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam syurga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.

Dari rangkaian ayat di atas, Allah Swt menghadirkan terminologi bahagia (sa’adah; happiness) dan celaka (syaqawah;misery), keduanya adalah terminologi yang saling berlawanan. Kata sa’adah digunakan di dalam Al-Qur’an hanya pada rangkaian ayat ini yakni 1 kata benda (sa’idun) dan 1 kata kerja (su’idu) . Kata shaqawah digunakan di dalam Al-Quran pada 12 tempat, 8 tempat dalam bentuk kata benda (shiqwatna, shaqiyyan, shaqiyyun, ashqa-ha, al-ashqa), dan 4 tempat dalam bentuk kata kerja (yashqa, shaqu, litashqa, fatashqa).

Syed Muhammad Naquib al-Attas dalam Prolegomenamenjelaskan bahwa kebahagiaan dalam perspektif Islam diekspresikan dengan terminologi sa’adah, dan terminologi ini sangat terkait dengan dua dimensi eksistensi, akhirat (ukhrawiyyah) dan dunia (dunyawiyyah). Dalam konteks akhirat, sa’adah bermakna kebahagiaan tertinggi tanpa akhir, diberikan hanya kepada manusia yang selama di dunia memberikan penyerahan diri secara total, menjaga dirinya dari apa yang diperintahkan-Nya dan dilarang-Nya. Maka dari pengertian ini, terminologi sa’adah di akhirat sangat terkait sekali dengan kehidupan dunianya, dalam hal ini mencakup tiga hal: 1) jiwa (nafsiyyah) berkenaan dengan ilmu dan karakter baik; 2) jasad (badaniyyah) berkenaan dengan kesehatan fisik dan rasa aman; dan 3) sisi eksternal jiwa dan jasad (kharijiyyah) berkenaan dengan kesuksesan dan kekayaan dan penyebab lain di luar unsur jiwa dan jasad.

Kebahagiaan dapat juga dimaknai dengan memahami lawan katanya, syaqawah, yang mengandung elemen-elemen khauf, huzn, dank, hasrat, hamm, ghamm, dan ‘usr.

Allah Swt. berfirman dalam Surat Tha-ha [20] ayat 2,

ما أَنزَلنا عَلَيكَ القُرآنَ لِتَشقىٰ

Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah;

Allah Swt. juga berfirman dalam ayat 117,

فَقُلنا يا آدَمُ إِنَّ هٰذا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوجِكَ فَلا يُخرِجَنَّكُما مِنَ الجَنَّةِ فَتَشقىٰ

Maka Kami berkata: “Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.

Allah Swt. juga berfirman dalam ayat 123,

قالَ اهبِطا مِنها جَميعًا ۖ بَعضُكُم لِبَعضٍ عَدُوٌّ ۖ فَإِمّا يَأتِيَنَّكُم مِنّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشقىٰ

Allah berfirman: “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.

Bersama tiga ayat Surat Tha-ha, manusia akan terbebas dari ‘shaqawah‘ jika menjalani kehidupan berpedoman dengan Al-Qur’an, menjauhi gangguan iblis, dan istiqomah mengikuti petunjuk Allah Swt.

Allah Swt. berfirman dalam Surat Mukminum [23] ayat 106,

قالوا رَبَّنا غَلَبَت عَلَينا شِقوَتُنا وَكُنّا قَومًا ضالّينَ

Mereka berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat.

Allah Swt. berfirman dalam Surat Maryam [19] ayat 4,

قالَ رَبِّ إِنّي وَهَنَ العَظمُ مِنّي وَاشتَعَلَ الرَّأسُ شَيبًا وَلَم أَكُن بِدُعائِكَ رَبِّ شَقِيًّا

Ia berkata “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo’a kepada Engkau, ya Tuhanku.

Allah Swt. juga berfirman pada ayat 32,

وَبَرًّا بِوالِدَتي وَلَم يَجعَلني جَبّارًا شَقِيًّا

Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.

Allah Swt juga berfirman dalam ayat 48,

وَأَعتَزِلُكُم وَما تَدعونَ مِن دونِ اللَّهِ وَأَدعو رَبّي عَسىٰ أَلّا أَكونَ بِدُعاءِ رَبّي شَقِيًّا

Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdo’a kepada Tuhanku,mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo’a kepada Tuhanku”.

Bersama tiga ayat dalam Surat Maryam ini, kita menyaksikan bagaimana para Nabi seperti Nabi Zakaria a.s., Nabi ‘Isa a.s., dan Nabi Ibrahim a.s. sentiasa bermunajat kepada Allah agar terhindar dari ‘syaqawah‘.

Allah Swt. berfirman dalam Surat Syams [91] ayat 12,

إِذِ انبَعَثَ أَشقاها

Ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka,

Allah Swt. berfirman dalam Surat Al A’laa [87] ayat 11,

وَيَتَجَنَّبُهَا الأَشقَى

Dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya.

Allah Swt. berfirman dalam Surat Al-Lail [92] ayat 15,

لا يَصلاها إِلَّا الأَشقَى

Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka; Yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman).

Kebahagiaan harus diawali dengan mengenali hakikat diri. Unsur jiwa di dalam Al-Qur’an merupakan substansi  spiritual yang mengacu kepada qalb (hearth), nafs (soul or self),‘aql (intellect), atau ruh (spirit), melibatkan dua aspek, jasad dan ruh, maka di satu sisi kita mengenal al-nafs al-hayawaniyyah dan di sisi lain al-nafs al-natiqah (rational soul). Cara seseorang dalam meraih kebahagiaan tergantung pada aspek mana yang dipilihnya yang paling memberikan pengaruh. Kedua aspek ini melahirkan dua kekuatan, kekuatan nafsu hewan adalah motif dan perseptif, sementara kekuatan rasio adalah aktif dan kognitif.

Kebahagiaan harus selalu dihiasi dengan kebajikan. Kebajikan di dalam Islam mencakup apa yang bersifat zhahir (eksternal) dan bathin (internal). Kebajikan eksternal mencakup lima hal utama yakni ritual ibadah yang benar, pembacaan Al-Qur’an, dzikrullah, do’a, memenuhi seluruh keunikan cara hidup dan akhlak Muslim. Kebajikan internal mengacu pada aktifitas-aktifitas hati yang menggabungkan niyyah, ‘amal, ikhlas, dan shidq. Mengenal diri secara lebih baik akan mengarahkan kepada pengetahuan mana yang berkualitas baik dan buruk. Kebiasaan kita dalam proses pemilihan ini akan melibatkan ragam aktifitas diri mulai dari tafakkur (meditation), taubah (repentance), shabr (patience), syukr (gratitude), raja (hope), khauf (fear), tauhid (divine unity), tawakkal (trust), hingga mahabbah (love of god).

Kebahagiaan sangat erat kaitannya dengan iman, sebagai kata amina bermakna aman, bebas dari segala ketakutan, maka terminologi khauf merupakan lawan kata amnu, jika menggunakan pengertian ketakutan kepada selain Allah. Adapun khauf kepada Allah justru akan menghadirkan ‘iffah (temperance), wara’ (abstinence), taqwa (piety), sidq (truthfulness). Dari sinilah kita menjadi faham mengapa iman sangat terkait dengan kondisi-kondisi tatma’innu, tuma’ninah, sehingga melahirkan al-nafs al-muthma’innah.

Allah Swt. berfirman dalam Surat Al-Ra’d [13] ayat 28,

الَّذينَ آمَنوا وَتَطمَئِنُّ قُلوبُهُم بِذِكرِ اللَّهِ ۗ أَلا بِذِكرِ اللَّهِ تَطمَئِنُّ القُلوبُ

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.

Keimanan kepada Allah hanya akan melahirkan keyakinan (yaqin) utuh bahwa seluruh hakikat kepastian hanya datang dari Allah semata. Maka terminologi yaqin berlawanan dengan syakk(keraguan) dan zhann (prasangka). Keyakinan dalam Al-Qur’an disebutkan dalam tiga tingkatan: ‘ilm al-yaqin, ‘ayn al-yaqin, dan haqq al-yaqin. Maka yakinlah kebahagiaan akan hadir manakalah iman tidak lagi terganggu dengan keraguan dan prasangka, iman yang dibangun di atas ilmu sehingga menghadirkan bashirah.

Akhirul kalam, Ibn Khaldun mengatakan, “Bahagia itu tunduk dan patuh mengikuti garis-garis yang ditentukan Allah dan perikemanusiaan”, Ibn Khalid mengatakan, “Bahagia itu sentosa perangai, kuat ingatan, bijaksana akal, tenang dan sabar menuju maksud. Maka jadilah orang yang berbahagia (KUN SA’IIDAN) dengan berpegang teguh dalam agama, maka kebahagiaan hakiki akan diraih.

Buya Hamka mengutip sya’ir Hutai’ah,

Bukanlah kebahagiaan itu pada mengumpul harta benda;

Tetap taqwa akan Allah itulah bahagia

Taqwa akan Allah itulah bekal yang sebaik-baiknya disimpan,

Pada sisi Allah sajalah kebahagiaan para orang yang taqwa.


🍃🍃🌸🍃🍃🌸🍃🍃🌸
Dipersembahkan oleh : www.manis.id

Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis

📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/Joinmanis

💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSM : 7113816637
Konfirmasi:
+62 852-7977-6222
+62 822-9889-0678